• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Jumat, 26 April 2024

Keislaman

Alasan Hari Jumat Harus Diperlakukan Istimewa

Alasan Hari Jumat Harus Diperlakukan Istimewa
Jumat disebut hari istimewa karena aneka keagungan yang terkandung di dalamnya. (Foto: NOJ/NU Network)
Jumat disebut hari istimewa karena aneka keagungan yang terkandung di dalamnya. (Foto: NOJ/NU Network)

Dalam Islam, hari Jumat tergolong unik. Dari segi penamaan, pilihan nama Jumat berbeda dari nama-nama hari lain. Kata Jumat dalam Qamus al-Lughah al-Arabiyah al-Ma'ashir dapat dibaca dalam tiga bentuk: Jumuah, Jumah, dan Jumaah, yang berarti berkumpul. Sementara hari-hari lain memiliki makna yang mirip dengan urutan angka hari dalam sepekan: Ahad (hari pertama), isnain (hari kedua),  tsulatsa (hari ketiga), arbi’a (hari keempat) dan khamis (hari kelima), serta sabt yang berakar kata dari sab’ah (hari ketujuh).    


Pada masa Arab jahiliyah nama-nama hari terdiri dari Syiyar (Sabtu), Awwal (Ahad), Ahwan (Senin), Jubar (Selasa), Dubar (Rabu), Mu’nis (Kamis), dan ‘Arubah (Jumat). Nama-nama tersebut kemudian diubah dengan datangnya Islam. Dan Rasulullah tidak hanya melakukan revolusi moral, tapi juga revolusi bahasa. Kata-kata dianggap kurang tepat dimaknai ulang sehingga sesuai dengan nilai-nilai Islam. 


Di kalangan masyarakat Arab jahiliyah, ‘Arubah merupakan momentum untuk menampilkan kepongahan, kebanggaan, berhias, dan semacamnya. Dalam Islam ‘Arubah berubah menjadi Jumu‘ah yang mengandung arti berkumpul. Tentu saja lebih dari sekadar berkumpul, karena dalam syariat, Jumat mendapatkan julukan sayyidul ayyâm atau rajanya hari. Dengan kata lain, Jumat menduduki posisi paling utama di antara hari-hari lainnya dalam sepekan.    


Al-Imam al-Syafi’i dan al-Imam Ahmad meriwayatkan dari Sa’ad bin ‘Ubadah sebuah hadits:


   سَيِّدُ الْأَيَّامِ عِنْدَ اللهِ يَوْمُ الْجُمُعَةِ وَهُوَ أَعْظَمُ مِنْ يَوْمِ النَّحَرِ وَيَوْمُ الْفِطْرِ وَفِيْهِ خَمْسُ خِصَالٍ فِيْهِ خَلَقَ اللهُ آدَمَ وَفِيْهِ أُهْبِطَ مِنَ الْجَنَّةِ إِلَى الْأَرْضِ وَفِيْهِ تُوُفِّيَ وَفِيْهِ سَاعَةٌ لَا يَسْأَلُ الْعَبْدُ فِيْهَا اللهَ شَيْئًا إِلَّا أَعْطَاهُ إِيَّاهُ مَا لَمْ يَسْأَلْ إِثْمًا أَوْ قَطِيْعَةَ رَحِمٍ وَفِيْهِ تَقُوْمُ السَّاعَةُ وَمَا مِنْ مَلَكٍ مُقّرَّبٍ وَلَا سَمَاءٍ وَلَا أَرْضٍ وَلَا رِيْحٍ وَلَا جَبَلٍ وَلَا حَجَرٍ إِلَّا وَهُوَ مُشْفِقٌ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ


Artinya: Rajanya hari di sisi Allah adalah hari Jumat. Ia lebih agung dari pada hari raya kurban dan hari raya Fitri. Di dalam Jumat terdapat lima keutamaan. Pada hari Jumat Allah menciptakan Nabi Adam dan mengeluarkannya dari surga ke bumi. Pada hari Jumat pula Nabi Adam wafat. Di dalam hari Jumat terdapat waktu yang tiada seorang hamba meminta sesuatu di dalamnya kecuali Allah mengabulkan permintaannya, selama tidak meminta dosa atau memutus tali silaturrahim. Hari kiamat juga terjadi di hari Jumat. Tiada malaikat yang didekatkan di sisi Allah, langit, bumi, angin, gunung dan batu kecuali ia khawatir terjadinya kiamat saat hari Jumat.   

 

Diperlakukan Istimewa
Di antara umat Islam kadang lupa, tak merasakan, keutamaan hari Jumat karena tertimbun oleh rutinitas sehari-hari. Kesibukan yang melingkupi tiap hari sering membuat lengah sehingga menyamakan hari Jumat tak ubahnya hari-hari biasa lainnya. Padahal, di tiap tahun ada bulan-bulan utama, di tiap bulan ada hari-hari utama, dan di tiap hari ada waktu-waktu utama. Masing-masing keutamaan memiliki kekhususan sehingga menjadi momentum yang sangat baik untuk merenungi diri, berdoa, bermunajat, berdzikir, dan meningkatkan ibadah kepada Allah SWT.


