M Rufait Balya B
Kontributor
Bulan Muharram adalah salah satu bulan yang dimuliakan oleh Allah SWT dan merupakan bulan pertama dalam penanggalan Hijriyah. Dalam bulan ini terdapat hari mulia yang dikenal sebagai hari Asyura, yakni hari ke-10 yang ada di dalam bulan Muharram.
Pada hari Asyura ini kita disunnahkan untuk memperbanyak ibadah, salah satunya adalah puasa. Puasa di hari ini menyimpan keistimewaan dan pahala yang begitu besar. Terkadang umat Islam juga berpuasa sehari sebelum atau sesudah Asyura. Lantas adakah dalil terkait kesunahan puasa Asyura (10 Muharram) dan Tasu'a (9 Muharram), serta apa keistimewaan dari puasa ini? Berikut penjelasannya.
Terlebih dahulu kita akan membahas puasa Asyura. Terkait dalil kesunahannya, didasarkan pada hadits Nabi SAW:
عَنْ عَائِشَةَ رضي الله عنها قَالَتْ: «كَانَ يَوْمُ عَاشُورَاءَ تَصُومُهُ قُرَيْشٌ فِي الْجَاهِلِيَّةِ، وَكَانَ رَسُولُ اللهِ ﷺ يَصُومُهُ، فَلَمَّا قَدِمَ الْمَدِينَةَ صَامَهُ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ، فَلَمَّا فُرِضَ رَمَضَانُ تَرَكَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ، فَمَنْ شَاءَ صَامَهُ، وَمَنْ شَاءَ تَرَكَهُ.»
Artinya: Dari ‘Aisyah, ia berkata: "Puasa Asyura adalah puasa yang dilakukan oleh orang Quraisy pada zaman jahiliyyah dan Rasulullah SAW juga melakukan puasa pada hari itu. Ketika Nabi datang ke Madinah juga melakukan puasa dan menyuruh para sahabat menjalankan puasa Asyura. Namun ketika puasa Ramadhan mulai diwajibkan, Nabi SAW meninggalkan puasa Asyura. Maka barangsiapa yang ingin berpuasa, silakan, dan siapa saja yang ingin meninggalkan, juga silahkan" (HR. Bukhari).
Sedangkan untuk puasa Tasu’a yang dilaksanakan pada 9 Muharram dan puasa 11 Muharram yang dijadikan pelengkap puasa Asyura pada 10 Muharram, dalil kesunahannya berdasarkan hadits riwayat Ahmad berikut:
عَنِ ابْنِ عَبَّاس رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا مَرْفُوعًا: صُومُوا يَوْمَ عَاشُورَاءَ وَخَالِفُوا الْيَهُودَ، صُومُوا يَوْمًا قَبْلَهُ أَوْ يَوْمًا بَعْدَهُ (رواه أحمد)
Artinya: Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra dengan status marfu (Rasulullah bersabda), "Puasalah kalian pada hari Asyura dan bedakan dengan kaum Yahudi, puasalah kalian sehari sebelum atau sesudahnya” (HR. Ahmad).
Dari hadits di atas dapat kita ketahui bahwa pelaksanaan puasa Tasu'a menjadi pembeda umat Islam dengan umat Yahudi yang sama-sama berpuasa di hari Asyura.
Baca Juga
Dalil Kesunahan Puasa Tasu’a dan Asyura
Lebih jauh, Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani juga menjelaskan dalam kitabnya terkait diperintahkannya umat Islam berpuasa pada tanggal 9 Muharram agar berbeda dengan ibadah puasa yang dilakukan kaum Yahudi.
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ قَالَ: «لَئِنْ بَقِيتُ إِلَى قَابِلٍ لَأَصُومَنَّ التَّاسِعَ» فَمَاتَ قَبْلَ ذَلِكَ، فَإِنَّهُ ظَاهِرٌ فِي أَنَّهُ ﷺ كَانَ يَصُومُ الْعَاشِرَ، وَهَمَّ بِصَوْمِ التَّاسِعِ، فَمَاتَ قَبْلَ ذَلِكَ. ثُمَّ مَا هَمَّ بِهِ مِنْ صَوْمِ التَّاسِعِ يَحْتَمِلُ مَعْنَاهُ: أَنَّهُ لَا يَقْتَصِرُ عَلَيْهِ، بَلْ يُضِيفُهُ إِلَى الْيَوْمِ الْعَاشِرِ، إِمَّا احْتِيَاطًا لَهُ، وَإِمَّا مُخَالَفَةً لِلْيَهُودِ وَالنَّصَارَى، وَهُوَ الْأَرْجَحُ، وَبِهِ يُشْعِرُ بَعْضُ رِوَايَاتِ مُسْلِمٍ
Artinya: Dari Ibnu ‘Abbas, bahwa Nabi SAW bersabda: "Jika aku masih hidup sampai tahun depan, sungguh aku akan berpuasa tanggal sembilan." Namun beliau wafat sebelum puasa Tasu'a ini dilakukan, ini menunjukkan bahwa Rasulullah SAW memang biasa berpuasa pada tanggal 10 (Asyura), dan Nabi SAW berniat juga untuk berpuasa pada tanggal 9 Muharramnya, tetapi wafat sebelum melakukannya.
