Metropolis

Wakil Sekretaris NU Jatim Ulas Tantangan dan Relevansi Ajaran Islam

Sabtu, 30 November 2024 | 18:00 WIB

Wakil Sekretaris NU Jatim Ulas Tantangan dan Relevansi Ajaran Islam

Wakil Sekretaris PWNU Jatim, Prof Dr KH M Noor Harisudin. (Foto: yayasandarulhikam.com)

Surabaya, NU Online Jatim

Wakil Sekretaris Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jatim, Prof Dr KH M Noor Harisudin, menjelaskan perihal tantangan dan relevansi ajaran Islam di era saat ini. Dikatakan, Islam sudah sempurna sejak masa Rasulullah SAW, dan agama Islam akan tetap relevan hingga kini.

 

“Bahkan di tengah perkembangan zaman yang pesat ini Islam akan tetap relevan,2 ujarnya dalam kuliah umum bertema ‘Islam dan Tantangan Beragama di Dunia’ yang digelar Sekolah Tinggi Kulliyatul Qur’an (STKQ) di Aula Masjid Depok, dilansir yayasandarulhikam.com, Sabtu (30/11/2024).

 

Ia menjelaskan, Islam sebagai agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW, merupakan wadlun ilahiyun, menjadi rahmat bagi seluruh alam semesta. Islam terdiri dari tiga unsur utama, yaitu tauhid, syariat, dan tasawuf atau akhlak. Ketiga unsur ini merupakan pondasi utama yang tidak terpisahkan dalam ajaran Islam.

 

“Tauhid adalah keyakinan pada Allah, syariat adalah hukum Islam yang konkret, dan akhlak adalah perilaku muslim yang mendarah daging, yang dilakukan secara reflektif,” ungkap Prof Haris, sapaannya.

 

Pengasuh Pondok Pesantren Darul Hikam Mangli Jember ini pun mengajak untuk merenung, apakah Islam benar-benar rahmatan lil alamin, yakni kasih sayang bagi seluruh umat manusia.

 

Dirinya pun menyoroti tantangan yang muncul setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW, termasuk perkembangan teknologi dan situasi sosial yang tidak ada di masa Rasulullah, seperti internet dan telekomunikasi.

 

Untuk itu, ia menegaskan bahwa kontekstualisasi Islam sangat penting agar ajaran Islam tetap relevan dan dapat diterapkan dalam setiap keadaan. “Islam tidak hanya dapat dipahami secara tekstual, tetapi juga harus mampu diadaptasi dengan situasi zaman yang terus berkembang, seperti melalui ijtihad,” jelas sosok kelahiran Demak itu.

 

Menurutnya, kontekstualisasi Islam dapat dilihat dari berbagai fatwa yang dihasilkan oleh para ulama, termasuk di Indonesia. Salah satunya adalah fatwa mengenai pernikahan beda agama yang melarang pernikahan antara seorang Muslim dengan non-Muslim, meskipun beberapa ulama luar membolehkan pernikahan antara pria Muslim dengan wanita ahli kitab.

 

“Contoh lain adalah fatwa MUI yang membolehkan makan kepiting meskipun dalam fikih klasik, hewan yang hidup di dua alam seperti kepiting diharamkan. Termasuk pula implementasi rukhsah (keringanan) dalam berwudhu di luar negeri, di mana umat Islam di negara dengan minoritas Muslim terkadang terpaksa membasuh sepatu sebagai pengganti air wudhu,” urainya.

 

Prof Haris menambahkan, Islam dapat diimplementasikan di berbagai kondisi, meskipun tidak selalu sesuai dengan praktik tradisional. “Inilah yang saya maksudkan dengan Islam sebagai rahmatan lil alamin. Islam bisa diterapkan di mana saja dan kapan saja, serta bisa dikontekstualisasikan sesuai kebutuhan zaman,” tuturnya

 

Untuk itu, ia mengingatkan pentingnya mendoakan para ulama, termasuk KH Ahmad Hasyim Muzadi dan KH Abdul Muchith Muzadi, dua tokoh besar di Nahdlatul Ulama. “Mereka yang telah banyak berjasa dalam membentuk dan membawa perubahan bagi umat Islam,” pungkasnya.

 

Diketahui, turut hadir da;am acara tersebut Pengasuh Pondok Pesantren Al-Hikam Depok, KH M Yusron Shidqi, Ketua STKQ Al Hikam Dr Subur Wijaya, Dekan Fakultas Syariah Institut Agama Islam Nasional (IAI) Laa Roiba Bogor KH Moh Romli, serta ratusan mahasiswa dan mahasantri Al Hikam Depok.