• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Senin, 29 April 2024

Keislaman

Aborsi karena Emergency, Bolehkah?

Aborsi karena Emergency, Bolehkah?
Ilustrasi perempuan pasca aborsi sebab emergency (Foto:NOJ/nuonline)
Ilustrasi perempuan pasca aborsi sebab emergency (Foto:NOJ/nuonline)

Oleh: Cahyaning Mutiara


Saat penulis tengah mengikuti perkuliahan dengan perbincangan seputar peran Pancasila sebagai nilai dasar pengembangan ilmu, dosen pengampu menjelaskan bahwa setiap pengetahuan pasti berkembang seiring dengan berjalannya waktu. Dan tak ada pengecualian dalam pengembangan ilmu, tak peduli baik ilmu sosial maupun keagamaan.


Dewasa ini, salah satu ilmu yang semakin berkembang dan marak ialah seputar praktik aborsi. Praktik ini memang masih menuai pro dan kontra, karena ada sebagian negara yang melegalkan praktik aborsi, sementara negara lain menganggapnya sebagai tindakan ilegal, karena melihat tujuan aborsi sendiri yang notabene untuk menggugurkan janin yang telah berhasil dibuahi.


Manusia merupakan makhluk ciptaan Allah yang mulia dan paling sempurna diantara makhluk-makhluk lainnya. Sebagaimana yang dijelaskan dalam surat al-Isra’ ayat 70:


وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آدَمَ وَحَمَلْنَاهُمْ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنَاهُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَفَضَّلْنَاهُمْ عَلَىٰ كَثِيرٍ مِمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيلًا


Artinya: Dan sungguh, Kami telah memuliakan anak cucu Adam, dan Kami angkut mereka di darat dan di laut, dan Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka atas banyak makhluk yang Kami ciptakan dengan kelebihan yang sempurna.


Karena kemuliaannya, Allah menghukumi suci atas jasad manusia yang telah meninggal sebagaimana yang telah banyak disinggung oleh para salaf as-salih dan diharamkan untuk menyembelih jasad manusia yang telah meninggal jika masih dalam keadaan ikhtiyar (tidak dalam keadaan darurat), dan keharaman ini bukan karena dihukumi najis melainkan atas dasar kemuliaan manusia itu sendiri.


Kemuliaan tersebut juga mancakup hukum haram menghina, baik dengan mengubah ciptaan tersebut, menguranginya dengan cara memotong sebagian anggota tubuhnya (yang tidak seharusnya dipotong), memperjual belikannya maupun dengan menghilangkannya dengan membunuhnya. Membunuh disini mencakup segala jenis pembunuhan, baik pembunuhan yang dilakukan ketika sudah menjadi manusia seutuhnya maupun ketika masih ada dalam kandungan atau yang kerap kita kenal dengan sebutan aborsi.


Dalam Islam, praktik aborsi merupakan tindakan yang dilarang dan diharamkan jika hanya ditujukan untuk menjaga muru’ah ataupun karena keterbatasan finansial. Sebab perbuatan ini sama halnya dengan menghilangkan nyawa seseorang. Larangan menghilangkan nyawa seseorang telah dijelaskan dalam potongan surah Al- Isra’ ayat 31
 

وَلَا تَقْتُلُوْا النَّفْسَ الَّتِيْ حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ ... 


Artinya: Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar...


Kemuliaan inilah yang dijadikan alasan konsensus keharaman praktik aborsi. Hal ini karena pembuahan yang berhasil dilakukan menandakan adanya suatu kehidupan baru yang dimulai, dan aborsi dapat menyebabkan kehidupan tersebut terhenti.


Aborsi yang dilakukan untuk menghindari stigma buruk masyarakat terhadap kehamilan di luar pernikahan merupakan tindakan yang kurang bertanggung jawab. Tekanan sosial dari masyarakat adalah faktor eksternal yang tidak mengancam nyawa ibu. Begitu juga jika didasari atas keterbatasan finansial keluarga. Karena itu, hal tersebut tidak bisa dijadikan alasan untuk melakukan aborsi.


