• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Kamis, 25 April 2024

Opini

Kiai, Kitab dan Musik

Kiai, Kitab dan Musik
Habib Lutfi bin Yahya menjadikan musik sebagai sarana dakwah.(Foto: NOJ/YTb)
Habib Lutfi bin Yahya menjadikan musik sebagai sarana dakwah.(Foto: NOJ/YTb)

Pro-kontra hukum musik yang beberapa waktu lalu menjadi trending memang tidak akan pernah tuntas jika hanya disorot menggunakan satu sudut pandang saja. Sebab dalam musik melibatkan banyak komponen; pemusik, penikmat musik, alat musik dan efek yang timbul dari mendengarkan musik. Alih-alih fatwa haram, justru ulama era kejayaan Islam (750-1258 M) sudah ada yang menulis kitab khusus musik; dasar, teori dan praktiknya.

 

Kiai Said Aqil Siroj mengatakan bahwa ulama besar, filsuf, teolog, dan pakar di bidang musik itu adalah Al-Farabi. Pakar ilmu alam, ilmu matematika yang bernama lengkap Abu Nasir Muhammad al-Farakh Al-Farabi (872-951 M) ini menulis kitab khusus musik berjudul al-Musiqa al-Kabir (the great book of music).

 

Di sisi lain beberapa tokoh Nahdlatul Ulama pernah mengemukakan pendapatnya terkait musik,  di antaranya adalah Kiai Achmad Siddiq. Santri kesayangan Kiai Wahid Hasyim ini memiliki kencintaan akan keindahan seni. Deretan musisi idolanya; Ummi Kultsum, Euis Darliah hingga musisi Jepang, China, Jawa hingga rocker kelas dunia seperti Michael Jackson. Bahkan di dalam rumah Kiai Achmad mengoleksi kaset bergenre rock seperti grup Smoke, Magnetic Field IV dari Jean Michael Jarre.

 

Dalam buku karya Munawar Fuad-Mastuki berjudul 'Menghidupkan Ruh Pemikiran Kiai Achmad Siddiq', menyebutkan pandangan Kiai Achmad tentang musik: “Manusia itu memiliki rasa keindahan dan seni sebagai salah satu jenis kegiatan manusia yang tidak dapat dilepaskan dari pengaturan dan penilaian agama Islam. Oleh karena itu, seni hendaknya ditingkatkan mutunya”.

 

KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur sendiri sebagai tandem Kiai Achmad Siddiq dalam kepengurusan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) juga memiliki hobi mendengarkan musik lintas genre, seperti Led Zepelin, Janis Joplin, Mozart dan Beethoven hingga lagu remang-remang dari genre musik tarling. Begitu pula Habib Lutfi bin Yahya pun memiliki kegemaran mendengarkan musik sejak kecil. Musik favoritnya ketika masih muda adalah yang bernuansa rock, selanjutnya musik pop, jaz, keroncong, dan musik klasik, yang bisa menjadi teman dalam mengisi hidup sehari-hari.

 

Habib Lutfi menuturkan dalam buku 'Kiai, Musik dan Kitab Kuning; Memahami Prinsip Universal Musik', bahwa musik harus dipahami secara komprehensif. Artinya, seni musik memiliki banyak koridor, dan perangkatnya. Karena seni itu menyangkut banyak hal dan banyak macamnya. Selain seni musik, ada seni suara, seni tari, dan lain sebagainya.

 

Habib kharismatik ini berpandangan, musik adalah universal dan menjadikan hidup lebih berwarna. Musik yang tidak diperbolehkan itu yang mendorong pendengarnya melakukan tindakan yang negatif. Contohnya, membuat syair atau lirik yang bisa merangsang kepada perempuan atau menjurus ke perbuatan mungkar. Dalam tataran lebih tinggi, musik menjadi sesuatu yang tidak diperbolehkan karena berujung lalai dan melupakan Allah SWT.

 

Musik itu universal, karena memang tidak mesti bergantung pada alat musik. Seperti suara gemericik air sungai, atau kicau burung yang merdu, maka akan terdengar sebuah alunan musik yang sangat menawan. Musik alami ciptaan Allah.

 

Universalitas musik ini juga bisa dijumpai ketika dijadikan sebagai stimulus hapalan dalam sistem pembelajaran pesantren seperti ketika mendendangkan lalaran ra’sun sirah raqabatun gulu, udzunun kuping sinnun untu, anfun irung fammun tutuk, syafatun lambe jabhatun batuk.

 

Begitu pula dalam tradisi masyarakat menyenandungkan lagu 'nina bobok' untuk anaknya tatkala akan tidur. Termasuk beberapa tembang Jawa populer untuk anak kecil seperti gundul-gundul pacul maupun lir-ilir sudah mengakar di tengah masyarakat.


Walhasil, persoalan musik ini tergantung siapa yang menggunakan dan memaknainya. Bagi yang bisa menghayati , musik akan menghantarkannya kepada rasa syukur kepada Allah. Hal ini akan berpengaruh dalam sikap hidup yang bersahaja, baik di keluarga maupun di lingkungan sosialnya.

 

Berbeda jika musik diperdengarkan di hadapan orang-orang yang tidak bisa menghayati dan memaknai, sangat mudah menjadi ajang pelampiasan emosi. Yakni menjurus ke arah hal-hal yang tidak diinginkan seperti tawuran dan mabuk-mabukan,

 

Jadi, sangat tidak tepat bilamana menimpakan semua kesalahan, kemaksiatan pada musik. Sebab prinsip musik itu sendiri sebenarnya menghibur jiwa yang lelah. Dan harus dipahami bahwa Islam tidak sempit dalam memahami persoalan musik. Contohnya, Jalaluddin Rumi, menggunakan musik sebagai sarana mendekatkan diri kepada Allah. Lewat musik, ia mencapai level tertinggi cinta pada Allah. 


Editor:

Opini Terbaru