Dalil Safar Bukan Bulan Sial Berdasarkan Sunah Rasulullah
Ahad, 18 Agustus 2024 | 11:00 WIB
Bulan Safar merupakan bulan kedua dalam hitungan kalender Hijriyah setelah bulan Muharram. Safar memiliki arti “sepi” atau “sunyi”. Hal ini selaras dengan kondisi masyarakat Arab yang selalu sepi pada bulan Safar.
Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan bahwa yang dimaksud "sepi" tersebut ialah dalam arti senyapnya rumah-rumah mereka (masyarakat Arab) karena orang-orang keluar meninggalkan rumah untuk perang dan bepergian.:
Sebagaimana jamak diketahui, banyak orang beranggapan dan bahkan ada yang meyakini, pada bulan safar akan terjadi musibah yang luar biasa dan akan terjadi cobaan melebihi bulan-bulan lainnya.
ADVERTISEMENT BY OPTAD
Dalam hal ini Ibnu Rajab al-Hanbali (wafat 795 H) mengatakan, bulan Safar dan bulan lainnya tidak memiliki perbedaan sama sekali. Menurutnya sebagaimana dalam bulan lain, dalam bulan Safar dapat terjadi keburukan dan kebaikan. Dengan kata lain, tidak boleh menganggap bulan Safar diyakini sebagai bulan yang dipenuhi dengan kejelekan dan musibah. Beliau menegaskan:
وَأَمَّا تَخْصِيْصُ الشُّؤْمِ بِزَمَانٍ دُوْنَ زَمَانٍ كَشَهْرِ صَفَرٍ أَوْ غَيْرِهِ فَغَيْرُ صَحِيْحٍ
ADVERTISEMENT BY ANYMIND
Artinya: “Adapun mengkhususkan kesialan dengan suatu zaman tertentu bukan zaman yang lain, seperti (mengkhususkan) bulan Safar atau bulan lainnya, maka hal ini tidak benar.”
Ibnu Rajab tidak membenarkan keyakinan seperti itu sebab semua bulan, zaman, dan tahun merupakan makhluk Allah swt, yang di dalamnya bisa saja terjadi suatu kesialan, bencana, dan musibah. Maka sangat tidak logis jika musibah hanya dikhususkan pada bulan Safar dan meniadakannya pada bulan-bulan lainnya.
ADVERTISEMENT BY OPTAD
Lebih tegas Ibnu Rajab menyatakan, barometer dari baik dan tidaknya suatu zaman tidak dilihat dari kejadian-kejadian yang terjadi di dalamnya. Menurutnya, semua zaman yang di dalamnya semua seorang mukmin menyibukkan diri dengan kebaikan, maka zaman tersebut adalah zaman yang diberkahi. Demikian pula sebaliknya. Ibnu Rajab berkata:
فَكُلُّ زَمَانٍ شَغَلَهُ المُؤْمِنُ بِطَاعَةِ اللهِ فَهُوَ زَمَانٌ مُبَارَكٌ عَلَيْهِ، وَكُلُّ زَمَانٍ شَغَلَهُ العَبْدُ بِمَعْصِيَةِ اللهِ فَهُوَ مَشْؤُمٌ عَلَيْهِ
ADVERTISEMENT BY ANYMIND
Artinya: “Setiap zaman yang orang mukmin menyibukkannya dengan ketaatan kepada Allah, maka merupakan zaman yang diberkahi; dan setiap zaman orang mukmin menyibukkannya dengan bermaksiat kepada Allah, maka merupakan zaman kesialan (tidak diberkahi).” (Zainuddin ‘Abdurrahman bin Ahmad bin Rajab al-Baghdadi ad-Dimisyqi, Lathâ-iful Ma’ârif, [Dar Ibn Hazm, cetakan pertama: 2004], halaman 81).
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan, penyebab suatu zaman tidak diberkahi oleh Allah swt adalah dikarenakan banyaknya kemaksiatan yang dilakukan manusia. Begitu juga penyebab suatu zaman bisa diberkahi apabila di dalamnya orang sibuk dengan melakukan ketaatan dan kebaikan. Karenanya sangat wajar jika pada penjelasan di atas, Ibnu Rajab menolak anggapan atau keyakinan bahwa bulan Safar dianggap sebagai bulan kesialan yang di dalamnya tidak ada keberkahan sama sekali.
