• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Senin, 29 April 2024

Khutbah

Khutbah Jumat Bulan Rabiul Awwal: Makna Agung Memperingati Maulid Nabi

Khutbah Jumat Bulan Rabiul Awwal: Makna Agung Memperingati Maulid Nabi
Peringatan Maulid Nabi Muhammad memiliki sejarah panjang yang layak untuk diketahui generasi muda. (Foto: NOJ/Nu Network)
Peringatan Maulid Nabi Muhammad memiliki sejarah panjang yang layak untuk diketahui generasi muda. (Foto: NOJ/Nu Network)

Materi khutbah Jumat kali ini spesial karena bersamaan dengan masuknya bulan Rabiul Awwal atau Maulid. Bulan yang demikian istimewa karena umat Islam di belahan dunia memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW. Saat bulan ini, antusias warga demikian membanggakan untuk memastikan perayaan kelahiran Rasulullah diperingati dengan demikian marak dan penuh penghayatan. 

Teks khutbah Jumat ini juga memberikan gambaran bagaimana sejarah awal peringatan Maulid dengan beragam persepsi dan pandangan karena dianggap sebagai tradisi baru yang belum pernah dilakukan Nabi Muhammad SAW dan para sahabat. Hal tersebut untuk menambah wawasan umat Islam akan makna peringatan Maulid, sehingga semakin yakin atas tradisi yang selama ini dilakukan turun temurun.

Besar harapan naskah khutbah Jumat edisi bulan Rabiul Awwal ini akan memberikan tambahan keyakinan dan kecintaan kepada Rasulullah SAW. (Redaksi)     

 

Khutbah I

 

   الْحَمْدُ للهِ شَرَّفَ الأَنَاَمَ بِصَاحِبِ الْمَقَامِ الأعْلَى. وَكَمَّلَ السُّعُوْدَ بِأَكْرَمِ مَوْلُوْدٍ


أَشْهَدُ أنْ لاإلهَ إلاّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأشْهَدُ أنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الْمَبْعُوْثُ بِالْحُجَّةٍ الَبَالِغَةِ وَحُسْنِ الْبَيَانِ


أللّهُمَّ صَلِّي وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأصْحَابِهِ أجْمَعِيْنَ. أمَّا بَعْدُ. فَيَا عِبَادَ اللهِ أًوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ وَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. اتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوْتُنَّ اِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ

 

Jamaah Shalat Jumat Rahimakumullah

Setiap pekan dan mengawali khutbah Jumat, para khatib senantiasa mewasiatkan pesan takwa. Hal tersebut memberikan pesan bahwa takwallah atau takut kepada Allah dengan menjalankan perintah dan menjauhi yang dilarang adalah hal penting.


Dari memperkokoh takwallah, maka umat Islam akan menjadi insan terbaik lantaran dalam keadaan apa saja merasa dalam perhatian dan pantauan Allah SWT. Dengan demikian, takwallah menjadi garansi bagi setiap muslim untuk menjadi insan terbaik. Karenanya, marilah kesempatan ini kita manfaatkan untuk tadzakkur dan tafakkur, mengingat segala apa yang kita amalkan selama ini dan berusaha meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT. Semoga dengan demikian kita termasuk golongan orang-orang yang tidak lalai ingat kepada Allah, walaupun kita disibukkan dengan aktivitas jual beli dan perdagangan. Semoga kita semua dijadikan oleh Allah SWT sebagai hamba Allah yang muttaqin dan husnul khatimah, amin ya rabbal alamin.


Maasyiral Muslimin yang Berbahagia

Di bulan Rabiul Awwal yang lebih dikenal dengan bulan Maulid atau bulan kelahiran Nabi Muhammad SAW, tepatnya tanggal 12 Rabiul Awwal, biasanya kaum muslimin merayakan peringatan maulid Nabi Muhammad SAW, baik di rumah dengan mengundang tetangga dan handai taulan. Atau diadakan oleh lembaga, organisasi, masyarakat kampung dengan bentuk pengajian umum dan ceramah, ada juga dengan bakti sosial, khitanan massal, dan bentuk amal-amal shaleh lain.


