• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Selasa, 19 Maret 2024

Metropolis

Gus Miftah: Ujian itu Dipahami dengan Hati, bukan Akal

Gus Miftah: Ujian itu Dipahami dengan Hati, bukan Akal
Gus Miftah saat menyampaikan ceramah saat Munajat & Takbiran Virtual Nasional. (Foto: NOJ/SA).
Gus Miftah saat menyampaikan ceramah saat Munajat & Takbiran Virtual Nasional. (Foto: NOJ/SA).

Surabaya, NU Online Jatim

Hari Raya Idul Adha adalah hari kemenangan umat muslim di seluruh penjuru bumi. Namun, karena masih pandemi yang tidak memungkinkan dilakukan dengan banyak orang, tetapi bisa dilaksanakan secara virtual. Sebagaimana yang dilaksanakan di Masjid Nasional Al Akbar Surabaya, Senin (19/07/2021) malam.

 

Dalam Acara Munajat & Takbiran Virtual Nasional bertema Mengetuk Pintu Langit dengan Tema Indonesia Sehat dan Bangkit, KH Miftah Maulana Habiburrahman atau Gus Miftah menyampaikan ceramah terkait spirit Idul Adha di tengah pandemi.

 

Pendakwah Milenial tersebut mengupas tuntas tentang pengorbanan Nabi Ibrahim as. yang menjadi cikal bakal sejarah pelaksanaan Hari Raya Idul Adha. Ia pun menceritakan kisah pertemuannya dengan salah seorang pendeta setelah mengisi acara di sebuah televisi.

 

Disebutkan bahwa pendeta tersebut akan masuk Islam jika menemukan jawaban rasional terkait dasar yang diyakini bahwa yang dipotong oleh Nabi Ibrahim adalah leher putranya Isma'il.

 

Mendapatkan pertanyaan demikian, Gus Miftah pun menjelaskan bahwa wahyu yang pertama kali turun adalah Iqra’.  "Iqra' itu dimensi akal atau intelektual, sedangkan bismi rabbi adalah dimensi hati atau spiritual. Maka, dalam belajar agama itu hendaknya akal yang mengikuti hati, bukan hati yang mengikuti akal," jelasnya.

 

Lebih lanjut, Gus Miftah memberikan gambaran, bahwa mencintai pun itu sebenarnya bukan dari mata turun ke hati, tapi dari hati naik ke mata. Sebab, jika cinta itu berangkat dari mata turun ke hati, maka sesungguhnya kita tidak akan pernah mencintai Allah dan Rasul-Nya lantaran tidak pernah melihatnya secara langsung.

 

“Orang buta pun bisa mencintai tanpa harus melihat pasangannya, karena cintanya itu tumbuh dari hati. Maka dari itu, tempatkanlah hatimu sebagai imam, bukan akalmu  yang menjadi pijakan atau dasar," ungkap Gus Miftah.

 

Menurut Gus Miftah, Ismail yang dikurbankan karena secara psikologi untuk mendapatkan Isma'il itu butuh perjuangan. Mengingat, Isma'il adalah satu-satunya putra yang dicintai oleh Nabi Ibrahim as. 

 

“Itu ujian kepada Nabi Ibrahim. Namun, tetap dilakukan oleh Nabi Ibrahim karena perintah tersebut diterima dengan hati, bukan dengan akal,” tutur Gus Miftah.

 

Begitu juga saat dihadapkan pada situasi pandemi seperti ini, Gus Miftah mengajak agar kita tetap taat dengan hati yang jernih meskipun secara ekonomi ada kendala. Karena dengan ketaatan kepada Allah, pemerintah, dan Ulama, jalan keluar dan rezeki akan datang dari tempat yang tidak disangka sangka.

 

"Salah satu ketaatan kita adalah mematuhi protokol kesehatan, melakukan vaksinasi dan menggelar ikhtiar batin dengan memperbanyak doa dan munajat kepadanya," pungkasnya.

 

Penulis: Sutrisno Akbar & Firdausi

Editor: A Habiburrahman


Metropolis Terbaru