• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Jumat, 26 April 2024

Opini

Bulan Gus Dur; Menumbuhkan Semangat Pluralisme sebagai 'Obat' Radikalisme

Bulan Gus Dur; Menumbuhkan Semangat Pluralisme sebagai 'Obat' Radikalisme
ALmarhum Gus Dur. (Foto: Istimewa)
ALmarhum Gus Dur. (Foto: Istimewa)

Oleh : Abdur Rohman An Nakhrowi*

Di Turki, bulan Desember dikenal dengan bulan Maulana Rumi. Lain halnya dengan di Indonesia, bulan Desember adalah bulan KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Karena di bulan Desember selalu diperingati haul Gus Dur. Selain itu, Presiden Republik Indonesia keempat itu juga lahir di bulan yang sama yaitu 7 Desember 1940.

 

Sahabat Gus Dur, KH Husain Muhammad pernah menulis bahwa “Gus Dur adalah nama yang menyimpan kekayaan pengetahuan humaniora dan spritual yang seakan tak pernah habis dikaji. Meski telah pulang, ia masih terus disebut dan kata-katanya terus dikutip dan diurai oleh banyak orang”.

 

Salah satu gagasan Gus Dur yang menarik untuk terus dibahas dalam konteks Indonesia adalah pluralisme. Pluralisme memiliki daya tarik tersendiri, baik yang berkaitan dengan agama ataupun potensi konflik yang disebabkan oleh SARA. Bahkan, tidak jarang isu tentang pluralisme ini menjadi tranding topic di kalangan masyarakat Indonesia. Pluralisme sendiri merupakan sunnatullah. Sebab demikian alangkah mustahilnya di masa sekarang kita tidak bersinggungan dengan kelompok yang berbeda keyakinan dan agama.

 

Namun demikian, rupanya, keniscayaan ini masih tidak diakui oleh sebagian kelompok kecil. Sehingga menganggap bahwa pluralisme tidak boleh ada. Kelompok ini yang menurut Fahruddin Faiz memunculkan sikap ekslusif, claim of truth dan salvation of claim yang berbahaya bagi keutuhan bangsa dan negara.

 

Menghentikan tindakan dan sikap radikal dan teror memang tidak semudah yang dibayangkan. Sebab demikian sikap dan tindakan ini masih banyak menyeruak di banyak titik di wilayah Indonesia.

 

The Power Reserach Center, pada tahun 2015 merilis data bahwa 10 juta masyarakat Indonesia memiliki faham radikal. Setahun setelahnya, Setara Institusi juga merilis data penelitiannya yang mengatakan pada tahun tersebut terdapat 182 pelanggaran kebebasan berkeyakinan dan beragama di Indonesia. Masih banyak penelitian penelitian lain yang mengungkapkan akan radikalisme di Indonesia.

 

Tindakan kelompok radikal dan teror yang merugikan banyak pihak itu juga tidak sejalan dengan semangat pluralitas bangsa Indonesia sendiri, keragaman yang ada di dalamnya, seperti ras, suku, bahasa, hingga agama. Menjadi bukti bahwa Indonesia adalah negara yang beragam dari sejak dulu kala.

 

Selain itu, dihapusnya tujuh kata dalam sila pertama pancasila merupakan implikasi dan pengakuan sejak awal bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang beragam. Namun lagi-lagi, keragaman ini tidak diindahkan oleh kelompok radikal intoleran. Sehingga keragaman Indonesia justru menyulut ketegangan, bahkan konflik dan perang saudara yang tidak bisa dihindarkan.

 

Gagasan pluralisme Gus Dur cukup penting untuk menjadi obat penawar dalam membingkai persatuan dalam umat yang beragam. Sikap pluralisme Gus Dur yang identik dengan mengedepankan sikap saling terbuka, mengerti, memahami, dan menyadari bahwa setiap agama berhak mengekspresikan keyakinannya patut untuk ditilik lebih jauh.

