Diklaim Terburu-buru, Penulisan Ulang Sejarah RI Ditolak Warga
Kamis, 26 Juni 2025 | 19:00 WIB

Sejumlah spanduk dan poster dalam aksi menolak penulisan ulang sejarah di Depan Kantor Kementerian Kebudayaan RI, Jakarta, Kamis (26/6/2025). (Foto: NU Online/Haekal)
Jakarta, NU Online
Koalisi Masyarakat Sipil menggelar aksi menolak penulisan ulang sejarah resmi Indonesia dan pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto di Depan Kantor Kementerian Kebudayaan RI, Jakarta, pada Kamis (26/6/2025).
Pantauan NU Online, sejumlah peserta aksi terus meneriakkan sejumlah kalimat untuk menggagalkan penulisan ulang sejarah Indonesia karena dianggap terburu-buru dan menghilangkan sejarah pemerkosaan massal pada 1998. Massa aksi juga meniupkan peluit sebagai tanda bahwa pemerintah sudah melakukan pelanggaran.
ADVERTISEMENT BY OPTAD
"Tolak penulisan sejarah ulang, Soeharto bukan pahlawan," seru mereka dengan kompak.
Pencari keadilan, Maria Catarina Sumarsih dalam orasinya menyerukan agar rakyat tidak boleh takut menghadapi putusan negara yang tidak adil dalam penulisan ulang sejarah Indonesia.
ADVERTISEMENT BY ANYMIND
"Menciptakan kejahatan adalah penguasa negara, bukan rakyat. Rakyat yang jadi korban, dan jangan jadikan buku sejarah yang proyeknya ini benar berhasil dan yang jadikan pintu masuk untuk memberikan (gelar) Pahlawan kepada Soeharto," kata ibunda dari Benardinus Realino Norma Irawan (Wawan) mahasiswa Universitas Atma Jaya yang tewas dalam peristiwa Semanggi I.

Atas dasar itu, Sumarsih menyerukan agar kejahatan Hak Asasi Manusia (HAM) berat yang dilakukan oleh Soeharto bisa segera diadili.
ADVERTISEMENT BY OPTAD
"Adili Soeharto dan kroni-kroninya, Pak Harto pernah diadili, pernah disidangkan di meja pengadilan kemudian dinyatakan Pak Harto sakit permanen sehingga pengadilan itu tidak diteruskan lagi dan sebenarnya proses pengadilan Soeharto masih harus diteruskan," jelasnya.
"Jadi bapak dan ibu, tujuan kami di sini agar suara kami didengar, bahwa kami korban dan keluarga dan seluruh rakyat Indonesia tidak menyepakati adanya proyek buku sejarah yang terburu-buru, yang tergesa-gesa dan juga pemberian gelar Soeharto menjadi Pahlawan Nasional," tambahnya.
ADVERTISEMENT BY ANYMIND
Selain itu, massa aksi juga membuat banyak poster tuntutan mereka serta menyindir ketidakmampuan Menteri Kebudayaan Fadli Zon dalam memelihara keberagaman budaya di Indonesia.
"Lawan pemutihan dosa Orde Baru. Tolak penulisan sejarah resmi," tulisan di spanduk.
Tak cukup, massa aksi juga membuat patung berbentuk babi menggunakan jas hitam bertuliskan Soeharto bukan pahlawan.
ADVERTISEMENT BY ANYMIND
"Militerisme hari ini perpanjangan tangan dari pemerintahan otoriter Soeharto," katanya.
ADVERTISEMENT BY ANYMIND