Anggapan atau keyakinan tersebut sebenarnya tidak lepas dari tradisi orang Arab yang memiliki keyakinan bahwa bulan Safar merupakan bulan kesialan dan penuh cobaan. Keyakinan salah itu akhirnya mengakar dan menyebar ke mana-mana, bahkan tidak sedikit masyarakat Indonesia yang mengikutinya. Rasulullah saw pun menolak anggapan seperti itu. Rasulullah saw bersabda:
ADVERTISEMENT BY ANYMIND
لَا عَدْوَى وَلَا طِيَرَةَ وَلَا هَامَةَ وَلَا صَفَرَ، وَفِرَّ مِنَ الْمَجْذُومِ كَمَا تَفِرُّ مِنَ الْأَسَدِ
Artinya: “Tidak ada wabah (yang menyebar dengan sendirinya tanpa kehendak Allah), tidak pula tanda kesialan, tidak (pula) burung (tanda kesialan), dan juga tidak ada (kesialan) pada bulan Safar. Menghindarlah dari penyakit judzam sebagaimana engkau menghindar dari singa.” (HR al-Bukhari) (Badruddin ‘Aini, ‘Umdâtul Qâri Syarhu Shahîhil Bukhâri, [Beirut, Dârul Kutub: 2006], juz IX, halaman 409).
Syeikh Abu Bakar Syata ad-Dimyathi (wafat 1302) mengatakan, hadits di atas ditujukan untuk menolak keyakinan dan anggapan orang-orang Jahiliah yang mempercayai setiap sesuatu dapat memberikan pengaruh dengan sendirinya; baik keburukan maupun kebaikan. Selain itu juga menolak setiap penisbatan suatu kejadian kepada selain Allah. Artinya, semua kejadian yang terjadi murni karena kehendak Allah yang sudah tercatat sejak zaman azali, bukan disebabkan waktu, zaman, dan anggapan salah lainnya.” (Abu Bakar Syattha, Hâsiyyah I’ânatuth Thâlibîn, [Beirut, Dârul Kutubil ‘Ilmiah: 2003], juz III, halaman 382).
Dalil Safar Bukan Bulan Sial
Habib Abu Bakar Al-Adni dalam salah satu mengatakan, ada beberapa bukti peristiwa yang menolak keyakinan masyarakat Jahiliah atas keyakinannya yang menganggap bahwa bulan safar merupakan bulan kesialan. Penjelasan itu disampaikan Habib Abu Bakar al-Adni dalam kitab Mandzûmatu Syarhil Atsar fî Mâ Warada ‘an Syahri Shafar halaman 9.
Pertama, Rasulullah saw melangsungkan pernikahan dengan Sayyidah Khadijah pada bulan Safar. Kedua, pernikahan antara Sayyidina Ali dan Sayyidah Fatimah az-Zahra juga di bulan Safar. Ketiga, Rasulullah saw hijrah dari Makkah ke Madinah bertepatan dengan bulan Safar.
Keempat, perang pertama, yaitu perang Abwa terjadi pada bulan Safar, di mana umat Islam justru mendapatkan kemenangan telak atas kaum kafir. Kelima, pada bulan Safar juga terjadi peperangan hebat yaitu perang Khaibar, dan kemenangan diraih oleh umat Islam.
Demikian dalil-dalil penjelasan serta jawaban atas anggapan dan keyakinan sebagian masyarakat perihal mitos kesialan yang diyakini akan terjadi pada bulan Safar.
Artikel diambil dari: Bulan Safar: Latar Belakang Nama dan Mitos Kesialan di Dalamnya
Anggapan demikian tidak layak dijadikan pedoman oleh orang beriman. Sebab, dengan meyakini hal itu, justru akan berpotensi mengesampingkan Allah dengan segala otoritas-Nya, yang bisa saja memberikan pengaruh kepada siapa pun, atas persangkaannya kepada Allah swt. Semoga kita dijauhkan dari keyakinan keliru dan menyimpang dari ajaran Islam. Amin. Wallahu a’lam.
ADVERTISEMENT BY ANYMIND