Yang menjadi pertanyaan, pernakah Nabi Muhammad merayakan peringatan maulidnya? Dan sejak kapankah diadakan dan untuk apa? Lalu bagaimana hukumnya mengadakan peringatan maulid Nabi Muhammad SAW?


Jamaah Shalat Jumat Rahimakumullah

Jika menelusuri sejarah, ternyata Nabi Muhammad SAW belum pernah merayakan hari ulang tahunnya dengan upacara dan acara. Rasulullah memperingati kelahirannya dengan berpuasa. Suatu ketika Nabi Muhammad ditanya: ”Wahai rasul, mengapa engkau berpuasa hari Senin?” Rasul menjawab: “Pada hari Senin itu aku dilahirkan.”


Dengan demikian Nabi Muhammad SAW merayakannya lewat puasa yang kemudian di masyarakat kita dikenal dengan puasa weton atau puasa kelahiran. Namun sejarah tidak pernah mencatat Rasulullah merayakan Maulid dengan mengundang orang lain untuk bacaan shalawat, untu bacaan berberzanjian, dibaan dan pengajian umum. Nah, apakah kalau Nabi Muhammad SAW sahabat tidak pernah mengadakan peringatan maulid ini berarti mengada-ngada, dan apakah termasuk bid’ah?


Jamaah Jumat Rahimakumullah

Mari kita mengkaji hukum peringatan maulid Nabi Muhammad SAW. Dalam sebuah kitab yang ditulis oleh Imam Jalaluddin as-Suyuthi yang berjudul Husnul Maqasid fil Amal al-Mawalid, dijelaskan bahwa di zaman Rasulullah dan Khulafaur Rasyidin memang belum diadakan peringatan dalam bentuk upacara, shalawatan dan pengajian tentang Maulid Nabi, sehingga ada sebagian kaum muslimin yang tidak mau memperingati kelahiran dengan bentuk upacara itu. Jadi, kapan peringatan kelahiran Nabi ini mulai dilaksanakan?


Sejarah menyebutkan bahwa sejak Islam berjaya dengan menaklukkan Romawi, Persia bahkan Eropa, banyaklah orang non-muslim masuk Islam, termasuk orang-orang Salib dari Eropa. Baik karena sukarela ataupun karena terpaksa. Hal ini menimbulkan dendam kaum Nasrani, akhirnya mereka membalas dendam dengan menjajah Timur Tengah. Maka berkobarlah perang Salib. Kaum kafir membunuh orang Islam, merampas kekayaan, dijauhkan dari Islamnya, dijauhkan dari Nabinya, dijauhkan dari sejarah kejayaan Islam. Yang ditampilkan oleh penjajah di hadapan kaum muslimin adalah tokoh-tokoh kafir, tokoh-tokoh fiktif sehingga rusaklah moral anak-anak muda, hancurlah kejayaan kaum muslimin, hilang keteladanan, hingga tidak kenal kehebatan Islam.


Melihat kondisi umat yang terpuruk dan semakin jauh dari Islam, serta tidak punya semangat memperjuangkan agamanya, para ulama dan tokoh Islam mencari solusi bagaimana membangkitkan keislaman kaum muslimin dan melepaskan diri dari cengkeraman tentara salib. Di antaranya seorang raja yaitu Al-Malik Mudhaffaruddin atau Raja Himsiyyah, mengundang para ulama dan masayikh ke istana untuk bermusyawarah, bagaimana membangkitkan semangat umat Islam, membebaskan diri dari penjajah, serta menanamkan kecintaan anak muda dan muslimin kepada Rasulullah, sehingga mau meneladani beliau.


