• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Jumat, 19 April 2024

Tapal Kuda

Gus Baha: Umat Islam Boleh Kaya dan Berkuasa

Gus Baha: Umat Islam Boleh Kaya dan Berkuasa
KH Bahauddin Nursalim atau Gus Baha. (Foto: NOJ/LDn)
KH Bahauddin Nursalim atau Gus Baha. (Foto: NOJ/LDn)

Situbondo, NU Online Jatim

Islam tidak melarang penganutnya untuk memiliki harta berlimpah. Apalagi yang bersangkutan adalah tokoh agama, sehingga keayaan yang ada dapat dimanfaatkan untuk kebaikan.

 

Penegasan tersebut disampaikan KH Bahauddin Nursalim pada Haul Majemuk Masyayikh dan Keluarga Besar Pondok Pesantren Salafiyah Syafiiyah Sukorejo, Banyuputih, Situbondo, Jumat (01/01/2021).

 

“Kalau pakai logika fikih, harta itu fitnah. Oke, seakan-akan harta itu masalah. Tapi kalau ini (harta) dimiliki orang dzalim, maka akan menjadi masalah besar. Sehingga orang saleh juga harus menguasai harta,” katanya di hadapan sejumlah tamu undangan.

 

Gus Baha, sapaan akrabnya kemudian menceritakan bagaimana awalnya Imam Syafi’i sangat musykil dengan gurunya yang terbilang kaya raya yakni Imam Malik. Namun pendirian sedikit demi sedikit berubah lantaran Imam  Malik kaya, dan membiayai menemui orang yang juga alim yakni Muhammad bin Hasan Asy-Syaiban.

 

Kekaguman Imam Syafii kepada ulama kaya semakin lengkap saat bertemu Muhammad Hasan Asy-Syaiban di Iraq. Karena begitu tiba di kediamannya, Imam Syafi’i kaget karena tuan rumah juga sangat kaya, bahkan saat itu ia tengah sibuk menata uang dan emas di ruang tamunya.   

 

Saat Imam Syafi’i terlihat masih takjub, Muhammad bin Hasan Asy-Syaiban langung berucap:  “Anda kagum ini, anda kaget ini. Kalau kamu menyoal orang saleh kaya, ini (harta) saya kasihkan kepada orang-orang fasik biar dipakai judi, selingkuh, maksiat, dan sebagainya,”  kata Muhammad bin Hasan Asy-Syaiban.  

 

Mendapat jawaban tersebut, Imam Syafi’i menjawab: “Jangan, jangan, harta ini harus tetap di tangan orang saleh. Kalau jatuh ke tangan orang fasik, bahaya.”   

 

Menurut Gus Baha, dialog antara Imam Syafi’i dengan Muhammad bin Hasan Asy-Syaiban ini mengisyaratkan bahwa orang alim, orang saleh boleh bahkan harus menguasai harta. Karena jika harta dikuasai orang fasik maka akan menimbulkan mudarat dan maksiat.   

 

“Berarti kiai boleh kaya, dan sejak saat itu ada gerakan kiai kudu sugih (harus kaya). Cuma ada yang kesampaian, ada yang tidak (kesampaian),” terang Gus Baha.  

 

Kebolehan bahkan keharusan orang alim kaya, juga diqiyaskan kepada kekuasaan. Maka paradigmanya sama, yakni kekuasaan harus dipegang orang-orang saleh. Sebab jika kekuasaan jatuh ke tangan orang fasik, bisa menimbulkan bahaya.  

 

Pada kesempatan tersebut, Gus Baha menjelaskan bagaimana ulama dan kiai saat ini juga cenderung mendukung calon pada pemilihan kepala daerah. Bahkan tidak sedikit kiai yang juga maju sebagai calon.

 

Kondisi tersebut tidak bisa dipisahkan dengan suratan sejarah yang memang ‘memaksa’ para wali dan tokoh agama Islam untuk memiliki wilayah kekuasaan politik.

“Maka banyaklah kiai menjadi bupati, dan sebagainya,” pungkasnya.

Sebelumnya, Gus Baha juga mengisi kajian di Ma’had Aly pesantren setempat. Dan tampil pula KH Musleh Adnan dari Pamekasan memberikan mauidlah hasanah.


Editor:

Tapal Kuda Terbaru