Nganjuk, NU Online Jatim
Sedikitnya 45 anggota Fatayat NU dan Muslimat NU berkumpul di rumah Kepala Dusun Jati, Desa Jatirejo, Kecamatan Rejoso, Nganjuk, Selasa (19/09/2023). Mereka mengikuti pelatihan peningkatan kewirausahaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) melalui serbuk bawang merah. Dusun ini memang dikenal sebagai salah satu sentra penghasil bawang merah.
Pelatihan didampingi mahasiswa dari Kelompok Pengabdian kepada Masyarakat (PKM) Sekolah Tinggi Agama Islam Darussalam atau Staida, Pondok Krempyang, Tanjunganom, Nganjuk. Peserta dibekali pengolahan bumbu dari bahan bawang merah, lalu produk dikemas berbentuk sachet ataupun wadah plastik.
“Kami melihat melimpahnya bawang merah yang sangat murah harganya di sini saat tahap analisis sosial dua pekan sebelum PKM,” kata Rafida Fidaroini selaku ketua kelompok.
Diskusi kelompoknya memutuskan harus ada pelatihan untuk meningkatkan nilai jual produk olahan dari bawang merah. Bentuk akhirnya adalah serbuk, baik dikemas dalam wadah plastik ataupun sachet.
Sekretaris PKM, Irma Nur Hidayati menjelaskan alur kerja pengolahan bawang merah yang disampaikan pada pelatihan itu. Awalnya bawang merah mentah diiris tipis-tipis. Lalu dijemur sekitar 4 hingga 5 hari hingga kering. Bahan-bahan itu kemudian dihaluskan dengan cara diblender.
“Jadi warnanya asli, tanpa bahan pewarna, apalagi bahan pengawet,” imbuhnya.
Dijelaskan bahwa satu varian hasil olahan berwarna pucat agak gelap. Hal itu karena bawang merah tidak dijemur setelah diiris, tapi dikeringkan dengan mesin oven. Aroma yang dihasilkan juga khas bawang merah asli pedesaan.
“Karena memang kita tidak menambahkan apapun kecuali bawang merah itu, dan serbuk-serbuk itu kemudian dikemas dan diberi label nama dan harga,” terang dia.
Dirinya mengalkulasi, harga bawang merah mentah sekarang tidak sampai Rp 10.000/kilo. Satu produk ini berbahan asal dari 2,5 ons bawang merah mentah. Tapi harga jualnya bisa Rp 10.000,-.
“Artinya, jika bawang merah diolah menjadi serbuk, harga jual bisa naik empat kali lipat dari harga mentahannya,” ujarnya.
Kelompoknya berharap agar ada nilai jual lebih dari produk yang akan dipasarkan. Karena memang PKM bertujuan mengembangkan produk masyarakat lewat modal yang sudah dimiliki melalui pendekatan ABCD.
Ditemui di lokasi acara, Dosen Pembimbing Lapangan atau DPL Staida, Nur Rulli Fathurrohmah mengapresiasi para mahasiswa bimbingannya.
“Tidak sekadar melaksanakan program dari kampus, tapi juga merespons permasalahan yang ada di lapangan. Ini juga diharapkan menjadi bekal lebih dalam melaksanakan PKM,” katanya.
Perempuan satu anak ini menuturkan, pelatihan diharapkan mampu membuka mindset petani bawang merah tentang potensi dan peluang bisnis yang ada di desa setempat. Jika biasanya bawang merah dijual segar, maka ditawarkan inovasi berupa serbuk bawang merah original.
Yang menggembirakan, kegiatan ini bisa memberikan pemahaman yang lengkap. Mulai dari cara produksi, pengemasan dan pemasarannya. Karena biasanya, masalah pemasaran adalah kendala tersendiri yang dihadapi warga usai memiliki produk.
“Kami berharap kegiatan ini bisa menjadi inspirasi dan motivasi peserta untuk memulai usaha produksi dan penjualan serbuk bawang merah,” pungkas dia.