Hukum Merayakan Maulid Nabi dan Amaliyah yang Dianjurkan
Selasa, 26 Agustus 2025 | 15:00 WIB
M Rufait Balya B
Kontributor
Umat Islam di Indonesia berbahagia dengan datangnya bulan Rabi’ul Awwal atau Maulid Nabi, yakni bulan kelahiran Rasulullah SAW. Hal yang melekat dari bulan tersebut adalah perayaan demikian meriah yang dilakukan umat Islam dari seluruh penjuru negeri.
Perayaan Maulid Nabi di bulan Rabi’ul Awwal mengingatkan kita akan keagungannya, keutamaan, akhlak, perjuangan, gambaran ketampanan, dan keindahan jasad mulia Nabi Muhammad. Ketika dilantunkan puji-pujian kepadanya dan jamaah maulid mulai menyebut namanya, biasanya kita terbawa suasana haru.
Hukum Merayakan Maulid Nabi
Perihal perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW ini telah dijelaskan dalam firman Allah Ta'ala Surat Yunus ayat 58, yaitu:
قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ
Artinya: “Katakanlah Muhammad, dengan anugerah Allah dan rahmat-Nya maka hanya dengan itu berbahagialah orang-orang yang beriman. Hal itu (anugerah dan rahmat-Nya) lebih baik daripada harta dunia yang mereka kumpulkan.” (QS. Yunus [10]: 58).
Merujuk penafsiran Ibnu Abbas RA, maksud anugerah Allah dalam ayat tersebut adalah ilmu, sedangkan maksud rahmat-Nya adalah Nabi Muhammad SAW. Imam as-Suyuthi meriwayatkan:
وَأَخْرَجَ أَبُو الشَّيْخِ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا فِي الْآيَةِ، قَالَ: فَضْلُ اللَّهِ الْعِلْمُ، وَرَحْمَتُهُ مُحَمَّدٌ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. قَالَ اللَّهُ تَعَالَى: وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ [الأنبياء: 107].
Artinya: “Abus Syekh meriwayatkan dari Ibnu Abbas RA berkaitan ayat 58 surat Yunus, ia berkata: ‘Anugerah Allah adalah ilmu dan rahmat-Nya adalah Nabi Muhammad SAW. Allah Ta'ala berfirman: ‘Dan tidaklah Aku mengutusmu Muhammad kecuali sebagai rahmat bagi alam semesta’.” (QS. Al-Anbiya' [21]: 107). (Abdurrahman bin al-Kamal Jallaluddin as-Suyuthi, ad-Durrul Mantsûr, [Beirut: Dârul Fikr, 1993 M], juz 4, hlm. 367).
Maka dari itu, hukum merayakan Maulid Nabi adalah diperbolehkan karena termasuk bid'ah hasanah (inovasi yang baik). Hal ini sebagaimana keterangan Imam as-Suyuthi berikut ini:
فَقَدْ وَقَعَ السُّؤَالُ عَنْ عَمَلِ الْمَوْلِدِ النَّبَوِيِّ فِي شَهْرِ رَبِيعٍ الْأَوَّلِ، مَا حُكْمُهُ مِنْ حَيْثُ الشَّرْعِ؟ وَهَلْ هُوَ مَحْمُودٌ أَوْ مَذْمُومٌ؟ وَهَلْ يُثَابُ فَاعِلُهُ أَوْ لَا؟
اَلْجَوَابُ: عِنْدِي أَنَّ أَصْلَ عَمَلِ الْمَوْلِدِ الَّذِي هُوَ اجْتِمَاعُ النَّاسِ، وَقِرَاءَةُ مَا تَيَسَّرَ مِنَ الْقُرْآنِ، وَرِوَايَةُ الْأَخْبَارِ الْوَارِدَةِ فِي مَبْدَإِ أَمْرِ النَّبِيِّ ﷺ وَمَا وَقَعَ فِي مَوْلِدِهِ مِنَ الْآيَاتِ، ثُمَّ يُمَدُّ لَهُمْ سِمَاطٌ يَأْكُلُونَهُ وَيَنْصَرِفُونَ مِنْ غَيْرِ زِيَادَةٍ عَلَى ذَلِكَ – هُوَ مِنَ الْبِدَعِ الْحَسَنَةِ الَّتِي يُثَابُ عَلَيْهَا صَاحِبُهَا، لِمَا فِيهِ مِنْ تَعْظِيمِ قَدْرِ النَّبِيِّ ﷺ، وَإِظْهَارِ الْفَرَحِ وَالِاسْتِبْشَارِ بِمَوْلِدِهِ الشَّرِيفِ.
Artinya: "Sungguh telah diajukan pertanyaan tentang perayaan Maulid Nabi pada bulan Rabi‘ul Awal: apa hukumnya menurut syariat? Apakah perayaan tersebut terpuji atau tercela? Apakah pelakunya mendapat pahala atau tidak?
