• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Jumat, 19 April 2024

Khutbah

Khutbah Jumat Terbaru: Lima Alasan Umat Islam Dianjurkan Dermawan

Khutbah Jumat Terbaru: Lima Alasan Umat Islam Dianjurkan Dermawan
Setidaknya ada lima alasan mengapa sifat pelit harus dihindari. (Foto: NOJ/Viv)
Setidaknya ada lima alasan mengapa sifat pelit harus dihindari. (Foto: NOJ/Viv)

Sebagai makhluk sosial, maka manusia harus selalu baik dengan lingkungan sekitar. Dan salah satu sifat yang demikian dibenci dan tentu saja harus dihindari adalah pelit atau kikir. Apalagi memang diberikan kelebihan harta, maka sudah selayaknya untuk berbagi dengan warga sekitar atau dermawan.

Dermawan dengan berbagi dan peduli atas keadaan keluarga, tetangga dan sahabat merupakan hal yang perlu dipupuk dan dijaga agar menjadi bagian tidak terpisahkan dari seorang muslim. Belum lagi saudara kita di sejumlah kawasan mengalami musibah berupa banjir, kebakaran, dan lainnya yang memang sangat membutuhkan uluran tangan kita.

Karenanya sudah selayaknya sifat pelit dan kikir kita buang dan digantikan dengan dermawan maupun peduli dengan keadaan sekitar. Dengan demikian kehadiran kita demikian dirasakan manfaatnya oleh pihak lain. Bukankah sebaik-baiknya muslim adalah mereka yang bermanfaat kepada sesamanya? Salah satu pengejawantahannya adalah menjauhi sifat kikir.

Untuk mencetak dan menyebarkan materi khutbah ini silakan tekan tombol print dan semoga materi ini memberikan manfaat. (Redaksi) 

 

Khutbah Pertama

 

الْحمد للهِ اْلقَائِل: ۨالَّذِيْنَ يَبْخَلُوْنَ وَيَأْمُرُوْنَ النَّاسَ بِالْبُخْلِ وَيَكْتُمُوْنَ مَآ اٰتٰىهُمُ اللّٰهُ مِنْ فَضْلِهٖۗ وَاَعْتَدْنَا لِلْكٰفِرِيْنَ عَذَابًا مُّهِيْنًاۚ. والصلاةُ والسلامُ على النَّبِيِّ الهُدَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَبِيًّا كَرِيْمًا وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَ هُدًى مُبِيْنًا. أما بعد. فَيَا عِبَادَ اللهِ! أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عليهِ وسلَّمَ: اَلظُّلْمُ ظُلُمَاتٌ يَّوْمَ الْقِيَامَةِ، وَإِيَّاكُمْ وَالفَحْشَ، فَإِنَّ اللهَ لاَ يُحِبُّ الفَحْشَ وَلاَ التَّفَحُّش، وَإِيَّاكُمْ وَالشُّحَّ، فَإِنَّ الشُّحَّ أَهْلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ، أَمَرَهُمْ بِالْقَطِيْعَةِ فَقَطَعُوْا، وَأَمَرَهُمْ بِالْبُخْلِ فبَخِلُوْا، وأمرهم بِالْفُجُوْرِ فَفَجَرُوْا". رواه أحمد وأبو داود   

 

Jamaah Jumat Hafidhakumullah
Pasti ada hikmah yang demikian agung di balik anjuran selalu menjaga takwa yang disampaikan khatib saat berada di atas mimbar. Setidaknya ada pesan agung yang hendaknya kita jaga demi memastikan bahwa takwa kepada Allah adalah hal penting dalam keseharian. Karenanya, jangan sampai pesan penting setiap pekan tersebut kita abaikan. Karenanya, mari selalu menjaga dan meningkatkan kualitas takwallah dengan selalu menjalankan perintah dan menjauhi yang dilarang. 
 

