Sumenep, NU Online Jatim
Setelah sebulan melaksanakan puasa Ramadhan, umat Islam di seluruh dunia merayakan Idul Fitri. Sebuah hari yang sarat dengan makna dan refleksi spiritual. Puasa Ramadhan bukan hanya menahan lapar dan haus, tetapi juga latihan disiplin diri untuk mengendalikan nafsu dan emosi.
Pengasuh Pondok Pesantren At-Ta'awun Batang-Batang, Sumenep, Kiai Moh Ishak menyebutkan, Idul Fitri menjadi simbolisasi dari kemenangan atas diri sendiri, sebuah perayaan atas keberhasilan dalam menjalankan ibadah yang mendalam selama sebulan suntuk. Namun menurutnya, hakikat Idul Fitri tidak hanya sekadar kembali pada yang suci.
"Makna Idul fitri dapat pula diartikan sebagai bentuk ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT atas kemenangan besar yang diperoleh setelah menjalankan ibadah puasa Ramadan. Memahami makna Idul Fitri dapat membuat seseorang merasa selalu bersyukur pada Allah SWT," ungkapnya kepada NU Online Jatim, Selasa (09/04/2024).
Kiai Ishak mengatakan, bahwa umat Islam harus mampu menerapkan semangat Ramadhan pada bulan-bulan selanjutnya. Ramadhan usai bukan berarti menghilangkan perbuatan baik yang telah tertata selama sebulan sebelumnya.
"Sebisa mungkin harus bisa meramadhankan sebelas bulan berikutnya dalam hal ketaatan kepada Allah," ucap Alumni Pondok Pesantren Annuqayah Guluk-Guluk, Sumenep itu.
Menurutnya, Ramadhan dan puasa harus menjadi pelajaran bagi umat Muslim dalam mengasah kebaikan secara vertikal dan horizontal. Vertikal hubungan dengan Allah dibuktikan dengan telah dilaksanakannya sebuah perintah.
Sementara horizontal, lanjut Rais Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWCNU) Batang-Batang itu, yakni dengan lapar yang dirasakan menjadikan umat Muslim untuk belas kasih pada sesama terutama fakir miskin, sehingga dapat mengetuk hati untuk mengeluarkan zakat fitrah.
"Atas nama Nahdliyin, atas nama pengurus MWCNU Batang-Batang, mengucapkan selamat hari raya Idul Fitri 1445 Hijriyah, Taqabbalallahu Minna wa Minkum, mohon maaf lahir batin," tuturnya.