• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Jumat, 29 Maret 2024

Keislaman

Masih Mungkinkah Bertemu Lailatul Qadar? Berikut Penjelasan Ulama

Masih Mungkinkah Bertemu Lailatul Qadar? Berikut Penjelasan Ulama
Berburu lailaul qadar di sisa Ramadlan. (Foto: NOJ/MJz)
Berburu lailaul qadar di sisa Ramadlan. (Foto: NOJ/MJz)

Di antara pengharapan kaum muslimin dan muslimat selama Ramadlan adalah dipertemukan dengan lailatul qadar. Beragam pendapat ulama juga memberikan panduan bagaimana merengkuh malam istimewa tersebut.

 

Lailatul qadar adalah momen paling istimewa dalam Ramadlan. Amal ibadah di malam ini dianggap lebih baik dari seribu bulan. Namun, kapankah malam spesial ini akan terjadi agar kita bisa memburunya dengan tepat? Para ulama berbeda pendapat tentang kapan terjadinya lailatul qadar, menjadi beberapa kelompok sebagaimana berikut:

 

Waktunya Berubah

Ulama kalangan ini mengatakan bahwa lailatul qadar waktunya berpindah-pindah selama satu tahun. Menurut pendapat ini, malam spesial ini tidak bisa ditentukan tanggalnya dan tidak hanya terjadi di saat bulan Ramadlan saja. Bisa saja lailatul qadar terjadi di bulan lain.

 

 

Namun sedikit ulama yang mendukung pendapat ini. Di antara mereka adalah riwayat yang dinisbatkan pada sahabat Ibnu Mas’ud, Ibnu Abbas, Ikrimah dan ulama Ahli Kufah. (Ibnu Hajar, Fath al-Bary, IV, halaman: 263; Ibnu Katsir, Tafsir Ibni Katsir, VIII, halaman: 446).

 

Hanya di Bulan Ramadlan

Kelompok  berikutnya mengatakan turunnya lailatul qadar di bulan Ramadlan saja. Bagi kelompok ini, malam spesial ini tidak terjadi di luar bulan Ramadlan.

 

Mereka terbagi menjadi dua golongan

 

Pertama, Tanggalnya Tetap

 

Golongan yang meyakini bahwa tanggalnya tetap dan tidak berubah setiap tahunnya. Pendapat ini adalah salah satu riwayat Imam Syafi’i (Ibnu Katsir, Tafsir Ibni Katsir, VIII, halaman: 450) dan merupakan pendapat banyak tokoh ulama lain.

 

Ulama dalam golongan ini berbeda pendapat lagi tentang penentuan tanggal pastinya menjadi banyak sekali pendapat. Imam Ibnu Hajar al-Asqalani dalam Fath al-Bary menukilnya sebagai berikut:

 

Setiap 1 Ramadlan. Ini pendapat sahabat Abu Razinal-Uqaili. 

 

Setiap 15 Ramadlan. Ini pendapat Ibnu Mulaqqin.

 

Setiap 17 Ramadlan saat Nuzulul Qur’an. Ini pendapat Zaid bin Arqam. 

 

Setiap 18 Ramadlan. Ini pendapat al-Quthb al-Halabi.

 

Setiap 19 Ramadlan. Ini pendapat Zaid bin Tsabit dan salah satu riwayat dari Ibnu Mas’ud. 

 

Setiap 20 Ramadlan. Ini pendapat yang cenderung dipilih Imam Syafi’i.

 

Setiap 20 bila Ramadlan berjumlah 30 hari dan tanggal 21 bila Ramadlan berjumlah 29 hari. Ini adalah pendapat Ibnu Hazm.

 

Setiap 22 Ramadlan berdasarkan hadits riwayat Sahabat Abdillah bin Unais.

 

Setiap 23 Ramadlan berdasarkan hadits lain riwayat sahabat Abdillah bin Unais dan Mu’awiyah dan beberapa sahabat lain.

 

Setiap 24 Ramadlan berdasarkan riwayat Ibnu Abbas, Ibnu Mas’ud, Sya’bi, al-Hasan dan Qatadah.

