Opini

Bot Farm: Penyesat Opini di Media Sosial

Senin, 16 Juni 2025 | 10:06 WIB

Bot Farm: Penyesat Opini di Media Sosial

Ilustrasi media sosial. (Foto: shutterstock)

Di tengah derasnya arus digitalisasi dan kemajuan teknologi informasi, media sosial menjadi salah satu medan paling strategis dalam pembentukan opini publik. Namun di balik kemudahan dan kecepatan arus informasi itu, tersimpan ancaman tersembunyi yang kian masif dengan keberadaan bot farm.

 

Bot farm bukan sekadar jaringan akun palsu, tetapi mesin algoritmik dan sistematis yang dapat mengendalikan narasi sosial, menggiring opini publik, hingga memecah belah umat tanpa disadari penggunanya. Dalam konteks ini, kecerdasan bermedia sosial menjadi kebutuhan mutlak agar umat tidak menjadi korban manipulasi digital yang membungkus kebatilan dalam gemerlap viralitas.

 

Mengungkap Tabir Bot Farm dan Bahayanya

Bot farm adalah sekumpulan akun media sosial yang dikendalikan oleh sistem otomatis (bot) atau operator manusia, dengan tujuan utama menggiring opini, menyebarkan disinformasi, atau memviralkan isu-isu tertentu. Bot-bot ini didesain menyerupai pengguna asli: memiliki nama, foto, komentar, bahkan interaksi yang terlihat manusiawi. Padahal, semuanya adalah rekayasa.

 

Serangan opini melalui bot farm sangat berbahaya karena menciptakan illusion of consensus, yaitu ilusi bahwa banyak orang menyuarakan hal yang sama, padahal hanya jaringan bot yang aktif mengulang narasi tertentu. Keberadaannya kerap digunakan oleh oknum politikus, kelompok ideologi ekstrem, hingga entitas asing untuk mengendalikan persepsi publik.

 

Dalam banyak kasus, bot farm menyebarkan hoaks, fitnah, dan ujaran kebencian secara masif, hingga mampu mematikan karakter tokoh-tokoh tertentu. Mereka bekerja sistematis, menyerang dalam waktu bersamaan, sehingga memunculkan efek viral yang sulit dikendalikan. Maka masyarakat yang tidak paham cara kerja bot farm akan mengira bahwa apa yang mereka lihat adalah suara rakyat, padahal sejatinya itu hasil manipulasi.

 

Dalam Islam, segala bentuk manipulasi yang merusak tatanan sosial adalah kezaliman. Allah SWT berfirman:

 

﴿وَلَا تَلْبِسُوا الْحَقَّ بِالْبَاطِلِ وَتَكْتُمُوا الْحَقَّ وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ﴾

 

Artinya: "Dan janganlah kamu campuradukkan antara kebenaran dengan kebatilan dan kamu sembunyikan kebenaran, padahal kamu mengetahuinya." (QS. Al-Baqarah: 42)

 

Ayat ini menegaskan bahwa menyamarkan kebenaran dengan kebatilan adalah tindakan tercela. Maka keberadaan bot farm yang sengaja menggiring opini palsu adalah bentuk pencampuradukan antara hak dan batil yang wajib ditolak.

 

Literasi Digital dan Kecerdasan Bermedsos dalam Islam

Dalam menghadapi era digital, masyarakat tidak cukup hanya diajarkan cara menggunakan media sosial, tetapi juga harus memahami adab dan etika dalam bermedia. Kecerdasan bermedia bukan hanya tentang kemampuan teknis, melainkan tentang akhlak, integritas, dan kemampuan membedakan kebenaran dari kepalsuan.

 

Islam telah mengajarkan prinsip utama dalam menyikapi informasi: tabayyun, yakni verifikasi atau klarifikasi. Dalam Al-Qur’an disebutkan:

 

﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِن جَاءَكُمْ فَاسِقٌۢ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَن تُصِيبُوا قَوْمًۭا بِجَهَـٰلَةٍۢ فَتُصْبِحُوا عَلَىٰ مَا فَعَلْتُمْ نَـٰدِمِينَ﴾

 

Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman! Jika datang kepada kalian orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kalian tidak menimpakan musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kalian menyesal atas perbuatan itu." (QS. Al-Hujurat: 6)

 

Kecerdasan bermedia sosial adalah wujud dari tabayyun itu sendiri. Orang yang cerdas tidak menyebarkan informasi hanya karena emosi, fanatisme, atau karena viral. Ia akan bertanya: siapa sumbernya? Apa tujuannya? Siapa yang diuntungkan dan siapa yang dirugikan?

