Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network

Matraman

Gus Miftah: Tingginya Radikalisme Disebabkan Media Sosial

Gus Miftah (paling kiri) saat Orasi Kebangsaan pada acara Diba Akbar peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW di Perguruan Islam Pondok Tremas, Arjosari, Pacitan, Jumat (07/10/2022) malam. (Foto: NOJ/ Anwar Sanusi)

Pacitan, NU Online Jatim

Pendakwah KH Miftah Maulana Habiburrahman atau Gus Miftah mengatakan, 37 persen pelajar dan mahasiswa di Jawa Timur terpapar paham radikalisme dan intoleransi. Menurutnya, mayoritas penyebab tingginya radikalisme adalah media sosial.


“Sudah menjadi rahasia umum bahwa media sosial hari ini lebih banyak dikuasai sama kelompok sebelah (kelompok minhum),” ujar Gus Miftah saat Orasi Kebangsaan pada acara Diba Akbar peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW di Perguruan Islam Pondok Tremas, Arjosari, Pacitan, Jumat (07/10/2022) malam.


Ia menyampaikan, di zaman sekarang banyak beredar di media sosial dari kelompok wahabi yang mengatakan bahwa mencintai negara itu tidak ada dalilnya. 


“Itu menurut mereka. Mereka itu siapa? Mereka adalah kelompok yang selalu mengatakan ‘saatnya kita kembali pada Al Qur'an, saatnya kita kembali kepada Al Hadist’,” jelasnya.


Pimpinan Pondok Pesantren Ora Aji Sleman Yogyakarta itu menjelaskan, kiai-kiai NU tidak pernah mengatakan kembali kepada Al Qur'an dan Al Hadist karena memang mereka tidak pernah meninggalkan Al-Qur'an dan Hadist. 


“Makanya nggak pernah kembali. Toh nggak pernah pergi. Yang mengatakan kembali berarti mereka selama ini pergi,” tegasnya.


Menurutnya, mereka kelompok yang berteriak ‘nasionalisme tidak ada dalilnya’ itu aneh. Mereka justru teriak pertama kali untuk membela Palestina ketika dibom oleh Israel. 


“Lucunya apa? Untuk mencintai negaranya ia bertanya dalil. Tapi untuk mencintai negara Palestina dia tidak bertanya dalil,” imbuhnya.


Lebih lanjut, Gus Miftah mengatakan, peringatan Maulid Nabi hampir sama dengan mencintai tanah air. Keduanya tidak perlu ditanyakan dalilnya.


“Memperingati Maulid Nabi tidak membutuhkan hadist yang shahih, tapi membutuhkan hati yang sholih. Maka saya bilang bagi mereka yang tidak suka maulid ‘cukup roqib dan atid yang menilai amalku, cangkemu ra usah melu-melu’,” jelasnya.


Dirinya menjelaskan, alasan mencintai negara Indonesia karena telah menjadi tanah kelahiran bagi penduduknya.


“Kenapa kita harus mencintai negara Indonesia? Karena kita lahir di Indonesia, besar di Indonesia, berjuang di Indonesia, mato dikuburkan di Indonesia. Maka kita mencintai Indonesia,” tandasnya.

Anwar Sanusi
Editor: Romza

Artikel Terkait