Pendidikan

Dosen FK Unusa Berbagi Solusi Atasi Gangguan Pendengaran pada Anak

Ahad, 2 Februari 2025 | 21:00 WIB

Dosen FK Unusa Berbagi Solusi Atasi Gangguan Pendengaran pada Anak

Dosen FK Unusa dr Rizka Dany Afina, Sp.T.H.T.B.K.L. (Foto: NOJ/ unusa.ac.id)

Surabaya, NU Online Jatim

Dosen Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa) dr Rizka Dany Afina, Sp.T.H.T.B.K.L berbagi solusi dalam mengatasi gangguan pendengaran pada anak. Menurutnya, gangguan pendengaran juga bisa terjadi pada anak-anak, tidak hanya pada orang dewasa.

 

“Berdasarkan penyebabnya, gangguan pendengaran memiliki beberapa tipe, yakni tipe saraf, tipe konduksi, dan tipe campuran,” ujarnya dilansir unusa.ac.id, Ahad (02/02/2025).

 

Ia menjelaskan, gangguan pendengaran tipe saraf ini bisa terjadi karena adanya disfungsi saraf pendengaran bagian dalam atau koklea. Gangguan pendengaran tipe saraf bisa terjadi pada anak berupa kongenital atau bawaan karena adanya gangguan dalam masa pembentukan organ pendengaran pada saat ibu mengandung usia kehamilan 4-5 minggu.

 

“Misalnya ibu mengalami infeksi karena virus, atau ibu mengalami demam tinggi, bisa disertai adanya bintil merah pada kulit atau ibu terdiagnosis penyakit rubella atau toksoplasma,” ungkapnya.

 

Oleh karena itu, dr Rika mendorong agar orang tua melakukan skrining pada bayi, terutama bagi mereka yang memiliki risiko tinggi. Disebutkan, hal ini rentan menimpa ibu yang memiliki riwayat infeksi pada kehamilan, sehingga bayi lahir dengan berat kurang dari 1500 gram.

 

“Atau bayi lahir prematur dan yang memiliki cacat bawaan lain, misalnya tidak terdapat tulang tengkorak, sindrom down, bayi yang lama dilakukan perawatan di ruang NICU, terdapat riwayat keluarga yang mengalami gangguan pendengaran,” terangnya.

 

Rika menyebutkan, skrining pendengaran idealnya dilakukan pada 1-2 hari setelah lahir dengan alat otoaccoustic emission (OAE), yakni berupa alat pemeriksaan dengan ujung pemeriksaan ditempelkan ke liang telinga bayi.

 

Ia menambahkan, melalui proses ini nantinya diketahui secara dini apakah terdapat gangguan pada organ telinga bagian dalam atau tidak. Jika hasilnya positif dikatakan refer, sehingga dapat dilanjutkan lagi untuk pemeriksaan di bulan ketiga. Kemudian, bila masih terdapat kelainan maka akan direncanakan untuk habilitasi pendengaran sebelum bayi berusia 6 bulan bulan pertama.

 

“Hal ini penting dilakukan karena dengan penanganan segera terbukti anak dapat berkomunikasi lebih baik dengan sekitarnya, tidak terdapat kesulitan di sekolah, dan dapat bermain bersama anak-anak lain tanpa kendala,” tegasnya.

 

Selain itu, Rizka juga menuturkan beberapa penyebab lain gangguan pendengaran yang sering dialami oleh orang dewasa dan juga anak-anak, yaitu akibat sumbatan serumen atau kotoran telinga. Pada kondisi tersebut gangguan pendengaran terjadi secara konduktif yaitu terdapat hambatan pengahantaran bunyi dari liang telinga ke telinga bagian tengah.

 

“Kondisi lainnya yang sering terjadi karena ada kebiasaan mengorek telinga yang dapat menyebabkan bengkak pada liang telinga sehingga telinga juga tersumbat dan dapat terasa nyeri juga bisa keluar cairan sehingga pendengaran juga terganggu,” tuturnya.

 

Langkah Pencegahan

Untuk menghindari hal itu, Rikza mengimbau agar tidak mengorek-ngorek telinga. Selain itu, penting pula agar rutin memeriksakan telinga ke dokter setiap 6 bulan sekali untuk dibersihkan.

 

Menurutnya, gangguan pendengaran juga dapat terjadi pada orang yang sering mendengarkan musik menggunakan earphone dan pekerja yang sering terpapar dengan suara bising. “Karena akan mengganggu organ dalam dan saraf pendengaran, yaitu terjadi ketulian akibat bising karena terpapar bunyi yang keras,” katanya.

 

Penurunan pendengaran juga dapat terjadi pada lanjut usia. Hal ini terjadi karena adanya penurunan fungsi saraf pendengaran. Kondisi ini biasa disebut dengan Presbikusis. Jika kondisinya sudah sangat mengganggu, bisa menggunakan alat bantu dengar.

 

“Tentunya harus dilakukan pemeriksaan dulu oleh dokter dan pemeriksaan pendengaran sehingga alat bantu dengar yang digunakan nantinya terasa nyaman karena disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing pasien,” tandasnya.