Keistimewaan hari Jumat bisa dilihat dari disunnahkannya mandi Jumat. Dalam Al-Hawi Kabir karya Al-Mawardi, Imam Syafii menjelaskan bahwa kendati shalat Jumat dilaksanakan pada waktu shalat duhur, mandi Jumat boleh dilakukan semenjak dini hari, setelah terbit fajar. Mandi adalah simbol kebersihan dan kesucian diri. Setelah mandi, seseorang dianjurkan untuk memakai pakaian terbaik, terutama warna putih, sebelum berangkat menuju shalat Jumat.


Dalam hal ini, umat Islam diperingatkan untuk menyambut hari istimewa itu dengan kesiapan dan penampilan yang juga istimewa. Sebagaimana dalam Bidâyatul Hidâyah, Imam Abu Hamid al-Ghazali menyebut hari Jumat sebagai hari raya kaum mukmin (‘îdul mu’minîn). Imam al-Ghazali bahkan menyarankan agar umat Islam mempersiapkan diri menyambut hari Jumat sejak hari Kamis, dimulai dengan mencuci baju, lalu memperbanyak membaca tasbih dan istighfar pada Kamis petang karena saat-saat tersebut sudah memasuki waktu keutamaan hari Jumat. Selanjutnya, kata Imam al-Ghazali, berniatlah puasa hari Jumat sebagai rangkaian dari puasa tiga hari berturut-turut Kamis-Jumat-Sabtu, sebab ada larangan puasa khusus hari Jumat saja.


Hari Jumat juga menjadi semacam konferensi mingguan bagi umat Islam, karena di hari Jumatlah ada shalat berjamaah dan khutbah Jumat. Setiap umat Islam laki-laki yang tak memiliki uzur syar’i wajib ‘ain melaksanakannya. Artinya, lebih dari sebatas berkumpul, Jumat adalah momen konsolidasi persatuan umat sekaligus memupuk ketakwaan melalui nasihat-nasihat positif dari sang khatib. 


Tentu keutamaan ini bersamaan dengan asumsi bahwa jamaah melaksanakan shalat Jumat dengan kesungguhan penuh, menyimak khutbah secara baik, bukan cuma rutinitas sekali sepekan untuk sekadar menggugurkan kewajiban.   


Amalan-amalan utama hari Jumat juga bertebaran. Di antaranya adalah memperbanyak baca shalawat, doa, bersedekah; membaca surat Al-Kahfi, surat Al-Ikhlas, surat Al-Falaq, dan surat An-Nas, serta ibadah-ibadah lain. Masing-masing amalan memiliki fadhilah yang luar biasa.    


Imam as-Suyuthi dalam kitabnya, ‘Amal Yaum wa Lailah, mengatakan: 


   ويقرأ بعد الجمعة قبل أن يتكلم: الإخلاص والمعوذتين (سبعا سبعا). ويكثر من الصلاة على النبي صلى الله عليه وسلم سوم الجمعة وليلة الجمعة.ويصلى راتبة الجمعة التي بعدها في بيته لا في المسجد. وما ذا يفعل بعدها؟ ويمشى بعدها لزيارة أخ أو عيادة مريض أو حضور جنازة أو عقد نكاح


Artinya: Nabi SAW membaca surat Al-Ikhlas, Al-Falaq, dan An-Nas usai shalat Jumat sebanyak tujuh kali dan beliau juga memperbanyak shalawat pada hari Jumat dan malamnya. Ia juga mengerjakan shalat sunah setelah shalat Jumat di rumahnya, tidak di masjid. Setelah itu apa yang dilakukan Nabi SAW? Beliau mengunjungi saudaranya, menjenguk orang sakit, menghadiri jenazah (bertakziah), atau menghadiri akad nikah.   


Dengan demikian, umat Islam seolah diajak untuk menjadikan hari Jumat sebagai hari khusus untuk memperbanyak ibadah. Tidak jarang, Jumat dijadikan oleh para ulama untuk mengistirahatkan diri sejenak dari hiruk-pikuk kesibukan duniawi, untuk mengkhususkan diri beramal saleh di hari Jumat. Sebagaimana dilakukan Rasulullah, hari Jumat bukan semata untuk meningkatkan ritual ibadah kepada Allah tapi juga berbuat baik kepada sesama, seperti bersilaturahim, berempati kepada orang yang kena musibah, dan lain-lain.    


Karena itu pula dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Al-Qadla’i dan Ibnu Asakir dari Ibnu Abbas disebutkan:


  الجمعة حج الفقراء


Artinya: Jumat adalah hajinya orang-orang fakir.   


Hadits tersebut adalah penegasan tentang betapa istimewanya hari Jumat dibanding hari-hari biasa lainnya. Karena itu patut bagi kita untuk meluangkan waktu sejenak untuk berkontemplasi (muhasabah), menaikkan kualitas ibadah kepada Allah, memperbaiki hubungan sosial, serta memperbanyak amal-amal sunnah lainnya. Cukuplah enam hari kita sibuk dan larut dalam kesibukan duniawi. Apa salahnya menyisihkan satu hari untuk menyegarkan kondisi rohani kita agar tidak layu, kering, atau bahkan mati. 


Editor:

Keislaman Terbaru