 

Setiap 25 Ramadlan. Ini pendapat sahabat Abi Bakrah.

 

Setiap 26 Ramadlan. Ini dinisbatkan sebagai pendapat Ibadl. Setiap tanggal 27 Ramadlan, pendapat banyak ulama Hanabilah, Syafi’iyah, salah satu pendapat Abu Hanifah, berdasarkan beberapa hadits Nabi yang diriwayatkan banyak sahabat.

 

Pendapat ini sangat populer hingga menurut ulama Hanafiyah bila ada orang yang berkata pada istrinya: Kamu wanita yang dicerai pada malam lailatul qadar, maka itu berarti talaknya jatuh pada tanggal 27 Ramadlan. Inilah yang dipakai oleh ulama Saudi saat ini sehingga masyarakat tumpah ruah di Masjidil Haram setiap malam tanggal 27 Ramadlan.

 

Setiap 28 Ramadlan, pendapat sebagian ulama.

 

Setiap 29 Ramadlan, pendapat yang diceritakan Ibnul Arabi.

 

Setiap 30 Ramadlan, pendapat yang diceritakan Ibad’ dan as-Suruji dan diriwayatkan dari Mu’awiyah dan Abu Hurairah.

 

Setiap Tahun Berubah

Ada golongan yang meyakini bahwa lailatul qadar tanggalnya terus berubah setiap tahun tanpa bisa dipastikan kapan. Sebagian ulama, yakni Utsman bin Abi al-Ash dan Hasan al-Bashri dan sebagian Syafi’iyah menyatakan bahwa yang paling bisa diharapkan adalah sepuluh hari kedua bulan Ramadlan. Sedangkan mayoritas ulama mengatakan bahwa yang paling bisa diharapkan adalah tanggal ganjil di sepuluh malam terakhir. Menurut Ibnu Hajar al-Asqalani, ini adalah pendapat terkuat (Ibnu Hajar, Fath al-Bary, IV, halaman: 263).

 

Imam Nawawi berkata:

 

 مذهَبُنا ومذهَبُ جُمهورِ العُلَماءِ أنَّها في العَشرِ الأواخِرِ مِن رَمَضانَ وفي أوتارِها أرجى

 

Artinya: Mazhab kami adalah mazhab mayoritas ulama bahwa lailatul qadar terjadi di sepuluh terakhir Ramadlan dan paling bisa diharapkan di malam ganjilnya. (An-Nawawi, Raudlatat-Thalibin, II, halaman: 389)

 

Pendapat ini berdasarkan hadits populer berikut:

 

 تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِي الْوِتْرِ مِنَ الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ 

 

Artinya: Carilah lailatul qadar di malam ganjil di sepuluh malam terakhir bulan Ramadlan. (HR Bukhari)

 

Menurut golongan mayoritas ulama tersebut, tanggal lailatul qadar adalah misteri yang tidak perlu diungkap. Ibnu Katsir menerangkan bahwa waktu lailatul qadar memang disembunyikan agar umat senantiasa menghidupkan tiap malamnya di bulan Ramadlan tanpa memilih-milih tanggal berapa. Bila orang tahu tanggalnya, maka akan giat di tanggal tertentu saja. (Ibnu Katsir, Tafsir Ibni Katsir, VIII, halaman 451).

 

Menurut Al-Ghazali memilih-milih tanggal untuk memburunya justru berisiko tinggi untuk luput. Apalagi di Indonesia ini yang terbiasa dengan perbedaan penentuan tanggal awal Ramadlan, umat Islam tentu akan bingung tanggal versi siapa yang benar? Jadi seyogianya perburuan lailatul qadar dilakukan dengan menghidupkan tiap malam yang tersisa dari bulan yang penuh berkah ini.

 

Semoga bermanfaat.

 

Ustadz Abdul Wahab Ahmad, Wakil Katib Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Jember dan Peneliti Bidang Aqidah di Aswaja NU Center Jawa Timur.​​​


Editor:

Keislaman Terbaru