• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Sabtu, 20 April 2024

Opini

3 Pendekar Pleno, Catatan Sidang pada Muktamar Lampung

3 Pendekar Pleno, Catatan Sidang pada Muktamar Lampung
Suasana sidang pleno pada Muktamar Ke-34 NU di Lampung. (Foto: NOJ/LKo)
Suasana sidang pleno pada Muktamar Ke-34 NU di Lampung. (Foto: NOJ/LKo)

Di hari pertama Muktamar Ke-34 NU di Lampung, saya berdecak kagum. Prof M Nuh, Nadirsyah Hosen, dan Kiai Asrorun Ni’am Sholeh solid memimpin pleno pertama. Ketiganya saling mengisi dan melengkapi. Berbagi peran dan fokus. Mulai siang hari, hingga larut malam. Pukul 23.45 WIB. Tujuannya, sidang pleno yang membahas tata tertib muktamar berjalan tertib, konstruktif, dan mufakat. ‘Ngemong’ beragam pandangan dan masukan. Mencari titik temu 
terbaik.
 

Mensintesiskan balur tesis dan antitesis. Sudah barang tentu, ini bukan pekerjaan yang gampang. Namun demikian, berkat kematangan intelektualitas dan integritas ketiganya, tugas di atas bisa ditunaikan. 
 

Pak Nuh, Menteri Pendidikan era Susilo Bambang Yudhoyono, selaku pimpinan sidang utama, nampak sabar dan hormat terhadap semua pandangan. ‘Ngewongke’ setiap peserta sidang yang menyampaikan usulan. Setiap muktamirin yang angkat tangan untuk sumbang gagasan, selalu dipersilahkan dengan sebutan ‘monggo panjenengan’. kesalihan lokal (local wisdom) Jawa. Cara memanggil dan mempersilakan orang lain dengan sangat hormat.
 

Di sisi lain, Gus Nadir, selalu muncul di waktu yang tepat. Memberikan tilikan-tilikan akademis-filosofis-historis ketika sumbang saran mengalami tumpukan dan tumbukan pandangan. Penjelasan Gus Nadir yang lugas dan bernas, membantu muktamirin untuk memeriksa kembali pandangan masing-masing. Secara tidak langsung, tumbukan pandangan itu terurai dengan sendirinya. Pleno kembali jernih dan fokus. 
 

Kecerdasan Gus Nadir ini, tidak lain adalah buah dari kedalaman intelektualitasnya. Sudah terbiasa membaca dan menimbang ragam perdebatan pemikiran.
 

Tidak kalah pentinganya adalah Kiai Asrorun Ni’am Sholeh. Selaku sekretaris sidang, dia mampu mambahasakan kesepakatan dengan diksi yang cermat. Sehingga mudah dipahami dan diterima seluruh muktamirin. Hal ini memperlancar proses mufakat. Tidak jarang, dirinya mengutip kaidah-kaidah fikih untuk ‘bumbu” hasil pleno. Sesuai kepakarannya sebagai Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat.
 

Lantas tertarikkah Anda?


Editor:

Opini Terbaru