Allah Subhanahu Wa Ta’ala sudah berjanji, bahwa bagi orang yang mau bertakwa, maka dirinya akan dianugerahi solusi atau jalan keluar dari segala permasalahan. Jangan takut dengan sesuatu yang belum terjadi! Karena hakikatnya, semua hal yang ada di dunia ini, senantiasa tidak akan pernah lepas dari genggaman takdir-Nya. Termasuk dalam urusan dunia. Ibarat air sungai yang mengalir. Apa yang kita keluarkan dan ikhtiarkan senantiasa akan berganti dengan sesuatu yang lebih baik. Itu semua adalah tanda-tanda anugerah dari-Nya. Oleh karena itu, tidak patut bagi kita, bersifat berat tangan dari melakukan amal shalih selama di dunia ini. Yakinlah! Bahwa Allah pasti tidak akan menyia-nyiakan itu semua. Sungguh, Allah Maha Kaya lagi Maha Mengetahui.   
 

Sidang Jumat yang Berbahagia 
Ada sebuah maqalah atau kutipan bijak dari Sayyidina Ali ibn Abi Thalib Karamallahu Wajhah yang cukup menarik. Isi dari maqalah ini merupakan inti tema khutbah kali ini. Maqalah itu menyatakan:


 الْبَخْيْلُ يَعِيْشُ عِيْشَ الْفُقَرَاء، وَيُحَاسَبُ حِسَابَ اْلأَغْنِيَاء   
 

Artinya: Orang kikir hidup (di dunia) bagai orang fakir, namun kelak (di akhirat) ia akan dihisab sebagai orang kaya (hartawan). 

 

Artikel diambil dariKhutbah Jumat: Ancaman-ancaman bagi Orang Kikir

 

Dalam bahasa keseharian kita, orang yang bakhil (kikir) itu seolah sama pengertiannya dengan seseorang yang sebenarnya kaya tapi berlagak miskin atau fakir. Mau dikelompokkan sebagai bagian dari orang fakir, tidak pantas, karena ia termasuk orang yang berada dan berkecukupan. Namun, ketika hendak dikelompokkan sebagai orang kaya, kesehariannya menunjukkan tabiat layaknya orang yang fakir. Gaya hidup seperti ini dicela oleh syariat, karena pihak yang berlaku demikian, hakikatnya bermaksud menghindarkan diri dari hartanya untuk tidak jatuh diberikan atau didermakan membantu orang lain.   
 

Syekh Nawawi al-Bantani, di dalam kitab Nashaihu al-’Ibad, halaman 63 menukil keterangan dari para ahli hikmah, bahwa perilaku kikir merupakan bagian dari karakter hewani. Pernyataan adalah:


 الْبُخْلُ مَحْوُ صِفَاتِ اْلإِنْسَانِيَّةِ وَإِثْبَاتُ عَادَاتِ اْلحَيَوَانِيَّة   
 

Artinya: Kikir itu menghapus karakter kemanusiaan dan meneguhkan karakter kebinatangan. 
 

Bagaimana tidak menghapus karakter kemanusiaan? Orang yang kikir punya rasa tega dengan melihat saudara yang ada di kanan kirinya masih kekurangan, sementara ia bergelimang harta. Tabiat orang kikir adalah senantiasa memperhitungkan bahwa harta yang dikeluarkan, tidak boleh keluar secara cuma-cuma, melainkan harus ada imbal baliknya. Ia senantiasa berpikir bahwa pengeluaran materi harus sebanding dengan manfaat yang didapatkan. Padahal, pengeluaran yang dimaksud di sini adalah pengeluaran yang bersifat sosial.   
 

