Ahmad Karomi
Penulis
Doa adalah sebuah harapan kebaikan, dan di dalam kebaikan terkandung jutaan pesan positif bagi umat Islam. Salah satunya adalah membaca shalawat. Sebab shalawat merupakan ekspresi rasa cinta kepada Nabi Muhammad.
Banyak sekali dalil yang menunjukkan keutamaan membaca shalawat Nabi. Anjuran untuk bershalawat dapat ditemukan dalam Al-Qur’an dan hadits, tepatnya dalam surat Al-Ahzab ayat 56
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ ۚ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
Artinya: Sungguh Allah dan malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi Muhammad SAW. Wahai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kalian untuk nabi. Ucapkanlah salam penghormatan kepadanya. (Surat Al-Ahzab ayat 56).
Kemudian hadits riwayat Muslim yang kerap disampaikan ketika khutbah Jumat kedua terkait disediakannya pahala berlipat bagi yang membaca shalawat:
مَنْ صَلَّى عَلَىَّ وَاحِدَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ عَشْرًا
Artinya: Siapa saja yang bershalawat kepadaku sekali, niscaya Allah bershalawat kepadanya sepuluh kali. (HR Muslim).
Selain itu, dalam riwayat An-Nasa’i disebutkan bahwa shalawat juga dapat menghapus dosa dan mengangkat derajat pengamalnya:
مَنْ صَلَّى عَلَىَّ صَلاَةً وَاحِدَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ عَشْرَ صَلَوَاتٍ وَحُطَّتْ عَنْهُ عَشْرُ خَطِيئَاتٍ وَرُفِعَتْ لَهُ عَشْرُ دَرَجَاتٍ
Artinya: Siapa saja yang membaca shalawat kepadaku sekali, niscaya Allah bershalawat kepadanya sepuluh kali, menghapus sepuluh dosanya, dan mengangkat derajatnya sepuluh tingkatan.
Lantas apakah keistimewaan tersebut juga berlaku bila menulis shalawat? Memang ada redaksi hadits yang dari Mu’jam Awsat al-Tabrani yang menjelaskan bahwa menulis shalawat juga mendapatkan keistimewaan,
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «مَنْ صَلَّى عَلَيَّ فِي كِتَابٍ لَمْ تَزَلِ الْمَلَائِكَةُ تَسْتَغْفِرُ لَهُ مَا دَامَ اسْمِي فِي ذَلِكَ الْكِتَابِ
Artinya: Siapa pun yang menulis shalawat dalam kitabnya, maka para malaikat akan senantiasa memohonkan ampunan baginya selama namaku berada dalam kitab tersebut.
Status hadits menyendiri (tafarrud), sebab hanya melalui jalur Abu Hurairah, tidak memiliki syawahid dan terindikasi dhaif, namun secara pemaknaannya tetap hasan.
Dengan membaca sejumlah redaksi dalil di atas, maka tak heran bila hal ini juga dicontohkan para ulama tatkala menulis sebuah karya kitab; mereka memulai dengan kalimat pujian pada Allah dan shalawat salam pada Rasulullah.
Oleh karena itu, menulis shalawat juga membawa kebaikan bagi penulisnya dan akan didoakan oleh para malaikat dengan syarat tulisan shalawat tersebut masih tergurat indah dalam kitab tersebut.
Terpopuler
1
Sinergi LPBINU Jatim dan MMB SPS Unair, Bersatu Hadapi Bencana
2
Gerakan Koin sebagai Pilar Kemandirian dan Konsolidasi NU
3
Menata Ulang Relasi Kiai dan Santri Ndalem
4
Mengenal Kudapan Jalabiya, Jajanan Tradisional Kue Manis Khas Dungkek Madura
5
20 Dai Muda Jatim Resmi Jadi Kader Kemenag RI, Siap Berdakwah di Era Digital
6
LF PBNU Tetapkan 1 Rabiul Awal 1447 H Jatuh pada Senin, 25 Agustus 2025
Terkini
Lihat Semua