• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Kamis, 28 Maret 2024

Metropolis

Kisah Kiai Abdul Chalim Jalan Kaki Cirebon-Jombang demi Temui Mbah Wahab

Kisah Kiai Abdul Chalim Jalan Kaki Cirebon-Jombang demi Temui Mbah Wahab
Muhammad Al Barra atau Gus Barra, cucu dari Kiai Abdul Chalim. (Foto: NOJ/Boy Ardiansyah)
Muhammad Al Barra atau Gus Barra, cucu dari Kiai Abdul Chalim. (Foto: NOJ/Boy Ardiansyah)

Sidoarjo, NU Online Jatim

Muhammad Al Barra atau Gus Barra, Pengasuh Pondok Pesantren Amanatul Ummah Surabaya dan Pacet, bercerita bahwa kakeknya, KH Abdul Chalim, dan KH Abdul Wahab Chasbullah atau Mbah Wahab adalah sahabat saat sama-sama menuntut ilmu. Karena persahabatan itu pula Kiai Abdul Chalim rela berjalan kaki dari Cirebon, Jawa Barat, ke Jawa Timur, demi untuk menemui Mbah Wahab.

 

Hal itu diceritakan Gus Barra saat memberikan sambutan dalam acara Harlah ke-96 NU dan Haul KH Abdul Chalim oleh Pimpinan Komisariat Ikatan Pelajar NU dan Ikatan Pelajar Putri NU (IPNU-IPPNU) Amanatul Ummah Surabaya baru-baru ini. Dari cerita Kiai Abdul Chalim dan Mbah Wahab itu, dia berpesan agar para pelajar NU kelak mencontoh dua tokoh pendiri NU itu menjadi insan yang berguna bagi agama dan bangsa.

 

Gus Barra menceritakan, Kiai Abdul Chalim lahir pada tahun 1989 dan wafat pada tahun 1972. Pada tahun 1914, kakeknya berangkat ke Mekkah untuk belajar ilmu agama. Saat itu, Kiai Abdul Chalim masih berusia 16 tahun. Di Mekkah itulah Kiai Abdul Chalim bertemu dan bersahabat dengan Mbah Wahab, Kiai Abbas Buntet, dan Syaikh Sulaiman Majalengka.

 

“Di sana beliau belajar kepada Syaikh Mahfudz Termas yang saat itu menjadi ulama besar di Mekkah,” kisah Gus Barra.

 

Pada tahun 1917, lanjut Wakil Bupati Mojokerto itu, Kiai Abdul Chalim dan Mbah Wahab pulang ke Tanah Air. Mbah Wahab ke Jombang, sementara Kiai Abdul Chalim pulang ke Cirebon.

 

“Kakek saya putra dari seorang kepala desa. Pada waktu itu kepala desa bukan orang sembarangan. Orang menjadi kepala desa itu pasti mempunyai keturunan yang baik. Insyallah silsilah Kiai Chalim ke atas sampai Sunan Gunung Jati,” terang Gus Barra.

 

Setelah di Surabaya, Mbah Wahab kemudian mendirikan Tashwirul Afkar, sebuah lembaga yang konsen dalam hal pengembangan pendidikan, juga tempat diskusi para cendikiawan Muslim tentang keagamaan maupun kebangsaan. Begitu mendengar Mbah Wahab mendirikan Tashwirul Afkar, Kiai Abdul Chalim kemudian berniat menemui Mbah Wahab.

 

“Kakek saya itu jalan dari Cirebon sampai Jombang selama 14 hari,” ungkap Gus Barra.

 

Selama perjalanan, lanjut dia, Kiai Abdul Chalim tidak makan apa-apa kecuali kunyit. Selama di perjalanan pula dia membaca Ayat Kursi dan Surat Yasin. Setelah bertemu Mbah Wahab, Kiai Abdul Chalim kemudian diajak masuk  Tashwirul Afkar, kemudian mendirikan Nahdlatul Wathan, Nahdlatut Tujjar.

 

“Kakek saya sampai punya rumah di Surabaya,” ucap Gus Barra.


Metropolis Terbaru