• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Jumat, 29 Maret 2024

Metropolis

Abah Imam Hambali: Iman dan Cinta kepada Rasul adalah Sesuatu yang Mahal

Abah Imam Hambali: Iman dan Cinta kepada Rasul adalah Sesuatu yang Mahal
KH Imam Hambali pengasuh Pondok Pesantren Al Jihad Surabaya. (Foto: NOJ/Alvin)
KH Imam Hambali pengasuh Pondok Pesantren Al Jihad Surabaya. (Foto: NOJ/Alvin)

Surabaya, NU Online Jatim

Dalam menyemarakkan Hari Kelahiran Baginda Nabi, Pondok Pesantren Al-Jihad Surabaya menggelar Peringatan Maulid Nabi Muhammad 1442 Hijriyah pada Jum’at (30/10/2020) malam. Kegiatan yang diadakan di Masjid Pondok Pesantren Al-Jihad Surabaya ini diikuti oleh beberapa santriwan dan santriwati yang masih di pondok, serta para santri dari rumah masing-masing melalui live streaming.

 

Acara ini dihadiri oleh pengasuh, KH Imam Hambali (Abah Imam) beserta Ibu Nyai Hj Luluk, para pengurus Yayasan Al-Jihad Surabaya, serta para dewan pengajar diantaranya KH Saiful Jazil, KH. Jainuddin, dan beberapa lainnya.

 

Dalam mauidzohnya, Abah Imam menceritakan sejarah kehidupan Nabi Muhammad yang saat itu masih diasuh oleh paman Nabi, yakni Abu Tholib.

 

“Rasulullah setelah umur 8 tahun yang merawat adalah pamannya yang bernama Abu Tholib, termasuk yang menjaga Nabi dari ancaman kaum Quraisy sampai diutus dan diangkat menjadi Nabi. Sebelum Abu Tholib meninggal, para tokoh kaum kafir Quraisy berkumpul dihadapan Abu Tholib untuk meminta Abu Tholib menghentikan dakwah Nabi yang dianggap mengancam Tuhan mereka. Abu Tholib menurutinya dan meminta kepada Rasulullah untuk menghentikan. Ketika Rasulullah bersedia menghentikan dakwah, maka kaum kafir Quraisy akan memberikan sesuatu apapun yang diminta Nabi, tapi Rasulullah menolak mentah-mentah dan mengatakan, tidak akan berhenti berdakwah, walaupun matahari diletakkan di genggaman tangannya,” jelas Abah Imam.

 

Lebih lanjut Abah Imam menjelaskan hikmah yang bisa dipetik dari kisah Nabi Muhammad yang dirawat oleh Abu tholib.

 

“Hikmah yang bisa kita petik dari kisah tersebut adalah bahwa iman dan percaya syahadat itu sangat mahal. Buktinya Abu Tholib yang hidup bersama Rasulullah sehari-hari, bahkan yang menjaga saja tidak beriman dan tetap kafir. Kita yang tidak pernah bertemu Rasulullah, tapi beriman dan cinta kepada Rasulullah itu adalah sesuatu yang sangat mahal dan luar biasa. Kalau bukan karena hidayah itu gak akan bisa, makanya perlu kita syukuri alhamdulilllah. Perbanyak sholawat dengan diniati syukur kepada Allah. Seandainnya tidak ada Nabi, maka kita tidak akan ada yang membimbing dan menjadi jahiliyah selama-lamanya. Termasuk seandainya tidak ada yang membawa Islam ke Indonesia, niscaya pasti masyarakat Indonesia tetap menganut paham dinamisme dan animism,” lanjut Pengasuh Al-Jihad Surabaya ini.

 

Kemudian Abah Imam menerangkan, bahwa orang beriman dilarang menghina tuhan agama lain dan Abah Imam melarang para santri untuk ikut kelompok-kelompok yang suka mencela dan menjelek-jelekkan.

 

“Orang beriman itu dilarang menghina tuhan agama lain. Allah sudah mengingatkan untuk tidak menghina tuhan orang lain yang tidak menyembah selain Allah. Kenapa Allah melarang hal tersebut, karena nanti pasti mereka akan membalasnya, dan bahkan akan lebih parah menghinanya. Dan juga santri harus berusaha jangan sampai ikut-ikutan kelompok yang suka menjelek-jelekkan, menghina, dan mencela, apalagi sesama muslim. Orang menghina agama lain aja tidak boleh, apalagi sesama muslim. Istilah menjelek-jelekkan itu jangan diteruskan, bagaimanapun juga menjelek-jelekkan itu pasti menyinggung perasaan. Makanya santri jangan ikut-ikutan,” ujarnya.

 

Kemudian di akhir, Abah Imam berpesan kepada seluruh santri untuk senantiasa shalat berjamaah dan sopan kepada orang tua.

 

“Saya berpesan kepada santri harus ada peningkatan. Pertama, jika dulu tidak suka berjamaah, maka sekarang harus rajin berjamaah, minimal suka ke masjid. Kedua, yang biasanya masih membantah orang tua, harus ada perubahan lebih tawadlu’ dan sopan santun kepada orang tua, syukur-syukur yang orang Jawa bisa memakai bahasa krama. Jika dua ini aja diamalkan, orang tua pasti bangga dan merasa sukses dalam memondokkan anaknya,” pungkas KH Imam Hambali.

 

 

Kontributor : M. Alvin Jauhari

Editor : Risma Savhira


Metropolis Terbaru