Fenomena Takbiran Sound Horeg menurut Aswaja NU Center Sidoarjo
Selasa, 9 April 2024 | 16:00 WIB
Boy Ardiansyah
Kontributor
Sidoarjo, NU Online Jatim
Sekretaris Pengurus Cabang (PC) Aswaja NU Center Sidoarjo, M Sholah Ulayya angkat bicara terkait maraknya takbiran dengan menggunakan sound horeg. Menurutnya, akan lebih baik dari pihak panitia atau pemerintah desa memberi aturan yang ketat khusus bagi mereka pemilik sound horeg.
“Tetapi, kalau hanya menyalakan sound dengan volume standar dan diyakini tidak mengganggu maka jelas tidak apa-apa,” katanya kepada NU Online Jatim, Senin (08/04/2024)
Hal yang bermasalah baginya ialah jika hal itu menjadi ajang kencang-kencangan antar pemilik sound, maka hukumnya jelas dilarang dan bisa jadi sampai haram besar ketika sampai menyakiti masyarakat sekitar yang barangkali punya bayi, atau ada yang sakit, atau bahkan sampai menimbulkan korban.
“Karena gema takbir saat ied sebenarnya hanya ekspresi dari perasaan gembira dan bangga akan sebuah kebersamaan dan perjuangan yang telah dilalui oleh sebuah komunitas atau umat,” ujarnya.
Dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 185 dijelaskan agar umat Islam mengagungkan Allah atas apa yang dianugerahkan oleh-Nya berupa hidayah agama Islam dan agar umat Islam semua bersyukur. Menurutmnya, kata kuncinya adalah petunjuk dan rasa syukur secara komunal atau sosial.
“Bayangkan misalnya kita bukan termasuk golongan umat Islam yang memiliki spirit persaudaraan dan kebersamaan yang tinggi. Saya yakin umat-umat lain pun iri ketika hari raya ied,” ungkapnya.
Dalam hadist dijelaskan, Rasullullah ketika keluar untuk shalat ied, Rasulullah berjalan kaki. Dan ketika pulang, ia mengambil rute lain yang berbeda dari jalan sebelumnya. Hadist ini memberikan pesan bahwa saat ied, tidak perlu ada saling pamer kendaraan, pakaian perhiasan atau sejenisnya, yang membuat kaum dhuafa merasa rendah diri.
“Sunnah nabi saat ied itu mengesankan akan kesetaraan, kesederhanaan dan kebersamaan,” ungkap dosen IAI Dalwa Pasuruan tersebut.
Selain itu, ia menekankan agar di momen Idul Fitri untuk meningkatkan kepedulian akan lingkungan sekitar. Karena Idul Fitri meniscayakan pola hidup baru (Fitrah), baik secara personal maupun sosial. Pola hidup yang sudah dilatih dalam ‘madrasah’ Ramadhan.
“Oleh karenanya, tradisi-tradisi seperti tadarus, menuntut ilmu, dan bangun malam seyogyanya tetap dijaga dan dipertahankan. Bukan hanya pada momen puasa semata,” tandasnya.
Terpopuler
1
Innalillahi, Pengasuh Pesantren Denanyar KH Ahmad Wazir Ali Wafat
2
Peringati 10 Muharram, Unisma Santuni 1.500 Anak Yatim dan Dhuafa
3
Pesantren Denanyar Jombang Juga Keluarkan Fatwa Haram Sound Horeg
4
Festival Yatim 2025, LAZISNU Sidoarjo Distribusikan Ratusan Juta untuk 1000 Anak
5
Pesantren Mahika Sidoarjo Gelar Sarasehan Sambut Kedatangan Santri Baru
6
Susunan Lengkap Pengurus Idarah Aliyah JATMAN Masa Khidmat 2025–2030
Terkini
Lihat Semua