Menimbang Legalisasi Kasino di Indonesia: Pelajaran dari Negara-Negara Muslim
Rabu, 21 Mei 2025 | 21:00 WIB
Wacana legalisasi kasino di Indonesia kembali menyeruak ke ruang publik, memantik perdebatan hangat di tengah masyarakat yang mayoritas beragama Islam. Sebagian kalangan menilai bahwa legalisasi perjudian secara terbatas, khususnya dalam bentuk kasino, dapat memberikan kontribusi ekonomi yang signifikan.
Mereka berargumen bahwa potensi pemasukan pajak, penyerapan tenaga kerja, dan peningkatan daya tarik pariwisata, bisa menjadi insentif kuat untuk mengesahkan praktik ini di wilayah tertentu. Namun, perjudian dalam Islam tergolong perbuatan haram yang dikecam keras dalam berbagai ayat dan hadits.
Dalam konteks Indonesia sebagai negara yang menjunjung nilai-nilai agama dan moral publik, dilema ini pun tak mudah dipecahkan. Untuk itu, artikel ini mencoba menimbang isu legalisasi kasino di Tanah Air dengan membandingkan praktik yang terjadi di sejumlah negara mayoritas Muslim seperti Uni Emirat Arab (UEA), Malaysia, Turki, dan Maroko, sebagai bahan refleksi dan pertimbangan kebijakan yang lebih arif.
ADVERTISEMENT BY OPTAD
Perjudian dalam Islam dan Konsekuensi Moral
Dalam perspektif Islam, perjudian atau maisir jelas dilarang. Al-Qur’an secara eksplisit menyatakan bahwa judi merupakan bagian dari perbuatan keji yang berasal dari godaan setan. Allah SWT berfirman dalam surah Al-Ma’idah ayat 90:
"يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالأَنْصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ"
ADVERTISEMENT BY ANYMIND
Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya khamr, judi, berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji dari pekerjaan setan. Maka jauhilah itu agar kamu beruntung."
Para ulama dari mazhab Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali kompak mengharamkan judi dalam segala bentuknya, baik tradisional maupun modern seperti kasino. Selain menyebabkan kerugian harta, judi juga melahirkan kecanduan, menciptakan ketimpangan sosial, hingga merusak keharmonisan keluarga dan masyarakat.
ADVERTISEMENT BY OPTAD
Maka, wajar bila resistensi masyarakat terhadap legalisasi kasino sangat tinggi, terlebih di negeri yang menjadikan Pancasila dan nilai-nilai agama sebagai pijakan utama kehidupan bernegara.
Baca Juga
Qarun dan Kemiskinan Kultural
Kompromi Negara Muslim: Antara Norma Agama dan Realitas Ekonomi
Beberapa negara Muslim memilih pendekatan kompromi antara norma agama dan pertimbangan ekonomi dalam menyikapi perjudian. Uni Emirat Arab (UEA), misalnya, merupakan negara yang dikenal sangat konservatif dalam hal budaya dan hukum syariah. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, UEA mulai membuka pintu bagi legalisasi perjudian terbatas.
ADVERTISEMENT BY ANYMIND
Tahun 2023, UEA bahkan membentuk General Commercial Gaming Regulatory Authority (GCGRA), sebuah badan pengatur perjudian nasional. Kota Ras Al Khaimah sedang membangun kasino raksasa bekerja sama dengan perusahaan Amerika Wynn Resorts. Namun yang menarik, akses kasino dibatasi ketat hanya untuk warga asing. Warga lokal yang mayoritas muslim tetap dilarang berjudi. Dengan model seperti ini, UEA mencoba mengakomodasi kepentingan global tanpa harus merusak norma internal masyarakat.
Hal serupa terjadi di Malaysia. Negara ini mengizinkan kasino secara terbatas di kawasan Genting Highland. Kasino tersebut hanya diperbolehkan untuk non-muslim, sementara bagi muslim, pemerintah menerapkan hukum syariah yang melarang keras segala bentuk perjudian.
Dalam konteks ini, Malaysia menjalankan sistem hukum ganda —hukum sipil untuk umum dan hukum syariah untuk warga muslim. Strategi ini memungkinkan negara meraih pemasukan ekonomi tanpa mengabaikan aspirasi mayoritas muslim.
