Jakarta, NU Online Jatim
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya memberikan tanggapan terkait kasus meninggalnya salah satu santri Pondok Pesantren Modern Darussalam, Gontor, Ponorogo.
Hal ini mengingat santri tersebut meninggal dunia diduga karena dianiaya saat masih di Pondok Pesantren.
Gus Yahya mengaku sangat prihatin dan mendorong pihak pesantren terkait untuk sepenuhnya mengusut kasus tersebut sampai tuntas. Baginya, insiden maut itu merupakan alarm peringatan bagi lembaga pendidikan untuk dapat meningkatkan pengawasan di segala bentuk kegiatan pembelajaran.
Kasus dugaan kekerasan di Pondok Pesantren Modern Darussalam, Gontor, Ponorogo, Jawa Timur menjadi sorotan publik. Pasalnya, korban yang merupakan santri putra asal Palembang, Sumatera Selatan itu diduga dianiaya hingga meninggal dunia.
Ketua Umum (Ketum) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf menilai kejadian tersebut sebagai kecelakaan pengawas. Ia juga menegaskan bahwa insiden maut itu merupakan alarm peringatan bagi lembaga pendidikan untuk dapat meningkatkan pengawasan di segala bentuk kegiatan pembelajaran.
“Kami menyerukan kepada pesantren, khususnya di lingkungan NU, untuk lebih memperhatikan lagi masalah sistem pengawasan santri-santri,” katanya di The Ritz Carlton Mega Kuningan, Jakarta, Rabu (7/9/2022).
Atas insiden itu, ulama yang akrab disapa Gus Yahya itu mengaku sangat prihatin dan mendorong pihak pesantren terkait untuk sepenuhnya mengusut kasus tersebut sampai tuntas.
“Kita mendukung Pesantren Gontor sepenuhnya untuk mengatasi ini dengan baik. Atas nama PBNU, kami menyampaikan belasungkawa,” ujar Pengasuh Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin Leteh, Rembang, Jawa Tengah itu.
Ia berharap, peristiwa itu bisa menjadi pembelajaran bersama terkait pengelolaan sistem pengawasan pesantren untuk menghindari potensi terulangnya kejadian serupa.
“Mudah mudahan di masa yang akan datang dikelola dengan baik dan bisa dicegah hal ini terulang,” harap kiai kelahiran 16 Februari 1966 itu.
Menurutnya, pesantren mengharamkan tindak kekerasan sebagai bentuk hukuman. Umumnya, sanksi yang diterapkan justru mengajarkan pelanggar untuk lebih disiplin dan tidak mengulangi kesalahan serupa.
“Biasanya, sanksi itu kerja bakti atau membuat tugas belajar yang dilipatgandakan, tapi tidak dengan kekerasan. Jika sampai ada seperti itu, secara mutlak harus kita tolak, jangan sampai ada itu,” tutur Gus Yahya.
Penjatuhan sanksi dalam bentuk kekerasan sangat tidak relevan dengan perkembangan saat ini.
“Jangan sampai santri itu disanksi dengan kekerasan. Ini zamannya sudah berbeda, dan jangan disamakan dengan legenda seperti kiai yang memukul santri lalu santrinya pintar. Tidak begitu,” pungkas Gus Yahya.
Pewarta: Nuriel Shiami Indiraphasa
Editor: Syamsul Arifin
Terpopuler
1
PCNU Nganjuk Apresiasi 7 Kader Lolos Beasiswa Keagamaan PWNU Jatim
2
Paradoks Palestina: Dukungan Muslim yang Pincang
3
Tidak Menghadiri Undangan Pernikahan Sebab Tak Punya Uang, Bolehkah?
4
Resmi Dilantik, Fatayat NU Magetan Miliki Program Unggulan Mahabah
5
Peduli Lingkungan, MWCNU dan Banser di Bangkalan Bersih-bersih Pelabuhan
6
Kedung Cinet, Merasakan Eksotisme Miniatur Grand Canyon di Jombang
Terkini
Lihat Semua