Opini

Menata Ulang Relasi Kiai dan Santri Ndalem

Ahad, 24 Agustus 2025 | 08:00 WIB

Menata Ulang Relasi Kiai dan Santri Ndalem

Relasi kiai dan santri dalam film Sang Kiai. (Foto: tirto.id)

Oleh: Agus Abdul Fatah Wahab *)

 

Pada setiap upaya kebaikan yang dilakukan, hawa nafsu dan setan akan senantiasa berupaya mengganggu. Ketika beribadah, pikiran sering dialihkan pada urusan dunia. Ketika bersedekah, terbersit rasa riya. Begitu pula, pada saat menasihati, muncul perasaan paling benar sendiri. Maka, benar adanya jika niat menjadi pondasi yang sangat penting dalam segala hal terutama ibadah. Niat bukan sekadar pembeda jenis ibadah, melainkan juga sebagai pengingat sekaligus pembatas yang jelas atas kelalaian yang disengaja.

 

Fenomena yang cukup memprihatinkan adalah ramainya kasus seorang santri ndalem yang menjadi semacam 'makelar' bagi kiainya. Niat awal mengabdikan diri kepada para ahli ilmu atau ulama yang tulus mengajar, memberikan teladan, dan tidak pernah menarif, justru berubah rusak akibat tergoda 'iming-iming' kesenangan duniawi sesaat.

 

Padahal, jika mampu menolak dan menahan diri dari godaan tersebut, manfaat yang diperoleh akan jauh lebih besar daripada materi yang tampak —yakni ketenangan jiwa, sebuah kemewahan yang tak ternilai dengan nominal berapa pun.

 

Lebih miris lagi, praktik ini ternyata juga terjadi pada sebagian guru-guru pesantren kita. Praktik 'Makelar Kiai' yang sudah umum dikenal adalah sebagai seseorang yang menjadwalkan agenda kiai, atau memastikan kehadiran kiai pada suatu acara, dengan meminta upah atau DP sebagai jaminan. Semua itu dilakukan tanpa konfirmasi terlebih dahulu kepada kiai yang bersangkutan. Bahkan, yang lebih parah, ada pula yang secara sepihak menentukan tarif sesuai kehendaknya sendiri.

 

Oleh karena itu, dalam rangka memperbaiki interaksi antara kiai dan santri ndalem, sekiranya perlu disusun langkah-langkah teknis prosedural. Misalnya, berkaitan dengan manajemen personalia khidmah yang berasaskan profesionalitas. Tata kelola personalia diatur dengan jelas, mulai dari penentuan job description, seleksi serta spesifikasi personel, hingga periodisasi khidmah.

 

Jika diperlukan, mekanisme pendidikan dan pelatihan khidmah juga dirumuskan. Loyalitas yang dipupuk harus selalu diiringi dengan upaya kesejahteraan lahiriyah dan batiniyah bagi santri ndalem. Transparansi pun perlu diupayakan dalam setiap urusan finansial, baik untuk kebutuhan kiai beserta keluarga, maupun organisasi kiai secara umum.

 

Selain itu, regulasi mengenai SOP sowan (bertamu kepada kiai) juga penting untuk dirumuskan. Perlu ditetapkan kepada siapa dan dengan cara bagaimana seorang kiai dapat disowani, bahkan jika perlu dibuat spesifikasi yang lebih rinci. Standar Operasional Prosedur terkait sowan mencakup hal-hal yang menurut kompas moral kiai dianggap tabu, seperti persoalan memberikan bisyaroh.

 

Sowan yang identik dengan praktik —menghaturkan permasalahan harus diatur prosedurnya, disesuaikan dengan budaya pesantren dan gaya komunikasi kiai yang beragam. Standar ini tidak hanya disampaikan di forum internal yang diikuti oleh santri atau alumni, tetapi juga di forum eksternal ketika kiai hadir mengisi kajian bersama masyarakat umum.

 

Pada akhirnya, menjadi santri ndalem sejatinya merupakan kebanggaan sekaligus kebahagiaan tersendiri. Namun, kedekatan dengan kiai bisa saja menjadi bumerang jika tidak dibentengi dengan prasangka baik terhadap sifat-sifat manusiawi seorang kiai. Ibarat nasihat pernikahan, semakin dekat dengan pasangan maka semakin tampak pula sisi ketidakindahannya. Begitu pula hubungan kiai dan santri ndalem: dekat tapi tetap harus berjarak, berjarak tapi harus senantiasa mendekat.

 

Meskipun menutup celah setan secara menyeluruh untuk merusak setiap upaya kebaikan adalah hal yang mustahil, paling tidak kita dapat berupaya mengantisipasi rusaknya amal secara lahiriyah dengan langkah-langkah nyata. Dan catatan singkat ini ditutup dengan pengingat dari Bang Napi: “Kejahatan terjadi bukan hanya karena ada niat pelakunya, tetapi juga karena ada kesempatan. Waspadalah, waspadalah!”

 

*) Pemerhati pesantren sekaligus Dewan Pengurus Pondok Pesantren Denanyar Jombang dan Pondok Pesantren Alhamdulillah, Kemadu, Rembang.