Sejarah Puasa Tasu’a dan Asyura serta Tata Cara Pelaksanaannya
Sabtu, 5 Juli 2025 | 10:00 WIB
M Rufait Balya B
Penulis
Hari Tasu'a dan Asyura bulan Muharram 1447 H dipastikan jatuh pada hari Sabtu dan Ahad, 5-6 Juli 2025. Hal ini berdasarkan Keputusan Lembaga Falakiyah (LF) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) yang mengikhbarkan bahwa 1 Muharram 1447 H, jatuh pada Jumat, 27 Juni 2025 lalu.
Berkenaan dengan ini, umat Islam disunnahkan untuk berpuasa pada bulan Muharram terutama pada hari Tasu'a (9 Muharram) dan Asyura (10 Muharram). Kesunnahan ini berdasarkan hadits Nabi Muhammad SAW:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللهِ الْمُحَرَّمُ، وَأَفْضَلُ الصَّلاَةِ بَعدَ الفَرِيضَةِ صَلاَةُ اللَّيْلِ. (رواه مسلم)
Artinya: “Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda, ‘Puasa yang paling utama setelah Ramadhan adalah puasa pada bulan Allah yakni Muharram, dan shalat yang paling utama setelah shalat fardhu adalah shalat malam’.” (HR. Muslim).
Sejarah Puasa Tasu'a dan Asyura
Diketahui, bahwa puasa Asyura ini dianjurkan ketika Nabi telah selesai hijrah dari Makkah ke Madinah. Nabi Muhammad SAW mendapati kaum Yahudi sedang berpuasa pada hari Asyura. Maka, Rasulullah memerintahkan para sahabat untuk berpuasa Asyura, sebagaimana keterangan ini:
قَدِمَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ المَدِينَةَ فَرَأَى اليَهُودَ تَصُومُ يَوْمَ عَاشُورَاءَ، فَقَالَ: «مَا هَذَا؟»، قَالُوا: هَذَا يَوْمٌ صَالِحٌ هَذَا يَوْمٌ نَجَّى اللَّهُ بَنِي إِسْرَائِيلَ مِنْ عَدُوِّهِمْ، فَصَامَهُ مُوسَى، قَالَ: «فَأَنَا أَحَقُّ بِمُوسَى مِنْكُمْ»، فَصَامَهُ، وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ
Artinya: “Nabi Muhammad SAW datang ke Kota Madinah. Beliau kemudian melihat orang Yahudi puasa pada hari Asyura’. Lalu Rasulullah bertanya ‘Ada yang kalian lakukan?’ Mereka menjawab, ‘Hari ini adalah hari baik yaitu hari di mana Allah menyelamatkan Bani Israil dari musuh mereka kemudian Nabi Musa melakukan puasa atas tersebut.’ Rasulullah SAW lalu mengatakan, ‘Saya lebih berhak dengan Musa daripada kalian’. Nabi kemudian berpuasa untuk Asyura tersebut dan menyuruh kepada para sahabat untuk menjalankannya.” (HR. Bukhari).
Akan tetapi setelah Makkah ditaklukkan (Fathu Makkah), Nabi Muhammad SAW lebih memilih dan menyukai berbeda dengan Ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani). Ibnu Hajar Al-Asqalani menjabarkan:
فَلَمَّا فُتِحَتْ مَكَّةُ، وَاشْتُهِرَ أَمْرُ الْإِسْلَامِ، أَحَبَّ مُخَالَفَةَ أَهْلِ الْكِتَابِ أَيْضًا، كَمَا ثَبَتَ فِي الصَّحِيحِ، فَهَذَا مِنْ ذَلِكَ، فَوَافَقَهُمْ أَوَّلًا، وَقَالَ: «نَحْنُ أَحَقُّ بِمُوسَى مِنْكُمْ»، ثُمَّ أَحَبَّ مُخَالَفَتَهُمْ، فَأَمَرَ بِأَنْ يُضَافَ إِلَيْهِ يَوْمٌ قَبْلَهُ وَيَوْمٌ بَعْدَهُ خِلَافًا لَهُمْ.