Andaikan prinsip pengeluaran sedemikian rupa itu berhubungan dengan masalah kerja atau produksi, maka hal tersebut bisa dibenarkan. Akan tetapi, bila dikaitkan dengan urusan sosial, kemudian ia berorientasi pada imbal balik berupa pemasukan, maka itulah hakikatnya kikir yang dicela. Dan sebagaimana ungkapan yang dinukil oleh Syekh Nawawi Banten di atas, tabiat terakhir dapat meneguhkan karakteristik hewan, karena ketiadaan mau berbagi dengan sesama. Mengapa demikian? Karena hewan tidak memiliki hati dan akal. Apa yang dia dapat harus dinikmati untuk dirinya sendiri. Lain halnya dengan watak dasar manusia, dengan anugerah hati dan akal yang dimilikinya, ia dapat merasakan dan mau berbagi penderitaan dengan orang lain. Itulah sebabnya, bila hati dan akal tidak digunakan, maka sama artinya dengan telah mengitsbatkan diri orang tersebut layaknya berkarakter hewani.   
 

Sidang Jumat Hafidhakumullah
Allah SWT memberikan ancaman kepada orang yang kikir itu dengan beragam ancaman. Pertama, kelak di hari kiamat, ia akan dikalungi dengan harta yang dikikirkannya.


   وَلَا يَحْسَبَنَّ الَّذِيْنَ يَبْخَلُوْنَ بِمَآ اٰتٰىهُمُ اللهُ مِنْ فَضْلِهٖ هُوَ خَيْرًا لَّهُمْ ۗ بَلْ هُوَ شَرٌّ لَّهُمْ ۗ سَيُطَوَّقُوْنَ مَا بَخِلُوْا بِهٖ يَوْمَ الْقِيٰمَةِ ۗ وَلِلهِ مِيْرَاثُ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِۗ وَاللهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ خَبِيْرٌ   

 

Artinya: Dan jangan sekali-kali orang-orang yang kikir dengan apa yang diberikan Allah kepada mereka dari karunia-Nya mengira bahwa (kikir) itu baik bagi mereka, padahal (kikir) itu buruk bagi mereka. Apa (harta) yang mereka kikirkan itu akan dikalungkan (di lehernya) pada hari kiamat. Milik Allah-lah warisan (apa yang ada) di langit dan di bumi. Allah Maha Teliti apa yang kamu kerjakan. (QS Ali Imran [3] : 180).   
 

Kedua, kelak mereka akan mendapat adzab yang hina. Hal itu sebagaimana tertera dalam QS Al-Nisa [4] ayat 37:


  ۨالَّذِيْنَ يَبْخَلُوْنَ وَيَأْمُرُوْنَ النَّاسَ بِالْبُخْلِ وَيَكْتُمُوْنَ مَآ اٰتٰىهُمُ اللهُ مِنْ فَضْلِهٖۗ وَاَعْتَدْنَا لِلْكٰفِرِيْنَ عَذَابًا مُّهِيْنًاۚ   

 

Artinya: (yaitu) orang yang kikir, dan menyuruh orang lain berbuat kikir, dan menyembunyikan karunia yang telah diberikan Allah kepadanya. Kami telah menyediakan untuk orang-orang kafir adzab yang menghinakan. (QS Al-Nisa [4]: 37)   
 

Ketiga, Allah Maha Kaya dan tidak butuh dengan kekayaan orang yang kikir.  Sebab itu dalam QS Al-Hadid [57] ayat 24 disebutkan:


   ۨالَّذِيْنَ يَبْخَلُوْنَ وَيَأْمُرُوْنَ النَّاسَ بِالْبُخْلِ ۗوَمَنْ يَّتَوَلَّ فَاِنَّ اللّٰهَ هُوَ الْغَنِيُّ الْحَمِيْدُ   
 

Artinya: Yaitu orang-orang yang kikir dan menyuruh orang lain berbuat kikir. Barang siapa berpaling (dari perintah-perintah Allah), maka sesungguhnya Allah, Dia Maha Kaya, Maha Terpuji.   
 