Dari musyawarah ulama tersebut akhirnya ada yang mengusulkan agar diadakan peringatan peristiwa bersejarah dalam Islam, di antaranya dengan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. Ini juga yang kemudian dikampanyekan secara besar-besaran, mengundang para penyair agar menulis syair pujian kepada Nabi, serta para ulama dan mubaligh yang bertugas menceritakan sejarah Nabi.


Al-Malik Mudhaffaruddin menanggapi usulan ini dengan antusias. Tetapi ada yang tidak setuju, dengan alasan karena peringatan seperti itu tidak pernah dikerjakan oleh Nabi, dan itu berarti itu bid’ah. Menanggapi ketidaksetujuan mereka, akhirnya dijawab oleh ulama yang hadir, bahwa dalam penjelasan tentang bid’ah itu tidak semua sesat. Menurut Imam al-Iz Abdussalam, Ibnu Atsar menjelaskan bahwa ada bid’ah dholalah dan bid’ah hasanah. Bid’ah dholalah atau sesat adalah bid’ah yang tidak ada dasar hukummnya dan tidak ada perintah sama sekali dari syariat. Sedangkan bid’ah hasanah adalah suatu amalan yang dasar perintahnya sudah ada dari Rasulullah, namun teknisnya tidak diatur langsung dan itu bukan termasuk ibadah mahdah muqayyadah atau ibadah murni yang telah ditentukan tata caranya.


Maasyiral Muslimin Rahimakumullah

Seperti sering dijelaskan bahwa ibadah itu ada dua macam. Pertama, ibadah mahdah muqayyadah yaitu ibadah murni yang tata caranya terikat dan tidak boleh diubah, karena perintah dan teknis pelaksanaannya contohkan langsung oleh Rasulullah, seperti shalat dan haji yang harus sesuai dengan apa yang dicontohkan oleh Rasul.


Kedua, ibadah muthalaqah ghairu muqayyadah, yaitu ibadah mutlaq yang tata caranya tidak terikat, perintahnya ada sedangkan teknis pelaksanaannya terserah masing-masing orang. Seperti berdzikir, perintahnya sudah ada namun teknisnya tidak ditentukan sebagaiman firman Allah SWT: 


       فَاذْكُرُواْ اللّهَ قِيَاماً وَقُعُوداً وَعَلَى جُنُوبِكُمْ

 

Artinya: Berdzikirlah kalian dalam keadaan berdiri duduk, dan berbaring. (QS an-Nisa)


Dzikir merupakan perintah, sedangkan teknisnya terserah kita, duduk, berdiri, berbaring di rumah, di masjid sendirian, bersama-sama, suara pelan ataupun dengan suara keras tidak ada batasan-batasan. Hal tersebut tergantung kepada situasi dan kondisi asal tidak melanggar ketentuan syariat. Membaca shalawat juga diperintahkan sebagaimana firman Allah SWT dalam Al-Qur’an: 


       إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً

 

Artinya: Sesungguhnya Allah dan malaikat bershalawat kepada Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu kepada Nabi dan ucapkanlah salan penghormatan kepadanya. (QS Al-Ahzab: 56).


Perintah membaca shalawat ada sedangkan teknisnya terserah kita. Boleh shalawat yang panjang, pendek, prosa, maupun syair, yang penting bershalawat kepada Rasulullah. Hal ini termasuk juga berdakwah, Allah berfirman dalam Al-Qur’an: 


ادْعُ إِلِى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ

 

Artinya: Serulah (manausia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik. (QS An-Nahl 125)

 

Berdakwahlah kamu ke jalan Allah dengan cara hikmah dan mauidhah hasanah atau wejangan yang baik. Perintahnya ada sedangkan teknis pelaksanaannya terserah kita, boleh dalam bentuk pengajian umum, pengajian rutin di masjid, ataupun media TV, media sosial, radio, koran, majalah,diskusi, maupun seminar. Semuanya dipersilakan, yang penting momentum dan misinya adalah dakwah.


