Dari Keraton Menjadi Pesantren: Mengenal Pondok Sembilangan Bangkalan
Selasa, 5 November 2024 | 09:00 WIB
Bangkalan, NU Online Jatim
Pesantren di Bangkalan Madura terhitung memilki peran penting dalam penyebaran ajaran Islam, salah satuny adalah pesantren Sembilangan. Pondok pesantren ini merupakan salah satu pondok tertua di Bangkalan yang berdiri pada pertangahan abad ke-18 Masehi (sekitar tahun 1758 masehi) yang didirikan oleh Kiai Abdul Karim, seorang ulama tersohor yang berjejuluk ‘’Muallimuddin’.
Menurut penuturan Lora Shofwan, pengasuh pesantren Sembilangan, dahulu pesantren Sembilangan adalah sebuah rumah raja (keraton), kemudian dialihfungsikan menjadi pondok pesantren. Perubahan ini terjadi setelah Putri Cakraningrat IV menikah dengan Kiai Abdul Karim, keturunan dari Sunan Cendana. Pernikahan ini menandai bahwa pendidikan pesantren bermula dari Kiai Abdul Karim yang merupakan menantu dari Raja Cakraningrat IV.
ADVERTISEMENT BY OPTAD
"Setelah menjadi pondok pesantren, Sembilangan mulai banyak didatangi oleh para santri dari berbagai daerah. Terlebih pada masa Kiai Muqoddas, santri-santri yang datang untuk menimba ilmu di pesantren tersebut berasal dari luar kota Madura, seperti Kiai Sholeh Tsani Sampurnan Bungah (Gresik), dan Kiai Ahmad Sholeh (Langitan) yang menjadi tokoh-tokoh besar di tanah Jawa", ungkap lora Shofwan
Lora Shofwan menginformasikan bahwa sistem pembelajaran pondok pesantren sembilangan, pada awalnya sama seperti pondok pesantren klasik lainnya, yakni dengan menggunakan sistem bandongan dan sorogan. Kemudian pada masa Kiai Tajul Anwar sekitar tahun 1990 masehi, sistem pendidikan di Sembilangan dikembangkan dengan diadakannya Pendidikan formal (TK, MI, MTs, MA Sembilangan) yang berjalan hingga saat ini.
ADVERTISEMENT BY ANYMIND
Pesantren Sembilangan memiliki perpustakaan yang menyimpan Ribuan karya para ulama, yang terdiri dari karyak ulama Nusantara dan karya ulama timur tengah. Bentuk fisiknya masih berupa manuskrip dan kitab cetak kunop yang terpelihara dengan baik sejak berabad-abad yang lalu, dan disimpan di perpustakaan pondok yang diberi nama Maktabah Fiha Kutubun Qoyyimah.
Perlu diketahui, pesantren Sembilangan diasuh secara turun temurun oleh keluarga Kiai Abdul Karim. Setalah pendiri pondok tersebut wafat, kepengasuhan diteruskan oleh putranya, yakni Kiai Muqaddas. Setelah itu, dilanjutkan oleh putranya, yakni Kiai Ahmad Anwar pada sekitar tahun 1850 Masehi. Pasca wafatnya Kiai Ahmad Anwar, kepengasuhan di Sembilangan berpindah kepada Kiai Muhammad Shofwan bin Ahmad Anwar pada sekitar tahun 1899 Masehi.
ADVERTISEMENT BY OPTAD
Setelah itu, putranya yang berama Kiai Ahmad Tajul Anwar meneruskan jejak ayahnya pada sekitar tahun 1990 Masehi. Saat ini Pesantren Sembilangan diasuh oleh putra Kiai Ahmad Tajul Anwar, yakni Kiai Shofwan dan Kiai Adnan.
Pondok Pesantren Sembilangan menjadi gambaran dari panjangnya transmisi keilmuan Islam yang berjalan di lingkungan pondok pesantren di Nusantara, dengan melahirkan tokoh-tokoh penting dalam dakwah Islam dan mewariskan warisan intelektual berupa manuskrip-manuskrip yang menjadi pedoman, dan menciptakan jaringan intelektual antar pesantren dan ulama di Nusantara.
ADVERTISEMENT BY ANYMIND
ADVERTISEMENT BY ANYMIND