Direktur Womester Kecam Pembunuhan di Masjid Prancis, Desak Macron Tegakkan Keadilan
Senin, 12 Mei 2025 | 08:00 WIB
Yulia Novita Hanum
Kontributor
Jember, NU Online Jatim
Guru Besar UIN Kiai Haji Achmad Siddiq (KHAS) Jember, Prof. Dr. KH. M. Noor Harisudin, S.Ag., S.H., M.Fil.I., CLA., CWC., menyampaikan duka cita mendalam sekaligus kecaman keras terhadap aksi pembunuhan seorang Muslim bernama Aboubakar Cisse di sebuah masjid di Prancis, Jumat (25/04/2025). Tindakan kekerasan yang terjadi di tempat ibadah itu dinilainya sebagai tragedi yang tidak hanya melukai hati umat Islam, tetapi juga mencederai prinsip dasar kemanusiaan dan kebebasan beragama.
“Tindakan ini patut dikecam keras karena tidak hanya menghina Tuhan umat Islam, tetapi juga dilakukan di dalam masjid—tempat suci umat Muslim untuk beribadah,” tegas Prof. Haris dalam keterangannya kepada awak media pada Sabtu (26/04/2025).
Menurutnya, peristiwa tersebut menunjukkan bahwa kebencian berbasis agama masih menjadi ancaman nyata bagi umat beragama, terutama Muslim di negara-negara yang selama ini dikenal menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi dan hak asasi manusia, termasuk Prancis. Karena itu, ia menilai penting untuk memastikan bahwa pelaku kekerasan ini tidak hanya dihukum, tetapi juga menjadi peringatan tegas terhadap semua bentuk intoleransi, kebencian dan Islamphobia.
Sebagai Direktur World Moslem Studies Center (Womester), Prof. Haris mendesak Presiden Prancis Emmanuel Macron agar segera menegakkan keadilan dalam kasus ini secara terbuka dan tanpa diskriminasi. Ia menekankan bahwa penegakan hukum yang adil adalah langkah penting untuk mengembalikan rasa aman umat Islam di Prancis dan menunjukkan komitmen negara terhadap kebebasan beragama.
“Saya mendesak Presiden Macron untuk segera mengadili pelaku secara adil dan transparan. Jika tidak ditindak tegas, kekerasan terhadap umat Islam bisa terus berulang dan mencederai nilai-nilai kemanusiaan,” ujar Dekan Fakultas Syariah UIN Kiai Haji Achmad Siddiq Jember periode 2019-2023.
Wakil Sekretaris PWNU Jatim itu juga menyoroti pentingnya sikap tegas Pemerintah Prancis dalam memberantas segala bentuk rasisme dan Islamophobia yang semakin mengkhawatirkan. Menurutnya, kebebasan yang dijunjung tinggi oleh negara tersebut seharusnya berlaku untuk semua warga negara tanpa diskriminasi atas dasar agama, ras, atau etnis.
“Prancis dikenal sebagai negara yang menjunjung tinggi kebebasan. Karena itu, tidak seharusnya ada tempat bagi tindakan rasis maupun kebencian terhadap agama, termasuk terhadap Islam,” tegasnya lagi.
Ia menambahkan bahwa negara memiliki kewajiban konstitusional untuk melindungi semua warga negaranya dalam menjalankan keyakinan agama masing-masing tanpa rasa takut. Tidak boleh ada ruang bagi intimidasi, diskriminasi, maupun ancaman terhadap umat beragama, termasuk Muslim yang saat ini menjadi sasaran Islamphobia di beberapa wilayah Eropa.
“Negara harus hadir untuk melindungi warganya dalam menjalankan agamanya. Tidak boleh ada ketakutan, intimidasi, atau bentuk ancaman apa pun. Pemerintah Prancis wajib menjamin hal ini sebagai bagian dari tanggung jawab konstitusionalnya,” pungkas Prof. Haris yang juga Ketua PP Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara-Hukum Administrasi Negara itu.
Peristiwa pembunuhan Aboubakar Cisse ini pun memicu keprihatinan luas dari komunitas Muslim internasional, yang menuntut agar pemerintah Prancis tidak hanya bertindak secara reaktif, tetapi juga mengambil langkah strategis untuk menanggulangi Islamofobia dan menjamin kebebasan beragama di negaranya.
Reporter: Siti Junita
Terpopuler
1
Safari Kepulauan, Ketua Ansor Jatim Sapa Kader di Sapeken dan Kangean
2
Bupati Lukman Hakim Ditetapkan Sebagai Kasatkorcab Banser Bangkalan
3
Bot Farm: Penyesat Opini di Media Sosial
4
Dalil Kesunahan Selamatan Pulang Haji, Tak Sekadar Tradisi Lokal
5
Retreat Organisasi: GP Ansor Pacitan Dorong Adaptasi Aturan Baru dan Regenerasi
6
Kesan Jamaah Haji KBIHU MWCNU Singosari Jalani Ibadah di Tanah Suci
Terkini
Lihat Semua