Sidoarjo, NU Online Jatim
Lembaga Pendidikan Tinggi (LPT) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) bakal menggelar kongres pendidikan Nahdlatul Ulama (NU) di Jakarta. Kegiatan tersebut akan dilaksanakan pada Rabu-Kamis (22-23/02/2024) mendatang.
Dalam rangka menyambut agenda tersebut, terdapat sejumlah acara pra kongres, di antaranya sejumlah seminar nasional, salah satunya di Universitas Nahdlatul Ulama Sidoarjo (Unusida) yang dipusatkan di Ballroom PCNU Sidoarjo, Rabu (08/01/2025). Kegiatan ini dilaksanakan secara hybrid, diikuti 954 peserta secara online dan offline diikuti sebanyak 85 peserta dari PTNU se-Jawa Timur.
Seminar nasional pra kongres seri 2 Unusida ini mengusung tema ‘Mencari Format Pendidikan Tinggi NU yang Ideal’. Tema ini disampaikan oleh tiga narasumber, yaitu Dosen Institut Teknologi Surabaya (ITS) dan Tim Ahli Kurikulum Syamsul Arifin dengan tema ‘Transformasi Kurikulum Berbasis Keunggulan’. Kemudian Rektor Universitas Terbuka (UT) Ojat Darojat, dengan tema ‘ Transformasi Strategis Perguruan Tinggi NU’. Serta Direktur Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya, Prof Masdar Hilmy dengan tema ‘Redesain Kurikulum untuk Pendidikan Masa Depan’.
Sekretaris Lembaga Perguruan Tinggi (LPT) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), M. Faishal Aminuddin menyampaikan dua hal penting dalam pengembangan Perguruan Tinggi Nahdlatul Ulama (PTNU).
"Pertama, terkait dengan pengelolaan pendidikan tinggi di NU. Meskipun NU memiliki banyak sumber daya manusia (SDM), masih ada tantangan serius, terutama dalam hal kualifikasi dosen. Sebanyak 79,8 persan dosen di perguruan tinggi NU hanya memiliki gelar S2, padahal untuk menjadi kiai (guru besar) di perguruan tinggi idealnya memiliki gelar S3. Hal ini penting karena S3 berfokus pada riset yang dapat menghasilkan ilmu pengetahuan baru, bukan sekadar mengajarkan materi lama," katanya.
Kedua, Faishal menyampaikan pentingnya infrastruktur pendidikan, mengingat mahasiswa kini seringkali menilai sebuah kampus berdasarkan fasilitas fisik seperti gedung. Namun, ia juga menekankan bahwa opsi pendidikan online bisa menjadi alternatif untuk mengurangi biaya perawatan gedung yang besar.
"Selain itu, pengelolaan pendidikan tinggi NU masih terpisah-pisah dan kurang terkoordinasi. Sistem yang ada terlalu bergantung pada figur individu, sehingga ada kebutuhan mendesak untuk membangun sistem pengelolaan yang lebih kuat dan berkelanjutan, yang dapat berjalan dengan baik meskipun ada pergantian pengelola," ujarnya.
Faishal juga menyinggung pentingnya merumuskan format pendidikan tinggi NU yang ideal, dengan mempertimbangkan model seperti boarding school yang menggabungkan pendidikan akademik dan pondok pesantren. Hal ini bertujuan untuk menghasilkan lulusan yang benar-benar mencerminkan produk pendidikan NU, mirip dengan sistem pendidikan di universitas-universitas tradisional di luar negeri.
“Hasil diskusi dalam seminar nasional ini dapat menghasilkan rekomendasi yang bermanfaat bagi kemajuan pendidikan tinggi NU, yang juga akan dibahas dalam Kongres yang akan datang, yang mencakup seluruh jenjang pendidikan dari prasekolah hingga perguruan tinggi di bawah Nahdlatul Ulama,” ungkapnya.
Di samping itu, Rektor Unusida Assoc. Profesor Dr. Fatkul Anam menjelaskan, seminar pra kongres pendidikan sesi 2 di Unusida akan membahas tentang pengembangan kurikulum pendidikan NU pembelajaran berbasis IT dan penguatan ciri khas Ke NU-an.
Menurutnya, pendidikan adalah salah satu pilar utama dalam perjuangan Nahdlatul Ulama yang tidak hanya bertujuan mencetak generasi berilmu, tetapi juga generasi yang berakhlak, berkarakter dan mampu menjawab tantangan zaman di era yang penuh dengan dinamika seperti sekarang ini.
“Kita menghadapi tantangan besar mulai dari digitalisasi perubahan sosial hingga tantangan moral dan spiritual. Oleh karena itu melalui Seminar ini kita berharap dapat merumuskan satu strategi transformasi pendidikan NU agar relevan dengan perkembangan zaman tanpa meninggalkan nilai nilai ahlusunah wal jamaah,” jelasnya.
Salah satu narasumber, Syamsul Arifin menerangkan tentang pentingnya memahami peran pendidikan tinggi dalam mempersiapkan lulusan yang memiliki kemampuan yang bermanfaat bagi masyarakat. Salah satu pendekatan yang sedang banyak dibicarakan adalah Outcome-Based Education (OBE), yang menekankan bahwa lembaga pendidikan harus fokus pada kemampuan yang harus dimiliki oleh lulusan agar dapat memberikan kontribusi positif kepada masyarakat.
Melalui pengajaran dan kurikulum yang berbasis pada Outcome-Based Education, dosen dan guru diharapkan dapat menghasilkan lulusan yang siap dan mampu mengatasi tantangan di masyarakat. Dengan demikian, pendidikan tinggi harus memastikan bahwa setiap lulusan memiliki kompetensi yang sesuai dengan kebutuhan dunia nyata, agar proses pendidikan tidak hanya untuk menghasilkan angka atau sertifikat, tetapi untuk memberi manfaat yang lebih luas.
“Pentingnya amanah yang diemban oleh pendidik baik dosen atau guru untuk mencetak generasi yang tidak hanya kompeten, tetapi juga memiliki kontribusi positif untuk masyarakat. Oleh karena itu, sebagai seorang dosen, penting untuk menyampaikan materi yang jelas manfaatnya bagi mahasiswa,” katanya.
Dosen ITS tersebut menjelaskan format pendidikan NU ideal harus berfokus pada pengembangan pendidikan tinggi di Indonesia, dengan perhatian khusus pada peran NU dalam memberikan kontribusi terhadap sistem pendidikan yang lebih baik. Ia menekankan pentingnya kualitas pendidikan yang dapat dibuktikan dengan evidence yang kuat. Dengan kualitas pendidikan di setiap jenjang pendidikan tinggi.
“Pertanyaan asesor pendidikan memang sangat tajam, yang membutuhkan jawaban konkret atau pembuktian dengan argumen yang jelas, sementara pertanyaan malaikat langsung menguji nilai amal tanpa bukti fisik. Artinya keberadaan PTNU harus memberikan manfaat yang konkret bagi masyarakat,” pungkasnya.