Salon, alat-alat kosmetik dan toko aksesoris acap kali diburu oleh para wanita guna mempercantik diri. Sayangnya kesemua itu banyak digunakan untuk saat menghadiri acara-acara pernikahan, arisan, ke kantor, mall, bahkan ke pasar. Bukan diperuntukkan menjaga kehormatan diri dan suami. Berarti ada niatan yang salah dalam mempercantik diri.
Dandanan mencolok , mempertontonkan lekuk tubuhnya dan menampakkan sebagian auratnya, menimbulkan fitnah dan syahwat para pria untuk menggoda wanita. Naudzubillah, terkadang perempuan mendapat perlakuan yang tidak senonoh.
Berangkat dari permasalahan tersebut, bersolek sangat disukai oleh para pria, terlebih bagi yang sudah berkeluarga. Padahal bersolek untuk suami merupakan akhlak terpuji dan mendapatkan pahala yang besar bagi Allah SWT. Sebagaimana hak suami terhadap istri adalah istri selalu berusaha melakukan sesuatu yang dapat menumbuhkan rasa cinta.
Sangat disayangkan jika seorang wanita mengabaikan berhias diri dengan wewangian di dalam rumah atau di hadapan suami. Karena bisa berpengaruh buruk bagi jiwa suaminya. Di lain sisi, bersolek untuk suami mendorong untuk menjaga kebersihan dan memperoleh kesamaan perasaan.
Jadi, tidak mengagetkan perempuan merasakan kehadiran suaminya, sehingga ia bangun untuk bertemu dengannya dengan keindahan berupa kebersihan pakaian, wajah yang berseri, rambut, dan senyuman. Terlebih jika seorang suami baru datang dari tempat kerjanya yang disambut dengan kecantikan istrinya. Dengan demikian, secara alami istri telah berbuat baik dalam melayani suaminya.
Sayyidah Asma binti Abu Bakar Ash-Shiddiq telah memberi contoh mulai. Ia menjadi teladan bagi kaum Hawa dalam keindahan bersolek bagi suaminya, ketaatannya, kebaikan, dan kerelaannya bagi suaminya. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dalam kitab Sahihnya.
حَدِيث أسماء بنت أبي بكر قالَتْ: تَزَوَّجَنِي الزُّبَيْرُ ومالُه في الأرْضِ مِن مالٍ ولاَ مَمْلُوكٍ ولا شيْءٍ غَيْرَ ناضِجٍ وغيْرَ فَرَسِهِ فَكنْت أعْلِفُ فَرَسَهُ وأسْتَقِي الماءَ وأخْرِزُ غَرْبَهُ وأعْجِنُ ولَمْ أكُنْ أُحْسِنُ أخْبِزُ وكانَ يخْبِزُ جاراتٌ لِي مِنَ الأنْصارِ وكُنَّ نِسْوَةَ صِدْقٍ وكُنْتُ أنْقُلُ النَّوى مِن أرْضِ الزُّبَيْرِ الّتي أقْطَعَهُ رسولُ الله - ﷺ - على رأسِي وهْيَ مِنِّي على ثُلُثَيْ فَرْسَخٍ فَجِئْتُ يَوْما والنَّوى على رَأسِي فَلَقِيتُ رسولَ الله - ﷺ - ومَعَهُ نَفَرٌ مِنَ الأنْصارِ فَدَعانِي ثُمَّ قالَ: إخْ إخْ لِيَحْمِلَنِي خَلْفَهُ، فاسْتَحْيَيْتُ أنْ أسِيرَ مَعَ الرِّجالِ، وذَكَرْتُ الزُّبَيْر وغَيْرَتَهُ - وكانَ أغْيَرَ النّاسِ - فَعَرَفَ رسولُ الله - ﷺ - أنِّي قَدِ اسْتَحْيَيْتُ فَمَضى فَجِئْتُ الزبَيْرَ فَقْلُتُ: لَقِيَنِي رسول الله - ﷺ - وعلى رأسِي النَّوى ومَعَهُ نَفَرٌ مِن أصْحابِهِ فأناحَ لأرْكَبَ فاسْتَحْيَيْتُ مِنهُ وعَرَفْتُ غَيْرَتَكَ، فَقالَ: والله لَحَمْلُكِ النَّوى كانَ أشَدَّ عَليَّ مِن ركُوبِكِ مَعَهُ قالَتْ: حتّى أرسَلَ إلَيَّ أبُو بَكْرٍ بَعْدَ ذالِكَ بِخادِمٍ يَكْفِيني سِياسَةَ الفَرَسِ فكأنما أعْتَقَنِي
Artinya: Asma berkata, Aku dinikahi oleh Az-Zubair yang tidak memiliki harta dan budak kecuali cucuran keringat dan seekor kuda. Aku bertugas memberi makan dan minum kudanya, mengambil air, memperbaiki embernya, dan membuat adonan roti, namun aku tidak pandai membuat adonan roti. Untungnya aku mempunyai tetangga-tetangga yang baik yang membantuku, yaitu wanita-wanita Anshar. Aku juga bertugas mengangkut biji kurma di atas kepalaku dari kebun Az-Zubair yang telah diberikan Rasulullah yang berjarak 2/3 farsakh.
Pada suatu hari, aku bertemu dengan Rasulullah beserta sejumlah orang Anshar. Beliau memanggilku seraya berkata : ‘Ikh, ikh” (menderumkan ontanya) – dengan maksud membawaku di belakangnya. Namun aku malu berjalan bersama laki-laki dan aku ingat akan kecemburuan Az-Zubair, karena ia seorang laki-laki pencemburu. Ketika Rasulullah mengetahui bahwa aku malu, beliau pun terus berlalu.
Kemudian aku menemui Az-Zubair dan aku katakan kepadanya : “Tadi ketika aku sedang mengangkut kurma di atas kepalaku, aku bertemu dengan Rasulullah dan para sahabatnya, kemudian beliau menderumkan ontanya agar aku naik bersama beliau, namun aku merasa malu dan ingat kecemburuanmu”. Az-Zubair berkata : “Demi Allah, beban pekerjaanmu mengangkut biji kurma di atas kepalamu lebih berat bagiku daripada engkau naik onta bersama beliau (Rasululah)”. Setelah itu, Abu Bakr memberiku seorang pembantu yang menggantikanku mengurus kuda, seakan-akan ia telah membebaskanku” [Shahih Al-Bukhariy no. 5224].
Hadits di atas menandakan bahwa Asma mengetahui watak suaminya. Mengetahui betapa suaminya pencemburu, kemudian ia berusaha sungguh-sungguh untuk menjaga kejiwaannya. Bahkan Asma malu berjalan bersama Rasulullah karena mengetahui suaminya (Az-Zubair) pencemburu. Peristiwa ini merupakan keteladanan bagaimana Asma menjaga diri dalam meraih ridha dari suaminya.