• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Minggu, 27 April 2025

Keislaman

Ibadah I'tikaf: Rukun, Syarat, dan Tata Caranya

Ibadah I'tikaf: Rukun, Syarat, dan Tata Caranya
Ilustrasi orang shalat sunnah dan i'tikaf (Foto:NOJ/orami)
Ilustrasi orang shalat sunnah dan i'tikaf (Foto:NOJ/orami)

I'tikaf adalah ibadah sunnah dengan berdiam diri di masjid dengan niat beribadah, khususnya di 10 malam terakhir bulan Ramadhan. Pada tahun yang bertepatan dengan Ramadhan 1446 H ini, 10 malam terakhir diperkirakan jatuh pada 20 sampai dengan 29 Maret 2025.
 

Secara bahasa i'tikaf adalah menetapi sesuatu yang baik atau jelek. Dan secara syara’ adalah berdiam diri di masjid dengan sifat (tata cara) tertentu. I'tikaf sendiri disunahkan setiap saat, akan tetapi lebih diutamakan 10 hari terakhir di bulan Ramadhan. Sebagaimana hadits Nabi Saw berikut,
 

 عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَعْتَكِفُ الْعَشْرَ الْأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى تَوَفَّاهُ اللَّهُ ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ
 

Artinya: Dari Aisyah RA istri Nabi SAW menuturkan: "Sesungguhnya Nabi SAW melakukan i’tikaf pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan hingga beliau wafat, kemudian istri-istrinya mengerjakan i’tikaf sepeninggal beliau." (Hadis Shahih, riwayat Al-Bukhari: 1886 dan Muslim: 2006).
 

 

Oleh karena itu, i'tikaf merupakan bentuk ibadah sunah yang memiliki syarat ataupun rukunnya, sebagaimana keterangan di bawah ini,
 

قوله (وَلَهُ) أَيْ الِاعْتِكَافِ (شَرْطَانِ) أَيْ رُكْنَانِ فَمُرَادُهُ بِالشَّرْطِ مَا لَا بُدَّ مِنْهُ بَلْ أَرْكَانُهُ أَرْبَعَةٌ كَمَا سَتَعْرِفُهُ
 

Artinya: “I'tikaf memiliki dua syarat, maksudnya dua rukun. Yang dimaksud syarat adalah sesuatu yang harus ada. Bahkan itikaf itu memiliki empat rukun sebagaimana kau akan mengenalnya,” (As-Syarbini Al-Khatib, Al-Iqna fi Halli Alfazhi Abi Syuja, [Beirut, Darul Fikr: 1995 M/1415 H], halaman 247).
 

Adapun rukun i'tikaf yang dimaksud adalah sebagai berikut:
 

1.⁠ ⁠Niat.
 

Niat dipasang di dalam hati sebagaimana ibadah lainnya. Orang yang bernazar itikaf harus meniatkan kewajiban pada niat itikafnya karena itikaf nazarnya merupakan itikaf wajib. hal ini penting dilakukan untuk membedakannya dengan yang sunah.
 

 

2.⁠ ⁠Berdiam/mukim.
 

Seseorang harus bermukim atau “berdiam” di tempat itikaf minimal selama tumakninah lebih sedikit. Dengan demikian, itikaf tidak cukup “berdiam” selama tumakninah saja. Orang yang mondar-mandir di masjid dengan durasi itikaf dan meniatkannya sebagai itikaf tergolong telah melaksanakan itikaf.

 

Sedangkan untuk syarat seseorang yang beri'tikaf dan perkara yang dapat membatalkan i'tikaf akan diuraikan oleh Imam Ibnu Qasim Al-Ghazi dalam kitabnya Fathul Qarib,
 