ADVERTISEMENT BY ANYMIND
Adapun Turki pernah memiliki kasino legal hingga tahun 1998, namun pemerintah kemudian menutup seluruhnya karena terbukti menjadi sarang korupsi dan pencucian uang. Sebaliknya, Maroko masih mempertahankan kasino dengan regulasi ketat dan membatasi aktivitasnya di wilayah-wilayah wisata seperti Marrakech dan Casablanca. Meski mayoritas warga Maroko beragama Islam, negara ini bersifat lebih sekuler dalam aspek hukum publik, sehingga mempertahankan kasino sebagai bagian dari industri pariwisata.
Refleksi Konteks Indonesia: Peluang dan Tantangan
Indonesia memiliki karakter sosial yang sangat berbeda dari negara-negara muslim yang telah disebutkan. Meski tidak memberlakukan hukum Islam sebagai sistem negara, nilai-nilai agama sangat kuat memengaruhi kebijakan publik. Pengalaman masa lalu seperti SDSB (Sumbangan Dana Sosial Berhadiah) di era Orde Baru menunjukkan bahwa kebijakan yang berbau judi akan berujung pada penolakan keras dari masyarakat.
SDSB yang awalnya dilegalkan demi pemasukan negara, akhirnya ditutup setelah gelombang protes besar dari ormas dan tokoh agama. Maka jika legalisasi kasino kembali diusulkan, besar kemungkinan akan menimbulkan konflik sosial, bahkan potensi instabilitas politik.
Dari sisi hukum, Undang-Undang di Indonesia secara tegas melarang perjudian. Pasal 303 KUHP menyebutkan bahwa siapa pun yang menyediakan tempat atau sarana untuk judi dapat dipidana. Jika ingin dilegalkan, pemerintah harus merevisi UU dan menyiapkan regulasi khusus, yang pasti akan memicu perdebatan sengit di parlemen dan masyarakat sipil.
Di sisi lain, daya tarik ekonomi yang ditawarkan oleh kasino memang menggoda, terutama jika dikaitkan dengan wilayah pariwisata seperti Batam, Bali, atau daerah khusus ekonomi lainnya. Namun perlu diingat bahwa manfaat ekonomi tidak boleh menutup mata dari dampak moral dan sosial yang dapat terjadi. Kecanduan, kemiskinan struktural, hingga konflik dalam keluarga bisa menjadi bom waktu yang menghancurkan tatanan sosial.
Penutup
Wacana legalisasi kasino di Indonesia perlu ditimbang secara hati-hati dengan mempertimbangkan berbagai aspek, bukan hanya keuntungan ekonomi jangka pendek. Pengalaman negara-negara Muslim seperti UEA, Malaysia, Turki, dan Maroko menunjukkan bahwa legalisasi kasino memerlukan pengaturan yang sangat ketat, segmentasi yang jelas antara warga Muslim dan non-Muslim, serta kesiapan sistem hukum yang kuat. Namun, dalam konteks Indonesia yang berlandaskan Pancasila dan menjunjung tinggi nilai-nilai agama, jalan tersebut bukanlah pilihan yang tepat.
Alih-alih melegalkan kasino, Indonesia sebaiknya memperkuat sektor ekonomi yang berbasis pada nilai-nilai luhur bangsa dan agama. Pengembangan industri halal, wisata religi, produk UMKM berbasis syariah, dan penguatan sistem zakat serta wakaf produktif adalah solusi jangka panjang yang lebih sesuai dengan jati diri bangsa. Negara tidak perlu menggadaikan moral masyarakat demi pendapatan negara. Justru dengan meneguhkan nilai-nilai kebaikan, Indonesia akan tumbuh menjadi bangsa yang maju secara ekonomi sekaligus bermartabat secara spiritual.
*) Ketua Lembaga Ta’lif wan-Nasyr Nahdlatul Ulama (LTNNU) Kraksaan, Tim Media Masjid Agung Ar-Raudlah Kraksaan dan Koordinator Divisi Informasi dan Komunikasi (Infokom) Pengurus Pusat Majelis Terapis Nusantara (PP Mantra).
ADVERTISEMENT BY ANYMIND