Jakarta, NU Online Jatim
Kongres XVI Fatayat NU akan digelar di Jakabaring Sport City (JSC) Palembang, Sumatera Selatan 14-17 Juli 2022. Dalam acara tersebut, Margaret Aliyatul Maimunah dan Ai Maryati Sholihah menjadi kandidat Ketua Umum Fatayat NU periode 2022-2027.
Dua kandidat ini akan berkompetisi untuk meraih dukungan para peserta Kongres. Keduanya memiliki gagasan dan program yang sudah disiapkan apabila nantinya terpilih sebagai Ketum PP Fatayat NU.
ADVERTISEMENT BY OPTAD
Margaret Aliyatul Maimunah dan Ai Maryati Sholihah masuk menjadi kandidat Ketua Umum Fatayat Nahdlatul Ulama (NU) periode 2022-2027. Agenda pergantian pimpinan pusat organisasi pemudi NU ini bakal berlangsung pada Kongres XVI Fatayat NU di Jakabaring Sport City (JSC) Palembang, Sumatera Selatan 14-17 Juli 2022.
Masing-masing kandidat membawa komitmen untuk membuat terobosan baru dalam organisasi. Seperti Margaret, ia mengatakan alasan ia siap menjadi ketum Fatayat NU karena merasa terpanggil untuk lebih berkecimpung dalam program strategis Fatayat NU bagi kemaslahatan umat.
ADVERTISEMENT BY ANYMIND
“Saya memiliki keterbatasan wewenang, berbeda dengan ketum sebagai pemegang kebijakan utama. Sehingga, saya yang saat ini sudah menjadi sekum (sekretaris umum), terdorong untuk menjadi ketum. Harapannya ingin berbuat lebih,” ungkapnya dalam video wawancara di kanal YouTube TVNU, Selasa (12/7/2022).
Sedikitnya, terdapat tiga gagasan utama yang ia bawa untuk maju mencalonkan diri menjadi ketum selama 5 tahun ke depan. Pertama, penguatan sistem kaderisasi. Perempuan asal Jombang ini mengaku ingin menguatkan sistem kaderisasi dalam tubuh Fatayat NU.
ADVERTISEMENT BY OPTAD
Menyoal itu, putri dari Allahuyarham KH Mohammad Faruq Jombang itu menilai perlu ada upaya yang lebih masif terkait kaderisasi. Kaderisasi, sambungnya, merupakan ruh dari organisasi.
“Melalui ini kita bisa membuat kader memahami organisasinya, bergerak untuk penguatan organisasinya, meningkatkan komitmen sehingga bisa membentuk kader yang militan,” jabarnya.
ADVERTISEMENT BY ANYMIND
Kedua, penguatan sebagai sumber rujukan keislaman, utamanya pada kajian anak dan perempuan. Ia berpendapat, perlu adanya penguatan terkait beberapa isu perempuan dan anak terkini yang dapat dikaji melalui forum bahtsul masail. Hal tersebut, lanjut dia, dinilai dapat menguatkan peran Fatayat NU sebagai rujukan terkait isu terkait.
“Kita hampir tidak pernah ada bahtsul masail untuk beberapa isu perempuan era kekinian yang itu perlu ditelaah dari perspektif kekinian. Ini penting selanjutnya menguatkan kembali Fatayat menjadi sumber rujukan Islam terkait perempuan dan anak,” katanya.
Ketiga, penguatan pemanfaatan teknologi informasi. Perempuan yang juga Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) 2017-2022 itu mengatakan bahwa penting bagi Fatayat untuk bisa memanfaatkan teknologi informasi dengan baik. Hal ini diyakininya bakal memuluskan prosesi syiar dakwah yang akan disampaikan.
ADVERTISEMENT BY ANYMIND
“Pemanfaatan teknologi digital, arahnya adalah mendorong media fatayat. Hal lain lagi yang juga menjadi concern adalah terkait Fatayat sebagai sumber pengetahuan Islam,” katanya.
Magister jebolan Universitas Indonesia (UI) di bidang Program Studi Kajian Wanita itu menegaskan, beberapa perhatian tersebut tak lantas mengesampingkan program-program lain yang telah dikawal Fatayat selama ini.
“Bukan berarti isu perempuan terkait kemandirian ekonomi, kesehatan reproduksi, dakwah itu ditinggalkan. Apa yang sudah dilakukan Fatayat saat ini lakukan bisa kita jaga untuk terus dilanjutkan, tetapi kita melakukan penguatan di beberapa isu yang disampaikan,” pungkasnya.
Sementara Ai Maryati Solihah, memiliki konsen terhadap reorganisasi sumber daya manusia (SDM) yang dimiliki Fatayat NU. Ia menuturkan, reorganisasi yang efektif pada tubuh Fatayat NU diyakininya akan menciptakan tatanan yang dinamis sehingga Fatayat bisa terlibat dalam perumusan kebijakan strategis, utamanya menyangkut kajian anak dan perempuan.
“Membutuhkan reorganisasi di dalam menciptakan dalam tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara. Memastikan kader Fatayat bisa masuk dan terlibat dalam positioning strategis,” ungkap Ai.
Hal tersebut, lanjut Ai, bisa terwujud melalui optimalisasi peran Fatayat NU sebagai organisasi sosial keagamaan. Selain itu, rencana reorganisasi yang diusung juga diharapkan bisa membawa peningkatan indeks pembangunan manusia.
“Dengan optimalisasi peran organisasi dan menuju pada peningkatan indeks pembangunan manusia seutuhnya di Indonesia,” paparnya.
“Peningkatannya adalah bukan hanya agent social change tetapi pada guidening, pendampingan. Di Fatayat ini kami menyiapkan perangkatnya. Saya punya harapan dan optimisme kader Fatayat NU mewujudkan citra diri Fatayat dan menjadi keluarga besar NU,” ungapnya.
Kontributor: Nuriel Shiami Indiraphasa
Editor: Muhammad Faizin
ADVERTISEMENT BY ANYMIND