وَشَرْعًا الْمُعْتَكِفُ إِسْلَامٌ وَعَقْلٌ وَنَقَاءٌ عَنْ حَيْضٍ أَوْ نِفَاسٍ وَجَنَابَةٍ، فَلَا يَصِحُّ اعْتِكَافُ كَافِرٍ وَمَجْنُونٍ وَحَائِضٍ وَنُفَسَاءَ وَجُنُبٍ، وَلَوِ ارْتَدَّ الْمُعْتَكِفُ أَوْ سَكِرَ بَطَلَ اعْتِكَافُهُ. (وَلَا يَخْرُجُ) الْمُعْتَكِفُ (مِنَ الْاعْتِكَافِ الْمَنْذُورِ إِلَّا لِحَاجَةِ الْإِنْسَانِ) مِنْ بَوْلٍ وَغَائِطٍ وَمَا فِي مَعْنَاهُمَا كَغُسْلِ جَنَابَةٍ (أَوْ عُذْرٍ مِنْ حَيْضٍ) أَوْ نِفَاسٍ فَتَخْرُجُ الْمَرْأَةُ مِنَ الْمَسْجِدِ لِأَجْلِهِمَا (أَوْ) عُذْرٍ مِنْ (مَرَضٍ لَا يُمْكِنُ الْمُقَامُ مَعَهُ) فِي الْمَسْجِدِ بِأَنْ كَانَ يَحْتَاجُ لِفِرَاشٍ وَخَادِمٍ وَطَبِيبٍ، أَوْ يُخَافُ تَلْوِيثُ الْمَسْجِدِ كَإِسْهَالٍ وَإِدْرَارِ بَوْلٍ، وَخَرَجَ بِقَوْلِ الْمُصَنِّفِ "لَا يُمْكِنُ" الْخِ بِالْمَرَضِ الْخَفِيفِ كَحُمَّى خَفِيفَةٍ، فَلَا يَجُوزُ الْخُرُوجُ مِنَ الْمَسْجِدِ بِسَبَبِهَا.
 

Artinya: Disyaratkan seseorang yang melakukan i‘tikaf itu sebagai berikut, 1) Beragama Islam, 2) Berakal sehat, dan 3) Dalam keadaan suci dari haid, nifas, serta junub. Maka, i‘tikaf tidak sah bagi orang kafir, orang gila, perempuan yang sedang haid atau nifas, serta orang yang junub. Jika seorang yang beri‘tikaf murtad atau mabuk, maka i‘tikafnya batal. Seorang yang beri‘tikaf tidak boleh keluar dari i‘tikaf yang dinazarkan kecuali karena kebutuhan manusiawi, seperti buang air kecil, buang air besar, atau hal lain yang sejenisnya, seperti mandi junub. Atau karena adanya uzur haid, atau nifas, sehingga perempuan harus keluar dari masjid karena hal tersebut. Atau karena uzur sakit yang tidak memungkinkan untuk tetap tinggal di dalam masjid, seperti membutuhkan tempat tidur, perawatan, atau dokter, atau dikhawatirkan mencemari masjid, seperti diare atau penyakit yang menyebabkan sering buang air kecil. Adapun penyakit ringan, seperti demam ringan, tidak termasuk uzur yang memperbolehkan keluar dari masjid." 
 

(وَيَبْطُلُ) الْاعْتِكَافُ (بِالْوَطْءِ) مُخْتَارًا ذَاكِرًا لِلِاعْتِكَافِ عَالِمًا بِالتَّحْرِيمِ. وَأَمَّا مُبَاشَرَةُ الْمُعْتَكِفِ بِشَهْوَةٍ فَتَبْطُلُ اعْتِكَافَهُ إِنْ أَنْزَلَ وَإِلَّا فَلَا. 
 

Artinya: I‘tikaf menjadi batal jika melakukan hubungan badan secara sengaja, dalam keadaan sadar, serta mengetahui bahwa hal itu diharamkan dalam i‘tikaf. Adapun jika seseorang yang beri‘tikaf bermesraan dengan syahwat, maka i‘tikafnya batal jika sampai keluar mani. Namun, jika tidak keluar mani, maka i‘tikafnya tidak batal.
 

Demikian rukun, syarat, dan hal-hal yang dapat membatalkan ibadah itikaf yang terdapat dalam kitab fiqih mazhab syafi’i. Semoga semakin meningkatkan ibadah I’tikaf di malam-malam terakhir bulan Ramadan.


Keislaman Terbaru