Menjaga Marwah Kemerdekaan: Antisipasi ‘Sound Horeg’ Jilid 2
Sabtu, 9 Agustus 2025 | 13:00 WIB
Abdul Wasik
Penulis
Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Surat Edaran Gubernur Jawa Timur terkait pelarangan “sound horeg” menjadi tonggak penting dalam menjaga moralitas publik. Namun, perhatian kita tidak boleh berhenti di sana. Sebab, menjelang peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-80 RI, potensi kemaksiatan dalam balutan euforia nasional kembali mengintai. Acara yang seharusnya menjadi simbol rasa syukur dan cinta Tanah Air justru sering kali diisi dengan hal-hal yang mencederai nilai perjuangan dan ajaran agama.
Kita menyaksikan setiap tahunnya: pawai karnaval dipenuhi peserta dengan pakaian tidak pantas, joget liar yang mengundang sorakan, hingga iringan musik remix dengan lirik yang jauh dari etika. Bahkan, kostum nyeleneh seperti ala pocong, waria, hingga dandanan yang menyerupai lawan jenis menjadi tontonan terbuka. Ironisnya, sebagian aksi ini bukan hanya dibiarkan, tetapi difasilitasi oleh panitia resmi atau pemerintah lokal atas nama “hiburan rakyat”.
Islam mengajarkan bahwa mencintai Tanah Air adalah bagian dari iman (hubbul wathan minal iman). Para ulama menegaskan bahwa menjaga kehormatan bangsa termasuk bagian dari amanah keislaman. Oleh sebab itu, segala bentuk perayaan yang justru membuka aurat, mempertontonkan tubuh, atau bertingkah laku yang meniru lawan jenis, bertentangan langsung dengan perintah Allah. QS. An-Nūr: 31 dan QS. Al-Aḥzāb: 59 secara tegas memerintahkan agar umat Islam menjaga pandangan dan menutup aurat, sementara hadits sahih riwayat Bukhari melarang keras laki-laki menyerupai perempuan dan sebaliknya.
Perayaan kemerdekaan sejatinya menjadi ajang edukatif, bukan pelampiasan syahwat atau kelucuan yang menertawakan nilai perjuangan. Para pejuang dahulu gugur dengan darah dan air mata, bukan dengan dentuman musik remix atau goyangan panggung. Maka, mempertontonkan gaya hidup yang bertentangan dengan nilai agama dalam momen sakral ini adalah bentuk ketidakadaban atas jasa mereka. Jangan sampai kemerdekaan yang diraih dengan perjuangan lahir dan batin ini justru diperingati dengan cara yang melecehkan nilai luhur bangsa.
Sebaliknya, masyarakat perlu diajak untuk merayakan kemerdekaan secara lebih substantif. Dalam perspektif Islam, mengisi hari-hari menjelang dan sesudah 17 Agustus bisa dilakukan dengan kegiatan religius seperti khotmil Qur’an, pengajian kemerdekaan, dzikir dan doa lintas iman, serta santunan untuk anak yatim atau veteran perjuangan. Ini adalah bentuk syukur atas nikmat kemerdekaan yang Allah karuniakan kepada bangsa ini, sekaligus sarana mendidik generasi muda agar tidak melupakan akar spiritual bangsanya.
Dalam aspek sosial budaya, semangat perayaan HUT RI dapat diwujudkan melalui pawai adat, lomba seni tradisional, pertunjukan hadrah, pencak silat, atau drama perjuangan yang menceritakan sejarah lokal tanpa melanggar norma agama. Kreativitas tidak harus meniru gaya barat atau bergaya liar. Justru dengan menampilkan budaya daerah yang sopan dan mendidik, masyarakat bisa sekaligus memperkuat identitas kebangsaannya dalam bingkai kesantunan.
Selain itu, berbagai lomba rakyat seperti panjat pinang, tarik tambang, balap karung, lomba adzan anak, cerdas cermat kebangsaan, hingga lomba video dokumenter perjuangan, bisa menjadi ruang yang menyenangkan sekaligus mencerdaskan. Lomba bukan hanya ajang hiburan, tetapi sarana pendidikan karakter, penanaman nilai sportifitas, serta pembelajaran tentang kerja sama dan semangat gotong royong.
Pemerintah daerah, dari provinsi hingga RT/RW, perlu mengeluarkan panduan teknis perayaan HUT RI yang memuat batasan moral dan nilai etika. Instruksi pelarangan hiburan liar, penampilan tidak sopan, dan kostum yang tidak pantas harus ditegakkan. Tentu saja, ini harus dibarengi dengan pendekatan persuasif dan edukatif yang melibatkan tokoh agama, tokoh adat, dan pegiat komunitas. Media massa dan media sosial juga mesti ambil bagian menyuarakan kampanye moral ini.
Baca Juga
Semarak Agustusan: Mengapa Harus Bijak?
Bangsa ini dibangun di atas nilai-nilai pengorbanan, spiritualitas, dan keberanian. Maka sudah semestinya kita rayakan kemerdekaan dengan penuh kehormatan. Mari kita jadikan HUT RI sebagai momentum memperkuat iman, mempererat persaudaraan, dan memperkokoh kepribadian bangsa. Jangan biarkan marwah perjuangan ini dinodai oleh goyangan panggung dan kostum yang mempermalukan martabat bangsa.
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Mengisi Bulan Kemerdekaan dengan Meneladani Pahlawan
2
Sejarah dan Hukum Hormat Bendera Merah Putih dalam Pandangan Islam
3
Muslimat NU Kota Pasuruan Siap Garda Terdepan Berdayakan Perempuan dan Anak
4
Teken MoU, PBNU Lanjutkan Kerja Sama dengan Pemerintah Australia
5
Prabowo Sebut Stok Cadangan Beras Indonesia Terbesar Sepanjang Sejarah
6
Meriahkan HUT ke-80 RI, MWCNU di Sumenep Buka Stand UMKM Karya Seni
Terkini
Lihat Semua