• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Kamis, 25 April 2024

Metropolis

Ketum PBNU Jelaskan Konstruksi Jamiyah

Ketum PBNU Jelaskan Konstruksi Jamiyah
Ketum PBNU, KH Yahya Cholil Staquf. (Foto: NU Online)
Ketum PBNU, KH Yahya Cholil Staquf. (Foto: NU Online)

Surabaya, NU Online Jatim 

KH Yahya Cholil Staquf Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menegaskan, lembaga dan badan otonom NU harus konstruktif dalam melayani hajat dan aspirasi jamaah.


"Pengurus harus fokus dalam membangun organisasi sebagai pelayan umat sesuai dengan AD/ART dengan mengisi ruang-ruang yang disediakan dalam struktur kelembagaan resmi NU," ujarnya saat menegaskan fungsi dan kedudukan lembaga dan Banom NU di kanal Youtube TVNU.


Menurutnya, PBNU telah membuat skema atau tatanan bahwa organisasi berfungsi mengolah, mengelola dan menetapkan kebijakan. Baik berupa regulasi dan agenda haluan atau model-model kegiatan ke-NU-an. 


Kebijakan yang sudah ditetapkan, lanjutnya, akan dioperasionalisasikan dengan menggerakkan tenaga kader dalam lembaga dan Banom.


"Dengan demikian, agenda-agenda yang diselenggarakan harus menyerap aspirasi umat yang kemudian melahirkan kebijakan-kebijakan organisasi," ungkap Gus Yahya.


Juru bicara Presiden RI ke-4 itu mengatakan, tidak ada aktivitas lain di luar aktivitas resmi yang akan melahirkan lembaga lain di dalam lembaga resmi yang ada di NU. 


Tak hanya itu, ia menegaskan bahwa NU adalah organisasi yang sama sekali tidak terlibat dalam percaturan politik praktis. Di dalam dinamika politik yang semakin meningkat ini, banyak orang mencari kesempatan untuk mendapatkan bagian di dalamnya.


Dijelaskan, Muktamar NU ke-26 tahun 1979 di Semarang memutuskan agar kembali ke Khittah Nahdliyah. Juga Muktamar NU ke-27 tahun 1984 di Situbondo merumuskan Khittah Nahdliyah. Disusul Muktamar NU ke-28 tahun 1989 di Krapyak Yogyakarta merumuskan pedoman pokok bagi warga NU dalam partisipasi politik.


"Semuanya adalah keputusan Muktamar yang tidak pernah dicabut sampai sekarang. Kini menjadi mengikat agar dijadikan prinsip dalam organisasi," paparnya.


Sebagaimana hasil Muktamar, sambungnya, Nahdliyin dibebaskan dalam politik praktis dengan menjunjung tinggi nilai-nilai akhlakul karimah, Ahlussunnah wal Jamaah An-Nahdliyah dan tidak mencatut NU sebagai kepentingan politik praktis.


"Hasil survey membuktikan, 50 persen umat Islam di Indonesia mengaku pengikut NU. Dari sinilah kami tegaskan bahwa NU tidak menjadi faksi politik. Jika dilakukan, maka akan terjadi pembelahan bangsa. Bahkan menjadi perangkat antagonisme permusuhan seperti yang terjadi di beberapa negara," terangnya.


Editor:

Metropolis Terbaru