Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Pemerintah RI Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 Tentang Kesehatan pada 26 Juli 2024 dan langsung berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Peraturan Pemerintah tersebut mengatur tentang penyelenggaraan kesehatan, yang di antaranya membahas terkait aturan aborsi, yaitu upaya mengeluarkan hasil konsepsi dari dalam rahim sebelum janin dapat hidup di luar kandungan, atau dalam bahasa umumnya diartikan dengan pengguguran kandungan.
Di antara poin-poin aturan tentang aborsi yang diatur dalam PP Nomor 28 Tahun 2024 tersebut meliputi:
ADVERTISEMENT BY OPTAD
Aborsi diperbolehkan atas indikasi darurat medis atau terhadap korban perkosaan atau kekerasan seksual.
Dalam pasal 116 disebutkan:
ADVERTISEMENT BY ANYMIND
Setiap Orang dilarang melakukan aborsi, kecuali atas indikasi kedaruratan medis atau terhadap korban tindak pidana perkosaan atau tindak pidana kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan sesuai dengan ketentuan dalam kitab undang-undang hukum pidana.
Aborsi hanya boleh dilakukan pada fasilitas kesehatan yang memenuhi sumber daya kesehatan dan dilakukan oleh tenaga medis yang berkompeten.
ADVERTISEMENT BY OPTAD
Dalam pasal 119 disebutkan:
(1) Pelayanan aborsi yang diperbolehkan hanya dapat dilakukan pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan tingkat lanjut yang memenuhi Sumber Daya Kesehatan sesuai standar yang ditetapkan oleh Menteri.
ADVERTISEMENT BY ANYMIND
(2) Pelayanan aborsi hanya dapat dilakukan oleh Tenaga Medis dan dibantu oleh Tenaga Kesehatan sesuai dengan kompetensi dan kewenangannya.
Pelayanan aborsi diberikan oleh tim pertimbangan dan dokter yang berkompeten dan berwenang.
Dalam pasal 120 disebutkan:
ADVERTISEMENT BY ANYMIND
(1) Pelayanan aborsi diberikan oleh tim pertimbangan dan dokter yang memiliki kompetensi dan kewenangan.
(2) Tim pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas memberikan pertimbangan dan keputusan dalam melakukan pelayanan aborsi karena adanya kehamilan yang memiliki indikasi kedaruratan medis dan/atau kehamilan akibat tindak pidana perkosaan atau tindak pidana kekerasan seksual lain.
(3) Dokter sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas melakukan pelayanan aborsi karena adanya kehamilan yang memiliki indikasi kedaruratan medis dan/atau kehamilan akibat tindak pidana perkosaan atau tindak pidana kekerasan seksual lain.
Aborsi hanya boleh dilakukan atas persetujuan perempuan yang hamil dan suami kecuali korban perkosaan.
Dalam pasal 122 disebutkan:
(1) Pelayanan aborsi hanya dapat dilakukan atas persetujuan perempuan hamil yang bersangkutan dan dengan persetujuan suami, kecuali korban tindak pidana perkosaan.
(2) Pengecualian persetujuan suami sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga berlaku terhadap korban tindak pidana kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan.
(3) Dalam hal pelaksanaan pelayanan aborsi dilakukan pada orang yang dianggap tidak cakap dalam mengambil keputusan, persetujuan dapat dilakukan oleh keluarga lainnya.
Aborsi harus mendapat pendampingan dan konseling.
Dalam pasal 123 disebutkan:
Dalam pelayanan aborsi harus diberikan pendampingan dan konseling sebelum dan setelah aborsi, yang dilakukan oleh Tenaga Medis, Tenaga Kesehatan, dan atau tenaga lainnya. Dalam pasal 124 disebutkan:
(1) Dalam hal korban tindak pidana perkosaan dan/atau tindak pidana kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan memutuskan untuk membatalkan keinginan melakukan aborsi setelah mendapatkan pendampingan dan konseling, korban diberikan pendampingan oleh konselor selama masa kehamilan, persalinan, dan pascapersalinan.
(2) Anak yang dilahirkan dari ibu korban tindak pidana perkosaan dan/atau tindak pidana kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan berhak diasuh oleh ibu dan/atau keluarganya.
(3) Dalam hal ibu dan/atau keluarga tidak dapat melakukan pengasuhan, anak dapat diasuh oleh lembaga asuhan anak atau menjadi anak yang dipelihara oleh negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sedangkan terkait batas usia kehamilan yang dapat dilakukan tindakan aborsi adalah berusia 40 (empat puluh) hari dihitung sejak hari pertama haid terakhir. Sebagaimana telah disebutkan pada pasal 1154 PP Nomor 28 Tahun 2024 bahwa:
“Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, pengaturan mengenai pelaksanaan tindakan aborsi yang diperbolehkan termasuk usia kehamilan untuk melakukan tindakan aborsi dilaksanakan berdasarkan Pasal 31 Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi sampai dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana mulai berlaku.”
