• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Sabtu, 20 April 2024

Madura

Maulidan, Cara Ulama Dekatkan Nahdliyin dengan Rasulullah

Maulidan, Cara Ulama Dekatkan Nahdliyin dengan Rasulullah
Ketua LDNU Sumenep, Kiai Imam Sutaji, saat ceramah di acara Maulid Nabi Muhammad SAW. (Foto: NOJ/ Firdausi)
Ketua LDNU Sumenep, Kiai Imam Sutaji, saat ceramah di acara Maulid Nabi Muhammad SAW. (Foto: NOJ/ Firdausi)

Sumenep, NU Online Jatim

Ketua Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU) Sumenep, Kiai Imam Sutaji menyampaikan, bahwa perayaan Maulid Nabi merupakan cara ulama agar umat atau Nahdliyin semakin kenal dan cinta kepada Nabi Muhammad SAW.

 

Penegasan tersebut disampaikan saat ceramah di acara Maulid Nabi Muhammad SAW di Masjid Al-Ikhlas Dung Laok, Pragaan Laok, Pragaan, Sumenep, Jum’at (5/11). Acara itu digelar Pengurus Ranting Nahdlatul Ulama (PRNU) Pragaan Laok.

 

Dikisahkan, bahwa Hasan Al-Bashri seorang ulama yang wara’ dan zuhud meminta pada salah satu seseorang untuk menceritakan mimpinya kepada Ibnu Sirin yang ahli di bidang tafsir mimpi. Mimpinya adalah telanjang di kandang dan memegang tongkat. Hingga akhirnya orang itu memberitahukan bahwa dialami oleh Hasan Al-Bashri.

 

“Bermimpi telanjang, berarti orang itu tidak mau kepada hal duniawi. Berada di kandang, bermakna orang itu hidup di dunia. Dan, memegang tongkat menandakan orang itu tidak pernah keluar dari aturan yang ditetapkan Allah SWT,” ungkapnya.

 

Menurut Kiai Imam, mimpi itu dipicu oleh gerakan jiwa. Sama halnya dengan seseorang yang rindu kepada Rasulullah SAW walaupun tidak bisa bertemu dengannya.

 

“Maka, melalui acara maulid kita diberikan nikmat, yaitu iman kita kuat saat mendengarkan kisah perjalanan Nabi dari masa ke masa,” imbuh alumni Pondok Pesantren Annuqayah Guluk-Guluk itu.

 

Kiai Imam menegaskan, cara yang dilakukan oleh auliya’ dan ulama NU tersebut pada dasarnya ingin mengenalkan Nabi lewat beragam cara. Di sanalah para ulama mempertemukan harapan dan kenyataan, agar umat Muslim melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.

 

“Maulidan, Tahlilan, Diba'an, Shalawatan dan sejenisnya, merupakan cara yang dilakukan oleh NU agar lebih kenal kepada Nabi, dengan cara meniru apa yang dilakukan oleh Nabi dikala hidup. Kita cukup meniru apa yang dicontohkan oleh guru-guru kita di NU, sebab itu semua adalah hal-hal yang dicontohkan Nabi kepada sahabat,” ujarnya.

 

Disebutkan, bahwa Nabi adalah makhluk yang luar biasa. Meski keturunan bangsawan yang kaya, Nabi selalu jujur dan sabar, tidak pernah menyalahkan jabatan, dan mimiskinkan diri. Tujuannya tidak lain agar diteladani oleh umatnya.

 

Ia menambahkan, bahwa di usia 25 tahun Nabi sudah memasuki masa pasif income atau memiliki banyak uang. Bayangkan, mas kawin Siti Khadijah 20 ekor unta, yang jika dikonversikan dalam rupiah mencapai Rp1,3 miliar.

 

“Untuk itu, warga NU harus bekerja seperti halnya Nabi berdagang, menggembala kambing, dan sebagainya,” tegas dosen Institut Sains dan Teknologi (IST) Annuqayah itu.

 

Selain itu disebutkan dalam suatu riwayat, bahwa saat Nabi berkunjung ke rumah Sayyidah Siti Fatimah putrinya, sudah tiga hari belum makan. Namun, ketika Nabi membuka ikat pinggangnya, diketahui ada tiga batu yang diikat untuk menahan rasa laparnya yang sudah empat hari belum makan.

  

“Kisah-kisah ini patut diteladani oleh warga NU, bahwa sebelum Nabi uzlah ke gua Hira’, kondisi ekonominya sudah mapan dan kuat manahan rasa lapar serta dahaga,” tandasnya.


Madura Terbaru