• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Senin, 29 April 2024

Metropolis

Umat Islam Hendaknya Tetap Bahagia di Tengah Wabah Corona

Umat Islam Hendaknya Tetap Bahagia di Tengah Wabah Corona
Ustadz Yusuf Suharto menyampaikan khatbah Idul Fitri. (Foto: NOJ/Istimewa)
Ustadz Yusuf Suharto menyampaikan khatbah Idul Fitri. (Foto: NOJ/Istimewa)

Jombang, NU Online Jatim
Manusia hidup senantiasa menghajatkan kebahagiaan. Ada bayak ulama yang merumuskan indikator hal tersebut. Antara lain disebutkan dalam kitab Nashaihul Ibad karya Syekh Nawawi al-Jawi.

 

Dalam pandangannya, orang paling berbahagia adalah kalangan pemilik hati yang alim, badan sabar dan merasa puas terhadap apa yang dimiliki.
 

Pandangan tersebut disampaikan Ustadz Yusuf Suharto saat memberikan materi khotbah Idul Fitri di masjid al-Ikhlas, Perumahan Kencana Mutiara, Mancar, Peterongan, Jombang, Jawa Timur, Ahad (24/5).

 

"Dengan hati yang alim, kita menyadari bahwa Allah senantiasa menyertai di mana saja kita berada,” kata pengurus di Aswaja NU Center Jawa Timur ini.

 

Dijelaskannya bahwa badan yang sabar adalah sabar dalam menunaikan perintah agama, dan sabar dalam menghadapi bencana dan wabah sebagaimana yang saat ini sedang melanda Indonesia dan dunia.

 

Sedangkan makna merasa puas terhadap apa yang di tangan adalah dengan bersyukur atas  anugerah rizki Allah yang dimiliki. Karena susah dan senang adalah kondisi yang senantiasa ada digilirkan pada manusia. 

 

“Karena itu, dalam musim wabah Corona saat ini, kita harus selalu bahagia dan senantiasa melaksanakan ajaran agama termasuk silaturahim,” ungkapnya.

 

Bagaimana silaturahim bisa dilakukan dama suasana yang membatasai gerak fisik? Ternyata seiring dengan berjalannya waktu, manusia  telah mampu menyiasatinya dengan aneka perubahan dan model dalam keseharian.
 

Jika dimungkinkan silaturahim fisik langsung, maka tentu itu seharusnya dilaksanakan. Jika tidak, maka bisa dengan telepon dan media serupa. 

 

“Di musim ini kita memang dianjurkan untuk menjaga jarak. Akan tetapi, jarak sosial tidak boleh renggang. Jarak persaudaraan harus tetap dekat. Jembatan penghubung antarkerabat harus dibentangkan,” jelasnya.

 

Karena itu adalah Syeikh as-Samarqandi pernah menyatakan bahwa jika tidak dimungkinkan silaturahim langsung, maka bisa mengirim surat. Dalam istilahnya disebut dengan wain kana ghaiban yashiluhum bil kitab ilaihim. 

 

“Bahwa dalam konteks saat ini, di samping bisa berkirim surat, dapat juga menggunakan telepon, SMS, WA, zoom, dan lain-lain,” ungkapnya."

 

Ustadz Yusuf Sugharto mengemukakan bahwa dalam hadits disabdakan oleh Rasulullah agar umat Islam diperintah untuk merikanlah makan, tebarkan salam, menyambung silaturahim dan lakukan shalat malam ketika orang-orang tidur.

 

“Maka engkau akan masuk surga dengan selamat,” tegasnya.

 

Demikian pula Nabi Muhammad SAW bersabda, barangsiapa menginginkan diberikan  umur panjang, memiliki rizki yang luas, dan diselamatkan dari kematian yang buruk, maka hendaklah menyambung silaturrahim.

 

Di ujung khotbah, dirinya mengajak untuk menjadikan bulan usai Ramadhan sebagai sarana untuk meningkatkan kebaikan. Karena hal tersebut sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam perjalanan hidup.

 

"Marilah dalam bulan Syawal yang artinya adalah bulan peningkatan, kita tingkatkan kualitas amal ibadah, dan memperkokoh solidaritas sosial kita,” pungkasnya.

 

Editor: Syaifullah


Editor:

Metropolis Terbaru