• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Jumat, 26 April 2024

Madura

Budayawan D Zawawi Imron Sebut Akhlak Sumber Peradaban

Budayawan D Zawawi Imron Sebut Akhlak Sumber Peradaban
KH D Zawawi Imron (dua dari kanan-pegang mik) mengatakan bahwa akhlak sumber peradaban. (Foto: NOJ/ Firdausi)
KH D Zawawi Imron (dua dari kanan-pegang mik) mengatakan bahwa akhlak sumber peradaban. (Foto: NOJ/ Firdausi)

Sumenep, NU Online Jatim

KH D Zawawi Imron, Budayawan asal Sumenep mengatakan, tradisi Ahlussunnah wal Jamaah sudah dikenalkan oleh wali songo dan ulama sejak sebelum NU didirikan. Salah satu ajarannya ialah tentang akhlakul karimah atau budi pekerti yang baik.


“Akhlakul karimah sudah ada sejak dulu dan menjadi sumber peradaban, terutama di masa Pangeran Katandur atau Sayyid Ahmad Baidhawi di Sumenep,” ujarnya di acara Simposium Peradaban Nahdlatul Ulama (NU) yang dipusatkan di Pendopo Keraton Kerajaan Sumenep, Sabtu (05/03/2022).


Ia menceritakan, almaghfurlah KH Ahmad Basyir Abdullah Sajjad (ayah KH Abd A’la), saat ceramah di Kecamatan Batang-Batang mengajarkan pada jamaah dalam bercocok tanam. Saat menanam ketela, warga diminta membaca shalawat sebanyak satu kali. Bayangkan jika 100 batang, maka shalawat nabi akan menggema di persawahan.


“Hal demikian merupakan peradaban yang tidak boleh ditinggalkan dan bersumber dari akhlak agar hati jernih,” ungkap pria yang dijuluki Si Celurit Emas ini.


Dirinya mengatakan, bahwa 80 persen warga di kepulauan Pagerungan, Sapeken, orang Bugis. Dan, salah satu pendidikan karakter yang ditanamkan orang Bugis pada generasi muda adalah berpikir menggunakan hati yang jernih. Karena kemuliaan akan menyelimuti hati. Jika hati memiliki kemuliaan, seujung rambut pun tidak akan dibenci oleh orang lain.


“Kalau kami memiliki kebencian, berarti imannya belum sempurna. Jika menggunakan kata-kata kotor dan menyebabkan orang lain tersakiti, berarti hatinya tidak dekat dengan Allah,” curahnya saat menceritakan ajaran orang Bugis.


Berkaitan dengan NU, ia menyebutkan bahwa para muassis merupakan tokoh yang visioner atau memiliki pandangan yang jauh ke depan. Menurutnya, muassis tidak meramal, namun jawabannya dirasakan kebenarannya oleh seluruh masyarakat.


Selain itu, pria kelahiran Batang-Batang, Sumeneo itu mengimbau agar tradisi tidak dibenturkan dengan modernitas. Karena tradisi dapat mengontrol modernitas agar tidak salah jalan. Sebaliknya, modernitas jangan dimusuhi. Karena kitab-kitab ulama dicetak, berkat modernitas.


“Yang salah itu, kita mengklaim modernitas jelek. Padahal, modernitas sama dengan pisau yang digunakan untuk mengupas apapun, tergantung pada siapa yang menggunakannya. Oleh karena itu, al-muhafadhotu ‘ala qadimis shalih harus mengontrol dan melakukan pembaharuan dengan wal akhdzu bil jadidil ashlah atau pembaharuan yang bermanfaat,” pungkasnya.


Madura Terbaru