 

Rasulullah SAW bersabda:

 

«كَفَى بِالْمَرْءِ كَذِبًا أَنْ يُحَدِّثَ بِكُلِّ مَا سَمِعَ»

 

Artinya: "Cukuplah seseorang dianggap pendusta jika ia menyampaikan segala yang didengarnya." (HR. Muslim)

 

Hadits ini menegaskan bahwa menyebarkan informasi tanpa klarifikasi adalah bagian dari kebohongan. Maka siapa pun yang menyebarkan narasi dari bot farm tanpa melakukan pengecekan, sesungguhnya ia telah ikut berkontribusi dalam menyebarkan kedustaan di muka bumi.

 

Etika Bermedia dan Ketahanan Sosial Umat

Masyarakat yang cerdas bermedia sosial tidak akan mudah terjebak dalam ilusi viralitas. Ia tahu bahwa yang viral belum tentu benar, dan yang sunyi belum tentu salah. Karena kebenaran dalam Islam tidak ditentukan oleh jumlah suara, melainkan oleh landasan ilmu dan kejujuran. Oleh karena itu, pengguna media sosial harus mengedepankan adab dan adil dalam bermedia.

 

Rasulullah SAW bersabda:

 

«مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ، فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ»

 

Artinya: "Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata baik atau diam." (HR. Bukhari dan Muslim)

 

Dalam konteks media sosial, hadits ini menuntut kita untuk berpikir sebelum berkomentar, menahan diri sebelum menyebarkan, dan berakhlak dalam berinteraksi digital. Jangan sampai media sosial menjadi tempat penyebaran kebencian, adu domba, dan kezaliman digital yang justru merusak ukhuwah Islamiyah.

 

Bot farm akan terus tumbuh selama ada pasar pengguna yang lemah literasi. Maka membangun ketahanan sosial digital adalah tanggung jawab kolektif: dari keluarga, lembaga pendidikan, organisasi keagamaan, hingga negara. Ketahanan ini hanya akan kuat jika setiap individu memiliki kesadaran untuk tidak menjadi kaki tangan kebatilan, baik secara sadar maupun tidak sadar.

 

Allah SWT menegaskan:

 

﴿وَقُلْ جَآءَ ٱلْحَقُّ وَزَهَقَ ٱلْبَـٰطِلُ ۚ إِنَّ ٱلْبَـٰطِلَ كَانَ زَهُوقًۭا﴾

 

Artinya: "Dan katakanlah: Kebenaran telah datang, dan yang batil telah lenyap. Sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap." (QS. Al-Isra’: 81)

 

Penutup

Di zaman yang penuh disinformasi ini, setiap Muslim dituntut untuk menjadi penjaga akal dan akhlaknya. Media sosial hanyalah alat; kitalah yang menentukan apakah ia menjadi ladang amal atau justru ladang fitnah. Setiap status, komentar, dan unggahan kita akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat.

 

Allah SWT berfirman:

﴿مَّا يَلْفِظُ مِن قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ﴾

 

Artinya: "Tiada suatu kata pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu siap mencatat." (QS. Qaf: 18)

 

Oleh karena itu, mari kita waspada terhadap bot farm dan segala bentuk manipulasi digital. Jadikan media sosial sebagai sarana menyebarkan kebaikan, meneguhkan kebenaran, dan merawat persaudaraan. Jangan biarkan diri kita menjadi alat kebatilan hanya karena lalai atau tidak paham. Dalam jihad melawan disinformasi ini, senjata terbaik kita adalah ilmu, adab, dan kejujuran.

 

Semoga Allah menjadikan kita termasuk orang-orang yang jujur dalam perkataan dan perbuatan, serta dijauhkan dari fitnah zaman yang mengaburkan antara yang hak dan yang batil.