Namun, sebagaimana segala hal yang ilegal untuk dilakukan yang telah mengalami perubahan hukum menjadi dilegalkan jika dikarenakan berada dalam kondisi dharurat (terdesak), praktik aborsi juga bisa dibenarkan jika berada dalam kondisi medical emergency. Misalnya, saat kehamilan terjadi diluar rahim (ectopic pregnancy). Salah satu tim emergency RS Anwar Medika memaparkan kehamilan ini terjadi ketika sel telur yang telah dibuahi sperma menempel pada tuba falopi, yakni saluran untuk membawa sel telur dari ovarium ke uterus (rahim). Jika embrio terus berkembang, hal ini dapat menyebabkan pecahnya tuba falopi. Akibatnya, bisa terjadi pendarahan hebat yang mengacam nyawa sang ibu.


Hal inilah yang mengharuskan seseorang untuk mengambil embrio yang ada dalam tuba falopi tersebut melalui jalan pembedahan/ operasi. Karena menjaga kehidupan ibu lebih diprioritaskan dari pada menjaga kehidupan janin, karena sebagai individu dewasa, ibu memiliki berbagai bentuk tanggung jawab yang tidak dimiliki oleh janin.


Pandangan Ketua Umum Fatayat NU Dr. Maria Ulfah, M. SI yang penulis kutip dari laman m.nu.or.id memaparkan baik aborsi maupun tingginya angka kematian ibu akibat aborsi tak aman, merupakan masalah kemanusiaan yang sama-sama mengancam nyawa. Dalam menghadapi dilema tersebut, fikih menawarkan solusi untuk mengambil pilihan yang memiliki resiko paling kecil. Salah satu kaidah fikih yang related dengan paparan beliau yaitu:


وضد تزاحم المفاسد يرتكب الأدنى من المفاسد


Maksud kaidah ini adalah, jika menghadapi dua problem yang sama-sama memiliki madharat, maka ambillah resiko yang paling kecil dan menghindari resiko yang lebih membahayakan.


Pada esensinya diperbolehkan bagi orang yang kepepet untuk memakan jenazah manusia demi menyambung hidup jika sudah tidak ditemukan bangkai lain sebagaimana menurut Syekh Ahmad bin Hijazi dalam Mawaahib As-Shamad (188)


(وللمضطر) المعصوم (حل) بالوقف الأكل (من ميتة) ولو ميتة آدمي غير نبي أي والمراد أن يأكل منها (ما سد) بالمهملة والمعجمة (قوة العمل) أي ما سد رمقه إذا لم يجد حلالا يأكله وخاف على نفسه موتا أو مرضا مخوفا


Artinya: Boleh bagi orang yang kepepet, yang sangat membutuhkan makan dari bangkai, meskipun itu adalah bangkai manusia selain nabi, artinya memakan bagian darinya yang cukup untuk mengembalikan kekuatan bekerja. Maksudnya ialah yang sekiranya bisa melanjutkan hidup jika tidak menemukan makanan halal dan dikhawatirkan seseorang tersebut akan mati atau memiliki penyakit yang membahayakan.


Memandang aborsi sebagai kondisi medical emergency bagi ibu yang mengalami kelainan kehamilan seperti kehamilan ektopik yang telah penulis paparkan untuk menyelamatkan nyawa ibu sebagai ikhtiyar untuk menghindari resiko yang memiliki madharat lebih besar. Seperti halnya di perbolehkan memakan jasad manusia yang telah meninggal untuk menyambung hidup jika tidak ditemukan bangkai lain, kalangan pemuka agama menyetujui aborsi dijadikan sebagai solusi alternatif pada kasus kehamilan yang mengancam nyawa ibu sebagai bentuk hifdz an-nafsi dalam konsep maqashid syari’ah.


Aborsi memanglah suatu tindakan yang diharamkan dalam Islam, karena aborsi bisa dianggap sebagai pembunuhan yang sebenarnya tidak boleh dilakukan. Namun pada kasus tertentu, pada saat jiwa ibu terancam, jiwa ibu itulah yang harus diprioritaskan dan aborsi dijadikan sebagai jalan terakhir, bukan pilihan pertama. Wallahu a’lam..


Keislaman Terbaru