• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Rabu, 26 Juni 2024

Keislaman

Makna Hari Tasyrik 11-13 Dzulhijjah dan Keharaman Berpuasa

Makna Hari Tasyrik 11-13 Dzulhijjah dan Keharaman Berpuasa
Ilustrasi Hari Tasyrik 11-13 Dzulhijjah 1445 Hijriyah. (Foto: NOJ/ ISt)
Ilustrasi Hari Tasyrik 11-13 Dzulhijjah 1445 Hijriyah. (Foto: NOJ/ ISt)

Setelah melaksanakan hari raya Idul Adha, selanjutnya akan memasuki Hari Tasyrik yaitu pada tanggal 11, 12, 13 Dzulhijjah. Pada momentum kali ini, Hari Tasyrik bertepatan dengan hari Selasa (18/06/2024), Rabu (19/06/2024), dan Kamis (20/06/2024).

 

Hari Tasyrik adalah tiga hari setelah Hari Nahar (10 Dzulhijah) atau perayaan Idul Adha. Namun, secara bahasa Hari Tasyrik merujuk pada kata tasyriq, yang artinya penghadapan ke arah timur (arah sinar matahari).

 

Pada hari-hari tersebut umat Islam masih diperkenankan menyembelih hewan kurbannya. Akan tetapi, umat Islam dilarang melaksanakan puasa, baik puasa sunnah maupun qadha puasa wajib. Bahkan, di Hari Tasyrik hukumnya haram berpuasa.

 

Sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam kitab Fathul Bari bi Syarhi Shahihil Bukhari, disebutkan bahwa ulama berbeda pendapat terkait jumlah Hari Tasyrik. Sebagian ulama mengatakan, Hari Tasyrik terdiri atas dua hari. Sebagian ulama lainnya menyebut Hari Tasyrik berjumlah tiga hari. (Al-Asqalani, Fathul Bari bi Syarhi Shahihil Bukhari, [Kairo, Darul Hadits: 2004 M/1424 H], juz IV, halaman 281).

 

وأيام التشريق ثلاثة بعد يوم النحر سميت بذلك لتشريق الناس لحوم الأضاحى فيها وهو تقديدها ونشرها في الشمس

 

Artinya: “Hari Tasyrik adalah sebutan bagi tiga hari (11, 12, 13 Dzulhijjah) setelah hari nahar (10 Dzulhijjah). Tiga hari itu dinamai demikian karena orang-orang menjemur daging kurban di waktu tersebut, yaitu mendendeng dan menghampar daging pada terik matahari,” (Al-Imam An-Nawawi, Al-Minhaj, Syarah Shahih Muslim Ibnil Hajjaj, [Kairo, Darul Hadits: 2001 M/1422 H], juz IV, halaman 273).

 

Menurut Ibnu Hajar Al-Asqalani, ulama lainnya berpendapat bahwa Hari Tasyrik dinamai demikian karena hewan kurban tidak disembelih kecuali setelah matahari memancarkan sinarnya. Sebagian pendapat ulama lagi menyebutkan, Hari Tasyrik dinamai demikian karena shalat Idul Adha dilaksanakan ketika matahari memancarkan cahaya. Sedangkan ulama lainnya mengatakan, Tasyrik adalah takbir pada setiap selesai shalat. (Al-Asqalani, 2004 M/1424 H: IV/281).

 

Hari Tasyrik disebut antara lain dalam hadits riwayat Imam Muslim sebagai hari makan dan minum:

 

عَنْ نُبَيْشَةَ الْهُذَلِيِّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيَّامُ التَّشْرِيقِ أَيَّامُ أَكْلٍ وَشُرْبٍ وَزَادَ فِي رواية وَذِكْرٍ لِلَّهِ

 

Artinya: “Dari Nubaisyah Al-Hudzali, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, Hari Tasyrik adalah hari makan, minum (pada riwayat lain), dan hari zikir,’” (HR Muslim).

 

Larangan Berpuasa di Hari Tasyrik

Sebagian ulama berbeda pendapat perihal larangan puasa di Hari Tasyrik. Imam Syafi’i dalam qaul jadid-nya mengatakan larangan puasa pada Hari Tasyrik sebagaimana larangan puasa pada yaumus syak.

 

Syekh Zainuddin Al-Malibari dalam kitabnya yang terkenal Fathul Mu’in menyebutkan keharaman puasa pada hari tasyrik.

 

تتمة: يحرم الصوم في أيام التشريق والعيدين

 

Artinya: “Pelengkap: puasa pada hari tasyrik dan dua hari raya id haram,” (Syekh Zainuddin Al-Malibari, Fathul Mu‘in pada Hasyiyah I‘anatut Thalibin, [Daru Ihyail Kutubil Arabiyah/Isa Al-Babi Al-Halabi: tanpa tahun], juz II, halaman 273).

 

Sayyid Bakri menyebutkan secara eksplisit, hari tasyrik merujuk pada tiga hari setelah 10 Dzulhijjah. Pada hari tasyrik ini umat Islam tidak diperkenankan puasa.

 

قوله (في أيام التشريق) وهي ثلاثة أيام بعد يوم النحر ويحرم صومها

 

Artinya: “Redaksi (pada hari tasyrik), yaitu tiga hari (11, 12, 13 Dzulhijjah) setelah hari nahar (10 Dzulhijjah),” (Sayyid Bakri, Hasyiyah I‘anatut Thalibin, [Daru Ihyail Kutubil Arabiyah/Isa Al-Babi Al-Halabi: tanpa tahun], II/273).

 

Pandangan ini didasarkan pada pendapat Imam As-Syafi’i pada qaul jadid-nya. Adapun qaul qadim Imam As-Syafi’i membolehkan jamaah haji tamattu yang tidak memiliki dam untuk berpuasa pada hari tasyrik di dalam hajinya.

 

Qaul jadid Imam As-Syafi’I mendasarkan pada keumuman larangan puasa pada hadits riwayat Abu Dawud dan Muslim seperti dikutip Syekh Abu Zakariya Al-Anshari dalam Kitab Asnal Mathalib berikut ini.

 

قوله (وَكَذَا أَيَّامُ التَّشْرِيقِ) وَهِيَ ثَلَاثَةُ أَيَّامٍ بَعْدَ يَوْمِ الْأَضْحَى لِلنَّهْيِ عَنْ صِيَامِهَا فِي خَبَرِ أَبِي دَاوُد بِإِسْنَادٍ صَحِيحٍ وَفِي خَبَرِ مُسْلِمٍ أَنَّهَا أَيَّامُ أَكْلٍ وَشُرْبٍ وَذِكْرِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ

 

Artinya: “(Demikian juga hari tasyrik), yaitu tiga hari setelah Idhul Adha karena larangan puasa pada hadits riwayat Abu Dawud dengan sanad sahih dan pada hadits riwayat Muslim, ‘Bahwa itu semua adalah hari makan, minum, dan zikir kepada Allah swt,’” (Syekh Zakariya Al-Anshari, Asnal Mathalib, juz V, halaman 314).

  

Yang jelas, hari tasyrik merupakan hari makan dan minum di mana umat Islam diperkenankan untuk mengonsumsi daging kurban. Hari tasyrik merupakan hari zikir di mana umat Islam dianjurkan untuk melantunkan takbir muqayyad minimal selepas shalat wajib lima waktu. Adapun penyembelihan kurban dan takbir merupakan bentuk syiar Allah swt yang patut dirayakan. Wallahu a’lam.


Keislaman Terbaru