Jamaah Jumat yang Mulia

Peringatan Maulid Nabi yang diisi dengan pembacaan shalawat kepada Rasul, pengajian umum, ceramah tentang kesadaran terhadap Islam, membaca sejarah Nabi, amal salih, bakti sosial, khitanan massal dan lain-lain itu merupakan ibadah mutlaqah ghairu muqayadah atau ibadah yang mutlaq dan tidak terikat tata caranya di mana perintahnya ada sedangkan pelaksanaannya terserah kita.


Maka dengan demikian, mengadakan peringatan Maulid Nabi yang diisi dengan pembacaan shlawat, pengajian umum dan perbuatan yang baik bukan termasuk bid’ah dhalalah, tapi tapi merupakan amrum muhtasan, yaitu “sesuatu yang dianggap baik” dan kalau kalau dilakukan secara ikhlas, maka akan mendapatkan pahala dari Allah SWT. Demikian juga Sayyid Alwi al-Maliki al-Hasani menjelaskan dalam kitab Mukhtashar Sirah Nabawiayah: “Bahwa memperingati Maulid Nabi bukan bid’ah dhalalah, tapi sesuatu yang baik”.

 

Maasyiral Muslimin Rahimakumullah

Akhirnya para ulama yang hadir bersama Al-Malik Mudhaffaruddin dalam pertemuan itu memutuskan bahwa peringatan Maulid Nabi Muhammad itu boleh. Kemudian Al-Malik Mudhafar sendiri langsung menyumbang 100 ekor unta dan sekian ton gandum untuk mengadakan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. Setiap daerah diundang penyair untuk membuat syair pujian dan shalawat kepada Nabi Muhammad. Kitab-kitab yang tersisa hingga sekarang di antaranya yang dikarang oleh Syekh al-Barzanji dan Syeikh Addiba’i.


Ternyata dengan diadakannya peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW ini sangat efektif untuk menyadarkan kaum Muslimin cinta kepada Rasul, sehingga seorang pemuda bernama Shalahudin al-Ayyubi menggalang anak-anak muda, dilatih fisiknya, disadarkan cinta Rasul, diajak membebaskan diri dari penjajahan tentara Salib. Akhirnya, laskar Islam bersama panglima Shalahudin al-Ayyubi, bisa memenangkan perang Salib pada tahun 580 H. Sejak tahun itulah peringatan Maulid Nabi SAW diadakan oleh negara muslim lainnya.

 


Mudah-mudahan dengan peringatan Maulid Nabi hati kita semakin cinta kepada Rasulullah SAW. Dengan cinta kepada Rasulullah, kita akan melaksanakan perintahnya dan menjauhi larangannya dan termasuk orang yang menghidupkan sunnah Rasulullah SAW. Sebagaimana sabda beliau yang artinya: “Orang-orang yang telah menghidupkan sunnahku maka dia berarti cinta kepadaku, dan orang-orang yang cinta padaku nanti akan bersamaku di surga.”


Semoga kita dikumpulkan bersama Rasulullah SAW kelak di surga, amiin ya rabbal alamin. 


أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَنِ الرَّجِيْمِ. بِِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ. إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَر فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَر


أقُوْلُ قَوْلِي هَذا وَأسْتَغْفِرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ لَِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

 

Khutbah II

 

 اَلْحَمْدُ للهِ وَكَفَى، وَأُصَلِّيْ وَأُسَلِّمُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الْوَفَا


أَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ


أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ، أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ فَقَالَ: إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا، اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ، فِيْ الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ


اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ والْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، اللهم ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَالْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالْفَحْشَاءَ وَالْمُنْكَرَ وَالْبَغْيَ وَالسُّيُوْفَ الْمُخْتَلِفَةَ وَالشَّدَائِدَ وَالْمِحَنَ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، مِنْ بَلَدِنَا هَذَا خَاصَّةً وَمِنْ بُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً، إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ


عِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ

 

KH Abdurrahman Navis Lc, Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Huda, Kota Surabaya

 


Editor:

Khutbah Terbaru