Niat Rasulullah untuk berpuasa pada tanggal 9 bisa dipahami bahwa beliau tidak hanya berniat untuk puasa tanggal 9 saja, tetapi menambahkan hari ke-9 itu bersama hari ke-10. Hal ini dilakukan sebagai bentuk kehati-hatian (ihtiyat) dalam menentukan tanggal 10 Muharram secara pasti, atau pun untuk menyelisihi kaum Yahudi dan Nasrani. Dan pendapat terakhir ini lebih kuat, sebagaimana ditunjukkan oleh sebagian riwayat Imam Muslim. (Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fathul Bari Syarh Shahih Bukhari, [Riyadh: Darus Salam, 2000 M/1421 H], juz 4, halaman 311).
Keistimewaan Puasa Tasu'a dan Asyura
Tidak hanya sekedar anjuran dari Nabi Muhammad SAW, akan tetapi puasa Tasu'a dan Asyura juga memiliki keistimewan. Di antara keistimewaan puasa Tasu'a adalah menjadi pembeda dan juga wujud identitas umat Islam dari tradisi agama lain, karena Rasulullah sendiri memang suka membedakan ritual ibadah umat Islam dengan umat Yahudi.
Dalam konteks ini, Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani menjelaskan dalam kitab Fathul Bari:
وَقَدْ كَانَ ﷺ يُحِبُّ مُوَافَقَةَ أَهْلِ الْكِتَابِ فِيمَا لَمْ يُؤْمَرْ فِيهِ بِشَيْءٍ، وَلَا سِيَّمَا إِذَا كَانَ فِيمَا يُخَالِفُ فِيهِ أَهْلَ الْأَوْثَانِ، فَلَمَّا فُتِحَتْ مَكَّةُ، وَاشْتُهِرَ أَمْرُ الْإِسْلَامِ، أَحَبَّ مُخَالَفَةَ أَهْلِ الْكِتَابِ أَيْضًا، كَمَا ثَبَتَ فِي الصَّحِيحِ، فَهَذَا مِنْ ذَلِكَ، فَوَافَقَهُمْ أَوَّلًا، وَقَالَ: «نَحْنُ أَحَقُّ بِمُوسَى مِنْكُمْ»، ثُمَّ أَحَبَّ مُخَالَفَتَهُمْ، فَأَمَرَ بِأَنْ يُضَافَ إِلَيْهِ يَوْمٌ قَبْلَهُ وَيَوْمٌ بَعْدَهُ خِلَافًا لَهُمْ
Arrinya: Rasulullah SAW dahulunya menyukai sikap menyesuaikan diri (tidak menyelisihi) dengan Ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani) dalam hal-hal yang belum ada perintah (syariat) tertentu, terutama demgan hal bertentangan dengan kebiasaan penyembah berhala.
Namun, ketika Makkah ditaklukkan (Fathul Makkah) dan Islam telah tersebar luas, maka Nabi SAW pun lebih menyukai untuk berbeda dari Ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani) sebagaimana telah diriwayatkan dalam hadis-hadis shahih. Maka peristiwa ini (yakni puasa Asyura) termasuk dari bagian itu.
Awalnya Nabi Muhammad SAW menyesuaikan diri dengan mereka, dan bersabda:
"Kami lebih berhak terhadap Musa daripada kalian." Kemudian Rasulullah lebih menyukai untuk berbeda dengan mereka (Ahli Kitab), lalu memerintahkan agar ditambahkan puasa pada hari sebelumnya dan sesudahnya, sebagai bentuk penyelisihan terhadap mereka. (Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fathul Bari Syarh Shahih Bukhari, [Riyadh: Darus Salam, 2000 M/1421 H], juz 4, halaman 311).
Untuk keutamaan puasa Asyura dapat kita lihat dari hadits yang diriwayatkan Imam Muslim berikut:
عَنْ أَبي قَتَادَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ: أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُئِلَ عَنْ صِيامِ يَوْمِ عَاشُوراءَ، فَقَالَ: يُكَفِّرُ السَّنَةَ المَاضِيَةَ. (رواه مسلم)
Artinya: Diriwayatkan dari Abu Qatadah RA, sungguh Rasulullah SAW bersabda pernah ditanya tentang keutamaan puasa hari Asyura, lalu Nabi SAW menjawab: "Puasa Asyura melebur dosa setahun yang telah lewat" (HR. Muslim).
Demikianlah penjelasan singkat terkait dalil kesunahan dan keistimewaan puasa Tasu'a dan Asyura. Semoga puasa atau ibadah lainnya yang kita lakukan di bulan Muharram ini bisa menjadi salah satu pintu untuk memulai tahun baru dengan amalan ringan tapi bernilai luar biasa, karena tidak semua amal butuh modal besar atau usaha berat. Wallahu a'lam.
Terpopuler
1
Sound Horeg Diharamkan, Ini Penjelasannya
2
Di Balik Klaim NU: Membedakan Antara Cinta dan Catut
3
Khutbah Jumat: Memaknai 2 Peristiwa Penting di Hari Asyura
4
Pondok Besuk Pasuruan: Sound Horeg Hukumnya Haram
5
Lora Ismail Jelaskan Alasan Sound Horeg Haram
6
Pendaftaran Beasiswa LPDP Batch 2 Tahun 2025 Resmi Dibuka, Berikut Ketentuannya
Terkini
Lihat Semua