Dalam pasal 31 Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 disebutkan:
(2) Tindakan aborsi akibat perkosaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b hanya dapat dilakukan apabila usia kehamilan paling lama berusia 40 (empat puluh) hari dihitung sejak hari pertama haid terakhir.
Pandangan Islam soal Hukum Pengguguran Kandungan
Masalah aborsi dengan alasan kedaruratan medis dan akibat perkosaan ini pernah dibahas dalam forum Musyawarah Nasional Alim Ulama dan Konbes NU di Kantor PBNU, Jakarta 1-2 November 2014.
Forum ini memutuskan bahwa pada dasarnya hukum melakukan aborsi adalah haram. Namun dalam keadaan darurat yang dapat mengancam ibu dan/atau janin, aborsi diperbolehkan berdasarkan pertimbangan medis dari tim dokter ahli.
Adapun Hukum aborsi akibat perkosaan adalah haram. Namun sebagian ulama memperbolehkan aborsi sebelum usia janin berumur 40 hari terhitung sejak pembuahan. Menurut ilmu kedokteran hal itu dapat diketahui dari hari pertama haid terakhir.
Imam Al-Ghazali menyatakan dalam kitab Ihya` Ulumuddin:
وَلَيْسَ هَذَا كَالْإِجْهَاضِ وَالْوَأْدِ لِأَنَّ ذَلِكَ جِنَايَةٌ عَلَى مَوْجُوْدٍ حَاصِلٍ وَلَهُ أَيْضًا مَرَاتِبُ وَأَوَّلُ مَرَاتِبِ الْوُجُوْدِ أَنْ تَقَعَ النُّطْفَةُ فِي الرَّحِمِ وَتَخْتَلِطُ بِمَاءِ الْمَرْأَةِ وَتَسْتَعِدُّ لِقَبُوْلِ الْحَيَاةِ وَإِفْسَادُ ذَلِكَ جِنَايَةٌ فَإِنْ صَارَتْ مُضْغَةً وَعَلَقَةً كَانَتِ الْجِنَايَةُ أَفْحَشَ وَإِنْ نُفِخَ فِيْهِ الرُّوْحُ وَاسْتَوَتِ الْخِلْقَةُ اِزْدَادَتِ الْجِنَايَةُ تَفَاحُشًا وَمُنْتَهَى التَّفَاحُشِ فِي الْجِنَايَةِ بَعْدَ الْاِنْفِصَالِ حَيًّا
Artinya, “Meninggalkan berhubungan badan tidaklah sama dengan aborsi dan pembunuhan bayi, karena itu adalah kejahatan terhadap sesuatu yang telah ada, dan itu juga ada tingkatannya, pertama saat sperma masuk ke dalam rahim dan bercampur dengan sperma wanita dan bersiap untuk menerima kehidupan, dan merusak itu adalah kejahatan.
Jika telah menjadi segumpal darah atau segumpal daging, maka kejahatan itu lebih parah, dan jika telah ditiup ruh dan sempurna penciptaannya, maka kejahatan itu menjadi lebih keterlaluan, dan puncak tertinggi kejahatannya adalah setelah terlahir hidup-hidup.” (Muhammad Al-Ghazali, Ihya` Ulumuddin, [Beirut: Darul Fikr, 2018] jilid II, halaman 59).
Wahbah Az-Zuhaili dalam Al-Fiqhul Islami Wa Adillatuhu juga menjelaskan:
اِتَّفَقَ الْعُلَمَاءُ عَلَى تَحْرِيْمِ الْإِجْهَاضِ دُوْنَ عُذْرٍ بَعْدَ الشَّهْرِ الرَّابِعِ أَيْ بَعْدَ 120 يَوْمًا مِنْ بَدْءِ الْحَمْلِ وَيُعَدُّ ذَلِكَ جَرِيْمَةً مُوْجِبَةً لِلْغُرَّةِ لِأَنَّهُ إِزْهَاقُ نَفْسٍ وَقَتْلُ إِنْسَانٍ وَأُرَجِّحُ عَدَمَ جَوَازِ الْإِجْهَاضِ بِمُجَرَّدِ بَدْءِ الْحَمْلِ لِثُبُوْتِ الْحَيَاةِ وَبَدْءِ تَكَوُّنِ الْجَنِيْنِ إِلَّا لِضَرُوْرَةٍ كَمَرَضٍ عُضَالٍ أَوْ سَارٍ كَالسُّلِّ أَوِ السَّرَطَانِ أَوْعُذْرٍ كَأَنْ يَنْقَطِعَ لَبَنُ الْمَرْأَةِ بَعْدَ ظُهُوْرِ الْحَمْلِ وَلَهُ وَلَدٌ وَلَيْسَ لِأَبِيْهِ مَا يَسْتَأْجِرُ الظِّئْرَ (اَلْمُرْضِعَ) وَيَخَافُ هَلَاكَ الْوَلَدِ وَإِنِّيْ بِهَذَا التَّرْجِيْحِ مَيَّالٌ مَعَ رَأْيِ الْغَزَالِيِّ الَّذِيْ يَعْتَبِرُ الْإِجْهَاضَ وَلَوْ مِنْ أَوَّلِ يَوْمٍ كَالْوَأْدِ جِنَايَةً عَلَى مَوْجُوْدٍ حَاصِلٍ .
