NU Online

Unik, D Zawawi Imron Gunakan Bahasa Madura dalam Puisinya

Senin, 25 Agustus 2025 | 09:00 WIB

Unik, D Zawawi Imron Gunakan Bahasa Madura dalam Puisinya

Penyair KH D Zawawi Imron. (Foto: tangkapan layar kanal Youtube NU Online)

Surabaya, NU Online Jatim

Penyair kelahiran Madura Jawa Timur D Zawawi Imron kerap memasukkan diksi dari bahasa daerahnya dalam beberapa puisi karya-karyanya. Hal ini menjadi keunikan sebab ia mengaku sebenarnya dianggap kurang berhasil saat pada awalnya menulis syair dalam bahasa Madura.


Lalu apakah penggunaan bahasa Madura dalam puisi-puisinya sengaja dilakukan dan bertujuan memperkuat identitas nasional?

ADVERTISEMENT BY OPTAD


Dalam tayangan YouTube NU Online diakses Ahad (24/8/2025), Kiai Zawawi dengan rendah hati mengaku sebenarnya tidak ada maksud untuk memperkuat identitas nasional atau tujuan tertentu. Ia memilih diksi bahasa Madura karena ia tak menemukan diksi padanannya dalam bahasa Indonesia.


“Itu karena bahasa Indonesia saya tidak menemukan. Akhirnya ditulis itu,” tutur Kiai Zawawi. 

ADVERTISEMENT BY ANYMIND


Penggunaan bahasa Madura juga tidak dimaksudkan untuk berhebat-hebat ria, tetapi lebih karena keterbatasan saat menulis. 


Dia mencontohkan pada sebuah puisinya yang ditulis tahun 70-an pada petikan puisi “Maka berangkatlah Pangeran Batu Putih berpengiring tombak, berpengiring pedang.”

ADVERTISEMENT BY OPTAD


“Sebenarnya kalimat itu bukan kalimat bahasa Melayu, bukan kalimat bahasa Indonesia. Berpengiring itu berasal dari ungkapan Madura, apangereng. Maka, mios pangeran betopote, apangereng kres, apangereng pedang,” ujarnya. 


Jika menggunakan struktur bahasa Indonesia petikan itu akan ditulis “Berangkatlah Pangeran Batu Putih diiringkan tombak, diiringkan pedang.” 

ADVERTISEMENT BY ANYMIND


Puisi tersebut diterbitkan oleh Balai Pustaka Jakarta dan pernah dijadikan sebagai bacaan perpustakaan anak-anak. “Dan itu tidak saya ubah (tapi) orang menerimanya kata-kata berpengiring tombak, berpengiring pedang yang seharusnya (dalam strutur bahasa Indonesia) diiringkan tombak, diiringkan pedang,” sebut Kiai Zawawi. 


Kiai Zawawi juga menjawab pertanyaan NU Online tentang apa peran sastra dalam menyatukan kembali nilai-nilai kemanusiaan dan kebangsaan saat ini. Menurutnya, jika karya sastra, termasuk puisi, memang mengajak kepada persatuan dan perdamaian, sebagian orang yang mengerti akan mendapat ilham serta mendapat tuntunan dari karya sastra tersebut. Pembaca dan masyarakat bisa sadar tentang pentingnya perdamaian.


“Jadi, tidak langsung semua karya sastra itu bisa membuat perdamaian. Tapi, sastra itu juga kalau dia mengajak untuk sadar dalam beragama, mungkin sebagian agak tersentuh untuk sadar dalam hidup beragama itu,” jelasnya. 

ADVERTISEMENT BY ANYMIND

ADVERTISEMENT BY ANYMIND