• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Rabu, 24 April 2024

Khutbah

Khutbah Jumat Pilihan: Teladan Nabi Dawud dan Ikhtiar menjadi Insan Terbaik

Khutbah Jumat Pilihan: Teladan Nabi Dawud dan Ikhtiar menjadi Insan Terbaik
Dalam bekerja hendaknya tidak semata diniatkan untuk memenuhi kebutuhan, juga berkomitmen membantu sesama. (Foto: NOJ/NU Network)
Dalam bekerja hendaknya tidak semata diniatkan untuk memenuhi kebutuhan, juga berkomitmen membantu sesama. (Foto: NOJ/NU Network)

Menjelang pertengahan bulan Sya’ban ini, ada pesan khutbah yang hendaknya diperhatikan. Bahwa kebanyakan umat Islam demikian bersemangat dalam bekerja. Hal tersebut sebagai bentuk tanggung jawab dan untuk memenuhi kebutuhan. Tentu saja hal tersebut juga diperintah dalam agama.

Akan tetapi memenuhi kebutuhan sendiri dan keluarga saja ternyata tidaklah cukup. Yang tidak kalah penting dan demikian dianjurkan adalah dengan memberikan perhatian kepada kalangan lain.

Naskah khutbah Jumat ini dapat juga dijadikan pengantar kajian keagamaan ringan dan sebagai refleksi. Materi juga dapat digandakan agar manfaatnya dirasakan kalangan lain. (Redaksi)

 

Khutbah I

 

   اَلْحَمْدُ للهِ، اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِيْ فَضَّلَنَا بِشَهْرِ رَجَبَ، وَهُوَ الَّذِيْ اصْطَفَى نَبِيَّنَا مُحَمَّدًا ﷺ الْمُجْتَبَى الْمُؤَيَّد


اَللَّهُمَّ فَصَلِّ وَسَلِّمَ وَبَارِكْ وَتَرَحَّمْ وَتَحَنَّنْ عَلَى مَنْ بِهِ تُرْجَى شَفَاعَتُهُ يَوْمَ الْمَآبِ


أَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ رَبُّ الْعِبَادِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الْمَبْعُوْثُ إِلَى سَائِرِ الْأَعَاجِمِ وَالْعَرَب


أما بعد  فَيَا عِبَادَ اللهِ، أُوْصِيْنِىْ نَفْسِيْ وَإِيَّاكُمْ بِتَقْوَى اللهِ، فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. قَالَ اللهُ تَعَالَى فِيْ كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ، بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ، سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ

 

Hadirin yang Dirahmati Allah

Pada kesempatan Jumat penuh berkah di bulan Sya’ban ini marilah kita senantiasa saling berwasiat dengan sesama, untuk meningkatkan rasa takwa kita kepada Allah Subhanahu Wa Taala. Salah satu cara untuk meningkatkan ketakwaan dan rasa kehambaan kepada Allah adalah dengan saling menganjurkan untuk bekerja. Dengan bekerja, sifat tamak kita pada pemberian orang lain, dan minta dibelaskasihi oleh orang lain dapat menjadi berkurang.  


Berkurang dalam hal ini bukan berarti kita tidak membutuhkan uluran dan bantuan sesama, sehingga kita layaknya manusia yang dikuasai oleh ego diri. Tidak demikian. Kita sebagai seorang individu, tidak akan pernah hidup sendiri. Kita senantiasa tetap membutuhkan uluran pertolongan dan kerja sama dari sejawat kita, saudara kita, teman kita, dan lain sebagainya.


Sebagaimana ini diteladankan oleh baginda Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, saat hendak melakukan dan memulai dakwah di masyarakat. Nabi pertama kalinya mencari sahabat. Sahabat untuk berbagi suka dan duka dan saling mendukung demi tegaknya kalimat Allah di muka bumi.  

 

Jamaah Jumat yang Mulia

Dengan bekerja, hati kita menjadi tenang. Fikiran kita menjadi tenang. Tenang karena tidak diliputi oleh pernik rintangan keduniaan yang menghijab seorang hamba dari melakukan penghambaan (ubudiyah) kepada Allah SWT. Rasulullah bersabda dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh sahabat Anas ibn Malik Radliyallahu ‘Anhu sebagai berikut: 


   كَادَ الْحَسَدُ أَنْ يَغْلِبَ اْلَقَدُر وَكَادَ الفَقْرُ أَنْ يَكُوْنَ كُفْرًا

 

Artinya: Hampir-hampir, penyakit hasud (iri hati) mengalahkan derajat/pangkat yang dimiliki seseorang. Dan hampir-hampir, kefakiran menghantarkan pada kekufuran.  


