• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Jumat, 29 Maret 2024

Keislaman

Kenali Jatuhnya Talak Bagi Suami-Istri dan Ketentuannya

Kenali Jatuhnya Talak Bagi Suami-Istri dan Ketentuannya
Talak atau cerai adalah perkara halal yang dibenci Allah (Foto:NOJ/popmama)
Talak atau cerai adalah perkara halal yang dibenci Allah (Foto:NOJ/popmama)

Menikah bukan hanya tentang rasa bahagia saja karena sudah mendapatkan sang tambatan hati, dalam bahtera rumah tangga akan banyak sekali hal yang akan dialami, bisa saja pengalaman yang menyenangkan dan pengalaman pahit.


Tak bisa dipungkiri bahwa dalam membangun sebuah keluarga mustahil jika tidak ada persoalan. Ketika ditengah hubungan suami-istri terdapat sebuah problem, maka haruslah waspada.


Islam menganjurkan umatnya untuk menyebarkan sikap kasih sayang kepada siapa pun itu di sekelilingnya, termasuk pasangan dalam rumah tangga. Namun apabila masalah dalam rumah tangga sangat serius dan tidak bisa menemukan titik terang penyelesaian, jalan terakhir yang bisa ditempuh adalah perceraian.


Seperti halnya media sosial saat ini yang dihebohkan dengan kasus perceraian pasangan artis yang disebabkan oleh beberapa faktor mulai perselingkuhan hingga dugaan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).


Lalu, bagaimana hukum perceraian dalam Islam? Sebagaimana yang dijelaskan oleh Syekh al-Imam Abi Abdillah Muhammad ibn Qasim al-Ghazi dalam Fathul Qarib:


فصل في أحكام الطلاق وهو لغة حل القيد، وشرعاً اسم لحل قيد النكاح، ويشترط لنفوذه التكليف والاختيار، وأما السكران فينفذ طلاقه عقوبة له


Artinya: “Talak (الطلاق) secara bahasa adalah melepas ikatan. Menurut syara’ talak adalah nama bagi pelepasan ikatan pernikahan. Agar talak dapat terlaksana disyaratkan harus dilakukan oleh suami yang mukallaf dan atas kemauan sendiri. Adapun bagi orang yang sedang mabuk, maka talaknya tetap sah karena sebagai hukuman baginya.” (lihat: Syekh al-Imam Abi Abdillah Muhammad ibn Qasim al-Ghazi, Syarh Fathul Qarib,  Nurul Huda, Surabaya, hal. 47).


Dalil tentang diperbolehkannya talak dalam Islam disebutkan di dalam Al Quran. Allah Ta'ala berfirman:


الطَّلَاقُ مَرَّتَانِ فَإِمْسَاكٌ بِمَعْرُوفٍ أَوْ تَسْرِيحٌ بِإِحْسَانٍ


Artinya: “Talak (yang dapat dirujuk) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik.”  (QS. Al Baqarah: 229).


Ketentuan Talak


Redaksi yang digunakan untuk talak dapat berupa pernyataan yang jelas (sharih/ صريح), dapat juga berupa ungkapan sindiran (kinayah/كناية). Arah pernyataan sharih yakni tidak ada makna lain selain makna talak. Kendati seorang suami tidak memiliki niat untuk menjatuhkan talak kepada istrinya dalam hati, jika yang dipergunakan adalah ungkapan sharih maka talaknya tetap jatuh. Misalnya , “Saya talak engkau,”  atau  “ Saya ceraikan engkau,”melainkan orang yang dipaksa melakukan talak.


Sementara berbeda dengan ungkapan kinayah. Sebagaimana diketahui, ungkapan kinayah dapat bermakna talak, mungkin pula bermakna lain. Sehingga kinayah membutuhkan niat dalam hati yang mengucapkannya agar talaknya jatuh. Contohnya, “Sekarang kamu adalah wanita yang bebas,” atau “Pergilah ke keluargamu !”. (lihat: Syekh al-Imam Abi Abdillah Muhammad ibn Qasim al-Ghazi, Syarh Fathul Qarib,  Nurul Huda, Surabaya, tanpa tahun, hal. 47).


Namun menurut Imam Abu Hanifah, ungkapan kinayah yang sangat jelas, tetap tidak memerlukan niat untuk jatuh talak. Misalnya “Engkau sekarang sudah jelas, bebas, dan haram (bagiku). Pergilah dan pulanglah ke keluargamu!” . Imam Malik juga turut mendukung pendapat tersebut. Sementara menurut Imam Ahmad, konteks keadaan dalam semua ungkapan kinayah ditentukan oleh status niat.


Selain penjelasan diatas, talak juga jatuh manakala terdapat ungkapan ta‘liq, seperti ungkapan seorang suami kepada istrinya, “Jika kami masuk lagi ke tempat lelaki itu, maka kamu tertalak.” Jika istrinya benar-benar masuk ke rumah laki-laki yang dimaksud, jatuhlah talaknya (lihat: Syekh al-Imam Abi Abdillah Muhammad ibn Qasim al-Ghazi, Syarh Fathul Qarib,  Nurul Huda, Surabaya, tanpa tahun, hal. 48).


Talak juga jatuh dengan ungkapan senda gurau atau bercanda selama hal itu disengaja mengucapkannya meskipun tak disengaja maknanya (lihat: Sayyid Abu Bakar Muhammad Syatha ad-Dimyathi, I‘anah al-Thâlibîn, jilid 4, hal. 8). 


Demikianlah uraian singkat tentang talak dan ketentuan-ketentuannya. Semoga kita dapat bermanfaat. Wallahu ‘alam.


Keislaman Terbaru