• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Sabtu, 20 April 2024

Keislaman

Saat Harapan Tak Seindah Kenyataan

Saat Harapan Tak Seindah Kenyataan
Kadang yang diharapkan tidak terjadi dalam kenyataan. (Foto: NOJ/Saif)
Kadang yang diharapkan tidak terjadi dalam kenyataan. (Foto: NOJ/Saif)

Hidup penuh dengan misteri. Tak ada yang dapat memprediksi apa yang akan terjadi, jangankan bulan atau tahun depan, satu jam mendatang bahkan waktu yang lebih cepat sekalipun. Manusia hanya bisa merencanakan yang terbaik dalam pandangannya, namun realita dapat berkata lain. 
 

Harapan akan meraih kebahagiaan, tambahan pengetahuan, kian bertumpuknya harta dan kekayaan, serta hal lain adalah di antara yang diinginkan manusia. Segala cara dilakukan untuk meraih yang diimpikan tersebut. Kajian, meminta pertimbangan berbagai kalangan, membuka referensi dan sejenisnya dilakukan demi memastikan bahwa yang diharap akan sesuai kenyataan.
 

Namun bagaimana kala sejumlah harapan tersebut ternyata tidak seindah kenyataan? Imam Ibnu Athaillah as-Sakandari dalam masterpiecenya, Al-Hikam, menyatakan: 
 

 رُبَّمَا أَعْطَاكَ فَمَنَعَكَ وَرُبَّمَا مَنَعَكَ فَأَعْطَاكَ   
 

Artinya: Bisa jadi Allah memberimu suatu anugerah kemudian menghalangimu darinya; dan boleh jadi Allah menghalangimu dari suatu anugerah kemudian Ia memberimu anugerah yang lain.

  

Menurut Imam Ibnu Athaillah, anugerah yang sebenarnya dan patut disyukuri adalah anugerah memeluk agama Islam sebagai nikmat yang sangat hakiki. Segala pemberian yang Allah berikan tidak ada yang dapat menandingi anugerah keislaman seseorang. Orang yang masih memeluk agama Islam berarti masih menikmati anugerah yang sangat besar dari Allah.   
 

Dengan kalam hikmah di atas, Imam Ibnu Athaillah seakan hendak menyampaikan, terkadang Allah memberikan sesuatu yang dianggap baik menurut pikiran manusia, namun tanpa disadari pemberian itu sebenarnya menghalangi dirinya dari taufiq dan hidayah untuk semakin dekat kepada-Nya. 
 

Apalah artinya terpenuhi semua harapan, sementara cahaya Islam dan iman di hati justru padam? Namun, yang sering terjadi adalah manusia sulit memahami hakikat anugerah yang diberikan Allah. Ketika harapannya tidak sesuai kenyataan, betapa banyak manusia yang sering menyalahkan takdir, seolah Allah tidak adil kepadanya. Padahal, jika mau memahami, semestinya ia akan sadar bahwa semua anugerah yang telah Allah berikan maupun yang Allah halangi darinya merupakan kebaikan yang hakiki baginya. 
 

Imam Ibnu Athaillah melanjutkan kalam hikmahnya: 
 

   مَتَى فَتَحَ لَكَ بَابُ الْفَهْمِ فِي الْمَنْعِ عَادَ الْمَنْعُ عَيْنَ الْعَطَاءِ   
 

Artinya: Ketika Allah membukakan pintu pemahaman kepadamu tentang pecegahan-Nya dari suatu anugerah, maka penolakan Allah itu pun berubah menjadi anugerah yang sebenarnya.
 

Penjelasan Ibnu Ajibah Syekh Ibnu Ajibah dalam kitabnya Îqâdhul Himam mengibaratkan pemberian Allah kepada manusia dengan orang yang diundang ke suatu jamuan makanan di tempat gelap tanpa lampu. Makanan yang tersedia sangat banyak, namun bisakah saat itu ia mengetahui makanan mana yang akan diambil dan yang akan dimakan? Begitulah pemberian Allah kepada manusia, ketika diberi kecukupan di satu sisi, ia akan selalu merasa kekurangan di sisi lainnya. (Ibnu Ajibah, Îqâdhul Himam Syarhu Matnil Hikam, [Bairut, Darul Ma’rifah: 2000], halaman: 97).
 

Dengan demikian, tak perlu merasa dunia telah kiamat bila suatu saat mengalami kenyataan bahwa yang di angan tak sesuai realita. Tetap berprasangka baik atau husnuddzan bahwa Allah selalu memberikan yang terbaik kepada hamba-Nya.   


Keislaman Terbaru