Kekufuran merupakan buah dari terhijabnya seseorang dari menghamba kepada Allah disebabkan mementingkan kehidupan duniawi. Seolah dunia bagaikan tuhan yang kedua baginya. Itulah sebabnya disebutkan sebagai “hampir-hampir” oleh Rasulullah. Untungnya, ada kejadian dunia yang tidak mampu ditahan oleh seorang hamba. Penyakit, menurunnya daya penglihatan, pendengaran, kekuatan, adalah bagian dari dunia yang tidak mampu dihalangi oleh seorang hamba. Sehingga karenanya, Allah tetap menjadi yang paling utama dan diutamakan dalam penghambaan.  


Jamaah yang Berbahagia

Dalam sebuah hadits hasan yang diriwayatkan oleh Ibnu Muflih dalam kitab Al-Adab al-Syar’iyyah dan disandarkan pada sahabat Abu Hurairah Radliyallahu ‘Anhu, Rasulullah bersabda: 


   من طلبَ الدُّنيا حَلالًا ، اِسْتِعْفَافًا عَنِ الْمَسْأَلَةِ ، وَسَعْيًا عَلَى أَهْلِهِ وَتَعَطُّفًا عَلَى جَارِهِ جَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَوَجْهُهُ كَالْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ وَمَنْ طَلَبَ الدُّنيا حلالًا مُكاثِرًا لَقِيَ اللَّهَ وَهُوَ عَليْهِ غَضْبَانُ

 

Artinya: Barang siapa mencari kehidupan dunia dengan jalan halal, karena niat menjaga kehormatannya dari suatu masalah, dan niat usaha menafkahi keluarganya, menyantuni tetangganya yang kekurangan, maka kelak ia akan datang di hari kiamat dengan wajah bagaikan bulan di malam purnama. Dan barang siapa mencari dunia dengan jalan halal, namun karena niat menumpuk-numpuknya, maka kelak ia akan bertemu dengan Allah dengan kondisi dibenci oleh-Nya.  


Dalam hadits di atas, Rasulullah menganjurkan bagi orang yang bekerja, yaitu agar meniatkan diri untuk mencari rezeki yang halal. Meski demikian, kita tidak boleh lupa agar membagusi niat bahwa kerjanya tersebut adalah semata untuk menjaga kehormatan diri dan agamanya, menafkahi keluarganya dari hasil kerja yang baik, serta tidak lupa untuk berderma kepada sesama.  


Ini semua berlaku untuk rezeki yang halal. Masih ada ancaman, yaitu bahwa bagi seseorang yang bekerja hanya karena niat menumpuk harta, maka kelak akan bertemu dengan Allah dengan kondisi dibenci. Barang siapa dibenci Allah, maka sudah pasti neraka tempatnya kembali.  

 

Jamaah Rahimakumullah

Perhatikan kisah berikut. Bahwa suatu ketika, Nabi Dawud Alaihis Salam pergi meninggalkan kerajaannya. Kemudian, salah satu dari pelayannya, yang dengan setia mendampingi ditanya mengenai kisah perjalanan tersebut. 


   يَا فَتَى مَا تَقُوْلُ فِى دَاوُدَ؟


Artinya: Wahai pemuda! Bagaimana pendapatmu tentang Dawud?  

 

Lantas orang yang dipanggil pemuda itu menjawab: 


   نِعْمَ اْلعَبْد هُوَ غَيْرُ أَنَّ فِيْهِ خَصْلَةً

 

Artinya: Sebaik-baik hamba. Dia memiliki sebuah pekerti yang belum pernah diketahui selama ini.  

 

Orang itu lalu bertanya: 


   وَمَا هِيَ؟  


Artinya: Apa itu?  


Pemuda itu menjawab: Suatu ketika, ia memakan harta dari baitu mal-nya kaum muslimin. Karena sebagai raja, ia boleh mendapatkan gaji darinya. Namun, ketika itu ia menerima wahyu bahwa: 'Betapa Allah Subhanahu Wa Taala mencintai seorang hamba yang makan dari hasil jerih payahnya sendiri, dari buah tangannya sendiri’ Selepas menerima wahyu itu, beliau bersegera beranjak menuju mihrab tempat ia bersujud, sembari menangis tersedu, sembari merenung dan berdoa kepada Allah SWT: 


   يَا رَبِّ عَلِّمْنِي صَنْعَةً أَعْمَلُهَا بِيَدَيَّ تُغْنِيْنِي بِهَا عَنْ بَيْتِ مَالِ الْمُسْلِمِيْنَ

 

Artinya: Wahai Tuhanku! Ajarkanlah kepadaku sebuah pekerti yang bisa aku kerjakan dengan tanganku dan mampu menghindarikan aku dari harta baitu al-malnya kaum muslimin!  