 

Ketika Gus Dur memaknai keragaman sebagaimana tercatat dalam QS. Al-Hujurat ayat 13, Gus Dur memaknai bahwa "Li ta'ârafú" tidak sekadar saling mengenal dengan berbagai alamat rumah dan nomor handphone. Akan tetapi juga mengenal dan memahami tradisi, kebiasaan, adat istiadat, pikiran dan hasrat setiap manusia. Sehingga dengan demikian kita akan sadar bahwa perbedaan semua itu adalah hak Allah yang tidak bisa kita tolak.

 

Gus Dur juga menafsirkan makna bahwa sebaik manusia adalah mereka yang paling bertaqwa. Baginya, taqwa dalam arti ini bukan sekadar rajin beribadah ke masjid dan mengaji Al-Qur'an. Akan tetapi lebih dari itu taqwa adalah mengendalikan amarah, hasrat hasrat rendah, menjaga hati, tidak melukai, tidak mengancam, ramah, sabar, dan rendah hati yang harus dipraktikkan pada setiap individu.

 

Selain itu, sebagaimana ditegaskan KH Husein Muhammad, Gus Dur memiliki tiga prinsip Islam, yaitu rukun iman, rukun Islam dan rukun tetangga atau kemanusiaan. Dengan ini Gus Dur hendak memberikan maksud bahwa nilai keislaman dan keimanan yang dimiliki seseorang hendaknya tidak mereduksi nilai kesalehan sosialnya dengan tetangga. Bagi Gus Dur keimanan harus berimplikasi pada kesalehan spiritual sekaligus kesalehan sosial.

 

Sikap Gus Dur dalam mengimplementasikan apa yang diyakininya soal pluralisme di tengah masyarakat tidak bisa dielakkan. Gus Dur tidak hanya berbicara soal kehebatan teori dan konsep pluralisme akan tetapi mempraktikkan secara langsung di tengah masyarakat.

 

Ia dikenal sebagai pejuang kemanusiaan yang seringkali memberikan advokasi kepada orang-orang yang ditindas dan dimarjinalkan. Tidak sekadar menghargai perbedaan keyakinan dan agama akan tetapi menyambut baik dengan rendah hati dan rengkuhan yang hangat. Di ceritakan bahwa Gus Dur sering sekali mengadakan Open House untuk memberikan kesempatan kepada siapa saja mengadukan problematika yang sedang dihadapinya di tengah masyarakat.

 

Sebaliknya, Gus Dur akan menindak dengan tegas siapa saja yang merendahkan martabat manusia, apalagi menyakiti, mengurangi, dan menghalangi hak-haknya. Lagi lagi, KH Husein Muhammad dalam buku Sang Zahid menyatakan fakta sikap pluralisme Gus Dur untuk menyatukan umat Indonesia yang beragam. Ketika sekelompok Ahmadiyah diusir dan masjidnya dirobohkan, Gus Dur hadir di tengah-tengah mereka.

 

 

la membersamai mereka dan memberikan advokasi serta dukungan kepada mereka. Ketika gereja-gereja dilempari batu, Gus Dur melarangnya. Ketika orang-orang Tiong Hoa meminta diresmikan Hari Raya Imlek dan Barongsai, Gus Dur memberikannya dengan tulus meskipun penglihatannya tidak normal. Bahkan, Gus Dur hadir di acara tersebut dan bertepuk tangan dengan sangat riang.

 

Pada bulan merindu Gus Dur ini, sangat tepat apabila berkaca pada sikap dan tindakan Gus Dur dalam upaya membangun persatuan dan mengobati penyakit radikalisme di tengah masyarakat. Agar Indonesia selalu menjadi bangsa yang bersatu dalam keragaman.

 

*Mahasiswa Prodi Hukum Perbandingan Madzhab UIN Sunan Ampel Surabaya. Pernah belajar di Madrasah Muallimin Muallimat 6 tahun Tambakberas Jombang.


Editor:

Opini Terbaru