Artinya, “Ulama sepakat untuk melarang aborsi tanpa alasan setelah bulan keempat, yaitu 120 hari setelah dimulainya kehamilan, dan perbuatan ini dianggap sebagai kejahatan yang menetapkan kewajiban menebus dengan budak, karena itu merupakan tindakan menghilangkan nyawa dan membunuh seseorang.
Aku [Wahbah az-Zuhaili] berpendapat bahwa aborsi tidak diperbolehkan ketika kehamilan dimulai, karena tetapnya kehidupan dan janin mulai terbentuk, kecuali jika diperlukan, seperti penyakit mematikan atau menular seperti TBC atau kanker, atau alasan seperti jika asi seorang wanita berhenti setelah permulaan kehamilan, dia mempunyai seorang anak, ayahnya tidak memiliki sesuatu untuk menyewa orang yang menyusui, dan dikhawatirkan sang anak akan meninggal dunia.
Sungguh aku [Wahbah az-Zuhaili] dalam menguatkan pendapat ini, sangat condong kepada pendapat Al-Ghazali yang menganggap aborsi sebagai bentuk kejahatan pada sesuatu yang telah ada, sama seperti mengubur anak hidup-hidup, meski dilakukan sejak hari pertama kehamilan.” (Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqhul Islami Wa Adillatuhu, [Beirut: Darul Fikr, 1985] jilid III, halaman 556-557).
Sebagai pembanding, dalam kitab Bughyatul Mustarsyidin disebutkan:
مَسْأَلَةُ ك : يَحْرُمُ التَّسَبُّبُ فِي إِسْقَاطِ الْجَنِيْنِ بَعْدَ اسْتِقْرَارِهِ فَي الرَّحْمِ بِأَنْ صَارَ عَلَقَةً أَوْ مُضْغَةً وَلَوْ قَبْلَ نَفْخِ الرُّوْحِ كَمَا فِي التُّحْفَةِ وَقَالَ م ر لَايَحْرُمُ إِلَّا بَعْدَ النَّفْخِ
Artinya “Masalah dari Al-Kurdi. Haram menyebabkan gugurnya janin setelah berada di dalam rahim, yaitu sudah menjadi gumpalan darah atau gumpalan daging, meski sebelum tertiupnya ruh sebagaimana keterangan dalam Tuhfatul Muhtaj. Ar-Ramli berkata: Tidak haram menggugurkan janin kecuali setelah ditiupnya ruh.” (Abdurrahman bin Muhammad Ba’alawi, Bughyatul Mustarsyidin, [Beirut: Darul Kutub Al-Ilmiyah, 2016] halaman 304).
Keputusan di atas menekankan terhadap larangan tindakan aborsi karena alasan korban perkosaan. Meski demikian, aturan yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah masih dapat dibenarkan karena batas usia maksimal janin yang boleh dilakukan aborsi adalah 40 hari, sehingga belum berbentuk gumpalan darah atau daging.
Hasil Keputusan Komisi Bahtsul Masail Diniyah Musyawarah Nasional Alim Ulama NU 2014 juga menegaskan bahwa semua dokter harus menaati sumpah jabatan dan kode etik profesi dokter. Melakukan aborsi tidak diperbolehkan kecuali terhadap aborsi yang sudah memenuhi syarat kedaruratan medis dan kehamilan akibat perkosaan berdasarkan ketentuan-ketentuan.
Kesimpulan
Jadi, Keputusan Musyawarah Nasional Alim Ulama NU di atas secara tegas menyatakan bahwa alasan perkosaan tidak serta merta memperbolehkan tindakan aborsi. Hanya saja, terdapat pendapat yang memperbolehkan tindakan aborsi sebelum usia janin 40 hari. Wallahu a’lam.
Ustadz Muhammad Zainul Millah, Pesantren Fathul Ulum Wonodadi Blitar
ADVERTISEMENT BY ANYMIND