Jawabannya: Menurut pendapat saya, asal dari pelaksanaan Maulid, yaitu berkumpulnya manusia, membaca ayat-ayat al-Qur’an, meriwayatkan kisah-kisah yang datang tentang permulaan atau sejarah Nabi SAW dan peristiwa-peristiwa yang terjadi saat kelahiran beliau, kemudian mereka dihidangkan makanan untuk dimakan bersama, lalu bubar tanpa adanya tambahan yang berlebihan —maka hal ini termasuk bid‘ah hasanah (inovasi yang baik). Pelakunya akan diberi pahala, karena di dalamnya terdapat pengagungan terhadap kedudukan Nabi SAW, serta menampakkan rasa gembira dan sukacita atas kelahiran beliau yang mulia." (Imam as-Suyuthi, al-Hawi lil Fatawi, [Beirut: Darul Kutub Al-Ilmiyah, 1983 M/1403 H], juz 1, hlm. 189).
Amaliyah yang Dianjurkan
Setidaknya ada empat amaliyah yang dapat dikerjakan umat Islam ketika memperingati Maulid Nabi. Dikutip dari kitab al-Hawi lil Fatawi, Imam as-Suyuthi, menjelaskan bahwa memperingati Maulid Nabi dapat dilakukan dengan berbagai cara sebagai ekspresi kebahagiaan atas kelahiran Nabi Muhammad SAW:
وَأَمَّا مَا يُعْمَلُ فِيهِ فَيَنْبَغِي أَنْ يُقْتَصَرَ فِيهِ عَلَى مَا يُفْهِمُ الشُّكْرَ لِلَّهِ تَعَالَى مِنْ نَحْوِ مَا تَقَدَّمَ ذِكْرُهُ مِنَ التِّلَاوَةِ وَالْإِطْعَامِ وَالصَّدَقَةِ وَإِنْشَادِ شَيْءٍ مِنَ الْمَدَائِحِ النَّبَوِيَّةِ وَالزُّهْدِيَّةِ الْمُحَرِّكَةِ لِلْقُلُوبِ إِلَى فِعْلِ الْخَيْرِ وَالْعَمَلِ لِلْآخِرَةِ، وَأَمَّا مَا يَتْبَعُ ذَلِكَ مِنَ السَّمَاعِ وَاللَّهْوِ وَغَيْرِ ذَلِكَ فَيَنْبَغِي أَنْ يُقَالَ: مَا كَانَ مِنْ ذَلِكَ مُبَاحًا بِحَيْثُ يَقْتَضِي السُّرُورَ بِذَلِكَ الْيَوْمِ لَا بَأْسَ بِإِلْحَاقِهِ بِهِ، وَمَا كَانَ حَرَامًا أَوْ مَكْرُوهًا فَيُمْنَعُ، وَكَذَا مَا كَانَ خِلَافَ الْأَوْلَى. انْتَهَى.
Artinya: “Adapun amalan yang dikerjakan di dalamnya (pada perayaan maulid), maka sebaiknya dibatasi hanya pada hal-hal yang menunjukkan rasa syukur kepada Allah Ta'ala, seperti yang telah disebutkan sebelumnya: 1) membaca Al-Qur’an; 2) memberi makan; 3) bersedekah; dan 4) melantunkan sebagian pujian-pujian Nabi (madā’iḥ nabawiyyah) serta syair-syair zuhud yang dapat menggugah hati untuk melakukan kebaikan dan beramal untuk akhirat."
Adapun perkara lain yang mengikuti hal tersebut, seperti mendengarkan (nyanyian/syair), hiburan, dan selainnya, dikategorikan sebagai mubah. Selama hal itu mengandung ekspresi kegembiraan pada hari (Maulid Nabi) tersebut, maka tidak mengapa digabungkan dengannya. Akan tetapi, apa yang bersifat haram atau makruh, maka wajib dicegah. Begitu pula hal-hal yang bertentangan dengan yang lebih utama (khilāf al-awlā). (Imam as-Suyuthi, al-Hawi lil Fatawi, [Beirut: Darul Kutub Al-Ilmiyah, 1983 M/1403 H], juz 1, hlm.196).
Dengan demikian hukum merayakan Maulid Nabi atau bersuka cita atas datangnya bulan Rabi'ul Awwal adalah diperbolehkan, karena ini termasuk bid'ah hasanah. Sedangkan seseorang yang merayakan Maulid Nabi akan mendapatkan pahala, selama hal-hal yang dilakukan tidak bertentangan dengan syara'. Wallahu a'lam.
Terpopuler
1
Sinergi LPBINU Jatim dan MMB SPS Unair, Bersatu Hadapi Bencana
2
Gerakan Koin sebagai Pilar Kemandirian dan Konsolidasi NU
3
Menata Ulang Relasi Kiai dan Santri Ndalem
4
20 Dai Muda Jatim Resmi Jadi Kader Kemenag RI, Siap Berdakwah di Era Digital
5
Mengenal Kudapan Jalabiya, Jajanan Tradisional Kue Manis Khas Dungkek Madura
6
LF PBNU Tetapkan 1 Rabiul Awal 1447 H Jatuh pada Senin, 25 Agustus 2025
Terkini
Lihat Semua