Artinya: “Ketika Makkah ditaklukkan (Fathul Makkah) dan Islam telah tersebar luas, maka Nabi SAW pun lebih menyukai untuk berbeda dari Ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani) sebagaimana telah diriwayatkan dalam hadis-hadis shahih. Maka peristiwa ini (yakni puasa Asyura) termasuk dari bagian itu.
Awalnya Nabi Muhammad SAW menyesuaikan diri dengan mereka, dan bersabda: "Kami lebih berhak terhadap Musa daripada kalian." Kemudian Rasulullah lebih menyukai untuk berbeda dengan mereka (Ahli Kitab), lalu memerintahkan agar ditambahkan puasa pada hari sebelumnya dan sesudahnya, sebagai bentuk penyelisihan terhadap mereka. (Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fathul Bari Syarh Shahih Bukhari, [Riyadh: Darus Salam, 2000 M/1421 H], juz 4, halaman 311).
Dalam konteks ini, Ibnu Hajar Al-Asqalani menjelaskan, bahwa tingkatan puasa Asyura itu ada tiga: 1) puasa hari Asyura saja, 2) puasa Asyura disertai puasa Tasu’a, dan 3) puasa Asyura disertai puasa Tasu’a dan puasa 11 Muharram. (Lihat: Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fathul Bari Syarh Shahih Bukhari, [Riyadh: Darus Salam, 2000 M/1421 H], juz 4, halaman 312).
Tata Cara Puasa Muharram
Secara teknis puasa Muharram dapat dilakukan seperti puasa sunnah yang lain. Yakni, dengan memperhatikan syarat, rukun, dan hal-hal yang membatalkannya.
Sedangkan untuk niat puasa Muharram, baik secara umum (hari-hari biasa) maupun khusus seperti puasa 10 hari pertama Muharram, puasa Tasu’a (9 Muharram), puasa Asyura (10 Muharram), dan puasa 11 Muharram, niatnya sebagaimana puasa sunnah lainnya —dapat dilakukan dengan niat puasa mutlak. Misalnya, “Saya niat puasa,” atau dengan cara yang lebih baik sebagaimana berikut.
Niat puasa Muharram:
نَوَيْتُ صَوْمَ الْمُحَرَّمِ لِلّٰهِ تَعَالَى
Nawaitu shaumal Muharrami lilâhi ta’âlâ.
Artinya: “Saya niat puasa Muharram karena Allah ta’âlâ.”
Niat puasa Tasu’a 9 Muharram:
نَوَيْتُ صَوْمَ تَاسُوعَاءَ لِلّٰهِ تَعَالَى
Nawaitu shauma Tâsû’â-a lilâhi ta’âlâ.
Artinya: "Saya niat puasa Tasu’a karena Allah ta’âlâ.”
Niat puasa Asyura 10 Muharram:
نَوَيْتُ صَوْمَ عَاشُورَاءَ لِلّٰهِ تَعَالَى
Nawaitu shauma Âsyûrâ-a lilâhi ta’âlâ.
Artinya: “Saya niat puasa Asyura karena Allah ta’âlâ.”
Sebagai catatan, bahwa niat puasa Muharram dapat dilakukan sejak malam hari hingga siang sebelum masuk waktu zawâl (saat matahari tergelincir ke barat), dengan syarat belum melakukan hal-hal yang membatalkan puasa sejak terbit fajar atau sejak masuk waktu subuh. Selain niat di dalam hati juga disunnahkan mengucapkannya dengan lisan, sebagaimana puasa sunnah lainnya.
Itulah sejarah, panduan singkat, dan lafal niat puasa Tasu'a dan Asyura. Semoga kita semua dapat menjalankannya, agar mendapatkan keberkahan dan keistimewaan bulan Muharram yang begitu banyaknya. Wallahu a’lam.
Terpopuler
1
Bacaan Niat Puasa Tasu'a dan Asyura pada 9-10 Muharram
2
Dalil Keistimewaan Puasa Tasu'a dan Asyura
3
Khutbah Jumat: Memaknai 2 Peristiwa Penting di Hari Asyura
4
Lora Ismail Jelaskan Alasan Sound Horeg Haram
5
SDM Rendah dan Strategi Dakwah KH M Hasyim Asy’ari
6
Sound Horeg Dinilai Meresahkan, MUI Jatim Angkat Bicara
Terkini
Lihat Semua