• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Selasa, 30 April 2024

Keislaman

Hukum Puasa Sunah setelah Malam Nisfu Sya’ban, Bolehkah?

Hukum Puasa Sunah setelah Malam Nisfu Sya’ban, Bolehkah?
Ilustrasi puasa di bulan Syaban. (Foto: NU Online)
Ilustrasi puasa di bulan Syaban. (Foto: NU Online)

Dalam banyak hadits disebutkan bahwa Nabi Muhammad SAW memperbanyak amalan puasa sunah di bulan Sya’ban. Hal itu karena di bulan Sya’ban terdapat banyak keutamaan dan beragam peristiwa penting, salah satunya ialah malam nisfu Sya’ban.

 

Di malam nisfu Sya’ban umat Muslim dianjurkan untuk memperbanyak ibadah, doa, dan istighfar. Sebab, nisfu Sya’ban diyakini sebagai malam pengampunan dan penuh keberkahan.

 

Lantas, setelah malam nisfu Sya’ban ini apakah masih ada kesunahan yang bisa dilakukan? Apakah pada tanggal 16 Sya’ban dan seterusnya masih dianjurkan untuk berpuasa dan melakukan ibadah sunah lainnya?

 

Terkait persoalan ini ulama berbeda pendapat. Karena ada satu hadits yang melarang puasa setelah nisfu Sya’ban. Dan dalam riwayat al-Bukhari, Nabi Muhammad SAW juga melarang puasa dua atau tiga hari sebelum Ramadhan.

 

SyeIkh Wahbab al-Zuhaili dalam Fiqhul Islami wa Adillatuhu menjelaskan:

 

قال الشافعية: يحرم صوم النصف الأخير من شعبان الذي منه يوم الشك، إلا لورد بأن اعتاد صوم الدهر أو صوم يوم وفطر يوم أو صوم يوم معين كالا ثنين فصادف ما بعد النصف أو نذر مستقر في ذمته أو قضاء لنفل أو فرض، أو كفارة، أو وصل صوم ما بعد النصف بما قبله ولو بيوم النص. ودليلهم حديث: إذا انتصف شعبان فلا تصوموا، ولم يأخذبه الحنابلة وغيرهم لضعف الحديث في رأي أحمد

 

Artinya: Ulama mazhab Syafi’i mengatakan, puasa setelah nisfu Sya’ban diharamkan karena termasuk hari syak, kecuali ada sebab tertentu, seperti orang yang sudah terbiasa melakukan puasa dahar, puasa daud, puasa senin-kamis, puasa nadzar, puasa qadha’, baik wajib ataupun sunah, puasa kafarah, dan melakukan puasa setelah nisfu Sya’ban dengan syarat sudah puasa sebelumnya, meskipun satu hari nisfu Sya’ban. Dalil mereka adalah hadits, ‘Apabila telah melewati nisfu Sya’ban janganlah kalian puasa’. Hadits ini tidak digunakan oleh ulama mazhab Hanbali dan selainnya karena menurut Imam Ahmad dhaif.

 

Ulama melarang puasa setelah nisfu Sya’ban dikarenakan pada hari itu dianggap hari syak (ragu), karena sebentar lagi bulan Ramadhan tiba. Khawatirnya, orang yang puasa setelah nisfu Sya’ban tidak sadar kalau dia sudah berada di bulan Ramadhan.

 

Ada juga ulama yang mengatakan, puasa setelah nisfu Sya’ban dilarang agar kita bisa menyiapkan tenaga dan kekuatan untuk puasa di bulan Ramadhan.

 

Meskipun dilarang, ulama dari mazhab Syafi’i pun tetap membolehkan puasa sunah bagi orang yang terbiasa mengerjakannya. Seperti mengerjakan puasa Senin dan Kamis, puasa ayyamul bidh, puasa nadzar, puasa qadha, ataupun orang yang sudah terbiasa mengerjakan puasa dahar.

 

Sementara menurut ulama lain, khususnya selain mazhab Syafi’i, hadits di atas dianggap lemah dan termasuk hadits munkar, karena ada perawi haditsnya yang bermasalah. Dengan demikian, sebagian ulama tidak melarang puasa setelah nisfhu Sya’ban selama dia mengetahui kapan masuknya awal Ramadhan. Ibnu Hajar al-‘Asqalani dalam Fathul Bari mengatakan:

 

وقال جمهور العلماء يجوز الصوم تطوعا بعد النصف من شعبان وضعفوا الحديث الوارد فيه وقال أحمد وبن معين إنه منكر

 

Artinya: Mayoritas ulama membolehkan puasa sunah setelah nisfu Sya’ban dan mereka melemahkan hadits larangan puasa setelah nishfu Syaban. Imam Ahmad dan Ibnu Ma’in mengatakan hadits tersebut munkar.

 

Dengan demikian, ulama berbeda pendapat terkait hukum puasa sunah mutlak setelah nisfu Sya’ban, karena mereka berpeda pendapat dalam memahami dan munghukumi hadits larangan puasa setelah nisfu Sya’ban.

  

Akan tetapi, di sisi lain mereka sepakat akan kebolehan puasa sunah bagi orang yang sudah terbiasa melakukannya, seperti puasa Senin-Kamis, puasa daud, puasa dahar, dan lain-lain. Dibolehkan juga puasa bagi orang yang ingin membayar kafarah, qadha puasa, dan orang yang ingin melanjutkan puasa setelah puasa nisfu Sya’ban. Wallahu a’lam. (Hengki Ferdiansyah)


Keislaman Terbaru