 

Lantas doa nabiyullah Dawud Alaihis Salam dikabulkan oleh Allah. Allah SWT mengilhamkan kepadanya untuk membuat baju besi dan menundukkan besi. Bahkan, di tangannya, besi yang keras dapat menjadi bubur yang siap dibentuk sesuai keinginannya. Sejak saat itu, setiap kali selesai melaksanakan tugas-tugas pemerintahannya, ia bekerja membikin baju besi, lalu dijualnya ke pasar. Hasilnya ia pergunakan untuk menghidupi dirinya dan keluarganya.  


Kisah Dawud ini kemudian diabadikan oleh Allah SWT di dalam Al-Qur’an al-Karim, surat Al-Saba [34] ayat 10-11. Allah berfirman: 


   وَلَقَدْ اٰتَيْنَا دَاوٗدَ مِنَّا فَضْلًاۗ يٰجِبَالُ اَوِّبِيْ مَعَهٗ وَالطَّيْرَ وَاَلَنَّا لَهُ الْحَدِيْدَۙ

 

Artinya: Dan sungguh, telah Kami berikan kepada Dawud karunia dari Kami. (Kami berfirman): Wahai gunung-gunung dan burung-burung, bertasbihlah berulang-ulang bersama Dawud. Dan Kami telah melunakkan besi untuknya.

 

   اَنِ اعْمَلْ سٰبِغٰتٍ وَّقَدِّرْ فِى السَّرْدِ وَاعْمَلُوْا صَالِحًاۗ اِنِّيْ بِمَا تَعْمَلُوْنَ بَصِيْرٌ


Artinya: (Yaitu) buatlah baju besi yang besar-besar dan ukurlah anyamannya; dan kerjakanlah kebajikan. Sungguh, Aku Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.  


Dalam Al-Qur’an surat al-Anbiya’ [21] ayat 80, Allah juga mengisahkan tentang pekerjaan Nabi Dawud ‘Alaihi Salam, dengan firman-Nya: 


   وَعَلَّمْنٰهُ صَنْعَةَ لَبُوْسٍ لَّكُمْ لِتُحْصِنَكُمْ مِّنْۢ بَأْسِكُمْۚ فَهَلْ اَنْتُمْ شَاكِرُوْنَ

 

Artinya: Dan Kami ajarkan (pula) kepada Dawud cara membuat baju besi untukmu, guna melindungi kamu dalam peperangan. Sudahkah kamu bersyukur (kepada Allah)?  


Gambaran dari kisah ini, menjadi penjelas bagi tema khutbah di Jumat mubarakah ini, yaitu hendaknya kita berburu rezeki yang halal. Jangan hanya yang halal, tapi yang lebih menyelamatkan. Jangan sekadar yang menyelamatkan, tapi juga harus yang membawa manfaat, untuk diri, keluarga, dan masyarakat.  


Apalah artinya rezeki yang halal, jika tidak menyelamatkan diri kita, di dunia dan akhirat. Apalah artinya rezeki yang halal, jika tidak mampu membawa manfaat. Sungguh, sebaik-baik diri seorang hamba adalah yang paling bermanfaat untuk manusia lain. 


   أَحَبُّ النَّاسِ إِلَى اللهِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ

 

Artinya: Sebaik-baik hamba di sisi Allah, adalah yang paling bermanfaat buat sesamanya.  

  

Demikian itu merupakan teladan dari Nabi. Maka sebagai umatnya, hendaknya kita meneladani kisah-kisah mulia di atas, supaya tercatat sebagai sebaik-baik hamba.

 

   أعوذ بالله من الشيطان الرجيم، بسم الله الرحمن الرحيم، لَّقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُو اللهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللهَ كَثِيرًا. بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ اْلكَرِيْمِ وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ اْلعَلِيْمُ، وَأَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم

 

Khutbah II

 

 اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ رِضْوَانِهِ


اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا أَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوا اللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا


اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ


اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَاإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ


عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ

Ustadz Muhammad Syamsudin, Pengasuh Pondok Pesantren Hasan Jufri Putri, Pulau Bawean, Kabupaten Gresik


Editor:

Khutbah Terbaru