Keempat, kebakhilan akan menjadi bagian dari kegelapan di hari kiamat. Perhatikan sebuah hadits yang diriwayatkan Abu Dawud rahimahullah, Baginda Nabi bersabda:


   "اَلظُّلْمُ ظُلُمَاتٌ يَّوْمَ الْقِيَامَةِ، وَإِيَّاكُمْ وَالفَحْشَ، فَإِنَّ اللهَ لاَ يُحِبُّ الفَحْشَ وَلاَ التَّفَحُّش، وَإِيَّاكُمْ وَالشُّحَّ، فَإِنَّ الشُّحَّ أَهْلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ، أَمَرَهُمْ بِالْقَطِيْعَةِ فَقَطَعُوْا، وَأَمَرَهُمْ بِالْبُخْلِ فبَخِلُوْا، وأمرهم بِالْفُجُوْرِ فَفَجَرُوْا". رواه أحمد وأبو داود   

 

Artinya: Sifat aniaya itu akan menjadi kegelapan kelak di hari kiamat. Takutlah kalian dari perbuatan tabu, karena sesungguhnya Allah Ta’ala tidak menyukai perbuatan tabu atau keji! Dan takutlah kalian dari kikir! Karena sesungguhnya kekikiran merupakan sebab rusaknya kaum sebelum kalian. Ketika kekikiran memerintahkan mereka harus dengan memutus silaturahim, maka memilih memutusnya. Ketika kekikiran memerintahkan bakhil, mereka bakhil. Ketika kekikiran memerintahkan berbuat tidak terpuji (fujur), mereka berlaku tak terpuji. (HR Abu Dawud)
 

Kelima, Nabi senantiasa berdoa agar dijauhkan dari sifat kikir. Di dalam sebuah hadits disampaikan sebuah penjelasan bahwa Rasulullah senantiasa berdoa:


   اللهُمَّ إنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ اْلهَمِّ والحَزَنِ، والعَجْز واْلكَسَلِ، وَالبُخْلِ والجُبْنِِ، وضَلْعِ الدَّيْنِ، وغَلَبَة الرِِّجَالِ... ".متفق عليه   

 

Artinya: Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari rasa prihatin dan susah, dari sifat lemah dan malas, dari sifat kikir dan pengecut, dari belitan utang dan tunduk pada seseorang. (HR Bukhari-Muslim)   
 

Doa Nabi Muhammad di atas secara tidak langsung menunjukkan pengertian, bahwa hendaknya kita menjauhi sifat kikir itu di antara sifat-sifat lainnya yang dicela. Maka dari itulah, kita tidak heran bila kemudian Sayyidina Ali ibn Abi Thalib mengatakan sebuah kalimat bijak: 
 

   عَجِبْتُ لِلْبَخِيْلِ يَسْتَعْجِلُ الْفَقْرَ الَّذِي مِنْهُ هَرَبَ، وَيَفُوْتُهُ اْلغَنِى الَّذِي إِيَّاهُ طَلَبَ، فَيَعِيْشُ فِي الدُّنْيّا عِيْشَ الْفُقَرَاءِ، وَيُحَاسَبُ فِي اْلآخِرَةِ حِسَابَ اْلأَغْنِيَاءِ   
 

Artinya: Aku heran dengan orang yang bakhil. Ia menyegerakan kefakiran yang karenanya ia berusaha lari dan memilih meninggalkan rasa kecukupan yang selama ini ia cari-cari. Ia hidup di dunia sebagai orang fakir padahal kelak di akhirat ia dihisab sebagai orang kaya.   
 

Sidang Jumat yang Dirahmati Allah
Walhasil, tidak patut bagi kita untuk berlaku kikir, dan mendahukukan dermawan. Nabi SAW telah banyak memberi suri teladan mengenai jiwa sosial. Untuk itu, sebagai umatnya, seyogyanya kita mencontoh akhlak dan teladannya. Karena bagaimana pun, kelak di hari kiamat, kita membutuhkan syafaat Nabi. Bagaimana kita mau mendapatkan syafaat, bila tidak meneladani apa yang telah sampaikan dan banyak kesempatan.
 

   أعوذ بالله من الشيطان الرجيم. بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الَّرحِيم. لَّقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُو اللهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا   بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ اْلكَرِيْمِ وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ اْلعَلِيْمُ     

 

Khutbah Kedua


 اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا أَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوا اللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَاإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ    


 


Khutbah Terbaru