• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Kamis, 28 Maret 2024

Opini

Sastra Madura Tunjukkan Karakter Kearifan Warga

Sastra Madura Tunjukkan Karakter Kearifan Warga
Keindahan Pulau Gili Iyang di Sumenep. (Foto: NOJ/PWc)
Keindahan Pulau Gili Iyang di Sumenep. (Foto: NOJ/PWc)

Oleh: Firdausi 

Seluruh bangsa di Indonesia mengenal ciri khas warga Madura sebagai tipikal pantang menyerah. Ilmu dan adab merupakan hal penting, namun paling penting adalah tatakramanya baik. Mereka yang memiliki kelebihan di sektor ini akan menarik untuk dijadikan menantu maupun pendamping hidup demi membangun keluarga harmonis atau sakinah, mawaddah dan penuh rahmah.

 

Pendidikan akhlak atau sikap sopan santun sejak dini ditanamkan oleh orang tua. Dan yang menjadi ciri khas lainnya adalah orang tua mengajari dan mewajibkan anaknya menggunakan bahasa Madura halus atau enggi bunthen ketika berkomunikasi dengan orang yang umurnya lebih tua. Apalagi bahasa halus tersebut merupakan aset kultur yang mulai jarang digunakan oleh generasi milenial. 

 

Di balik kehalusan warga Madura terdapat karakter keras yang sampai detik ini menjadi tradisi khas lokal yakni carok. Menurut penelitiannya Huub De Jonge yang kemudian diterjemahkan oleh Latif Wiyata dengan judul buku 'Carok Konflik Kekerasan dan Harga Diri Orang Madura' menyatakan bahwa carok akan terjadi bila disebabkan oleh beberapa hal. Antara lain: perselingkuhan atau cemburu alias menggoda pasangan orang lain, permasalahan warisan atau tanah hingga jabatan. 

 

Sekeras-kerasnya watak orang Madura ternyata juga memiliki karakter lembut. Hal ini bisa dilihat dari kepercayaan masyarakat kepada tokoh agama atau ta'riful ulama wa ta'limul ulama. Wajar masyarakat Madura memondokkan anak-anaknya ke pesantren demi mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. 

 

Kesenian Warga Madura
Di balik kegarangan warga Madura, masyarakat lokal memiliki lagu-lagu tradisional yang dulu dinyanyikan oleh para leluhur. Karya tersebut pada dasarnya memiliki nilai pendidikan karakter, walaupun akhir-akhir ini jarang dinyanyikan atau dipopulerkan kembali oleh generasi milenial. Di antara lagu tersebut:

 

Lir Saalir


Lir saalir alir, alir kung! Ngare' benta ngeba sada, mon motta esambi keya, lir saalir alir, alir kung!
Tada' kasta neng e ada', ghi' kasta e budi keya, lir saalir alir, alir kung!
Perreng pettong pote-pote, reng lalakon patengate

 

Lagu ini berbentuk pantun nasihat yang mengingatkan untuk selalu berhati-hati dalam bekerja, bertindak, bertingkah laku, berbicara, dan bersikap. Di samping itu memberikan nasihat untuk berpikir jernih sebelum mengambil tindakan atau keputusan. Karena kesalahan dalam bertindak menimbulkan penyesalan di kemudian hari. 

 

Pa' opa' Iling

​​​​​​​
Pa' opa' iling dang-dang asoko randhi,
Reng towana tar ngaleleng
Ajhara ngajhi babana cabbhi
Le ollena gheddang bighi

 

Lagu nina bobok ini dinyanyikann oleh orang tua untuk menimang atau mengajak bermain anaknya yang masih kecil. Lagu tersebut sarat makna, karena masyarakat Madura menjunjung tinggi nilai-nilai agama Islam. Seluruh orang tua mewajibkan anaknya untuk mengaji sejak dini, bahkan orang tua menghukum anaknya saat bolos mengaji. Ngaji di sini bukan sekadar mengaji al-Quran tetapi kegiatan mencari ilmu dunia bagi bekal kehidupan di masa mendatang. Untuk memberikan jaminan agar anak-anak mereka lulus mengaji, para orang tua bekerja keras walaupun hasilnya tidak seberapa.

 

Caca Aghuna
 

Ya' tampar 2x, mulet nyono' ka cengkol
Mon lapar yu' nono tela sapekol ka' korang
Ka' korang 2x, mon coma neng sapekol
Arapa ma' pada bongsombongan, acaca ta' mambhu ongnaongan
Lebbhi becce' caca seaghuna, nyauwaghi ka jhuba' panyana
Arapa 2x, bhujung bada eroma, acaca 2x ngangghuya tatakrama
Yu' kanca kakabhhi, yu' kanca pada alako se aghuna

 

Lagu ini berisi nasihat untuk selalu berhati-hati dalam berucap. Orang akan dihormati atau dihina karena perkataannya. Jika kita berkata baik dan berguna akan dijauhkan dari keburukan atau prasangka. Selain itu lagu ini juga memberikan nasihat agar selalu menggunakan tatakrama dalam berbicara, melihat siapa yang diajak berbicara. Apakah anak-anak, teman, atau orang tua? Di situ ada tingkatan berbahasa yang harus diterapkan. Dalam bahasa Madura ada bahasa enja' iya (kasar), enggi enten (madya), dan enggi bunten (halus atau krama inggil).

 

Les-Balesan
 

Arapa ma' nojjhune ta' nyapa, la-pola sengko' andi' sala
Enja' sengko' ta' apa-rapa, coma ta' kenceng acaca
Ma' pas akolba'na budi arena, sapa bara' ro
Namen tales pengghir paghar
Ta' enga' lamba' ro, aba' males sengka ajhar
Sapa bara' ro, mano' keddhi' ca' lonca'an
Ta' enga' lamba' ro, mon ta' andi' ta' penta'an

 

Lagu ini menasihati anak muda untuk selalu rajin mencari ilmu agar tidak menyesal di masa tua. Juga memberikan nasihat untuk mengedepankan semangat kekeluargaan, saling membantu dan bergotong royong dalam mengatasi problem kehidupan. Masyarakat tidak hanya meminta pertolongan, tetapi juga harus memberikan pertolongan. Prinsip mutualisme dalam hidup harus diterapkan di lingkungan masyarakat. 

 

Pajjhar Lagghu'
 

Pajjhar lagghu' arena pon nyonara
Bapa' tane se tedung pon jhagha'an
Ngala' are' ben landhu' tor capengnga
Ajhalanna ghi' sarat kawajibhan
Atatamen mabanyya' hasel bhumena
Mama'mor nagharana tor bangsana

​​​​​​​

Bagi masyarakat Madura, sebagai petani menjadi pekerjaan utama. Walau tanahnya kurang subur, gersang, dan kering, namun dengan semangat kerja yang giat dan pantang menyerah, dapat hidup dari bercocok tanam. Sudah menjadi kebiasaan masyarakat untuk bergotong royong dalam bercocok tanam. Maksudnya semua anggota keluarga memiliki peran dan melaksanakan peran mereka secara bergotong royong. 

 

Adalah Sekretaris MWCNU Pragaan dan Dosen Instika Guluk-guluk Sumenep.
 


Editor:

Opini Terbaru