Matraman

Mengenang 1000 Hari Wafatnya KH Jamaluddin Ahamad, Sang Tasawuf Berjalan

Rabu, 20 November 2024 | 11:30 WIB

Mengenang 1000 Hari Wafatnya KH Jamaluddin Ahamad, Sang Tasawuf Berjalan

amaluddin, Pengasuh Bumi Damai Al-Muhibbin PP Bahrul Ulum, Tambakberas, Jombang saat menyampaikan mauidhoh hasanah dalam peringatan peringatan 1000 hari KH Moch Jamaluddin Ahmad, Selasa (19/11/2024). (Foto: NOJ/Tambakberas TV)

Jombang, NU Online Jatim

KH Idris Jamaluddin, Pengasuh Bumi Damai Al-Muhibbin Pondok Pesantren Bahrul Ulum, Tambakberas, Jombang menjelaskan, perjalanan dan kisah teladan dari sosok yang disebut sebagai tasawuf berjalan yakni Abah Jamaluddin Ahmad.

 

Hal itu ia sampaikan saat memberikan mauidhoh hasanah dalam peringatan 1000 hari KH Moch Jamaluddin Ahmad di halaman Masjid Bumi Damai Al-Muhibbin Pondok Pesantren Bahrul Ulum, Tambakberas, Jombang, Selasa (19/11/2024).

 

"Abah Jamal itu sulit untuk diceritakan secara lengkap, tapi juga mudah sekali dibaca pelajarannya, karena Abah Jamal itu seperti buku yang terbuka, yang kehidupannya bisa dibaca, ditiru, serta diteladani," ungkapnya.

 

Ia menceritakan, bahwa ada beberapa fase dalam kehidupan Abah Jamal. Pertama fase ketika masih kecil, waktu itu mondok di Mbah Kiai Abu Amar sambil belajar di Sekolah Rakyat.

 

Fase berikutnya Mbah Kiai Jamal mondok di Tambakberas selama 6 tahun, setelah itu melanjutkan mondoknya di Jawa Tengah. Selama di sana beliau tidak hanya mondok di Lasem saja, akan tetapi juga mengikuti beberapa pengajian kilatan seperti di Poncol dan Mranggen.

 

"Setelah itu fase berumah tangga, dalam fase ini beliau sementara ikut mertuanya. Sekitar tahun 1990 mulailah Abah Jamal membangun Masjid Muhibbin dan tahun 1994 mulai mengasuh pengajian kitab Hikam," jelasnya

 

Oleh karena itu, Kiai Jamal itu kecil sudah bertasawuf, karena ketika beliau masih kecil itu sudah wira'i, bahkan smpai gurunya sendiri seorang mursyid, memuji beliau KH Sholahuddin Al-Ayyubi memuji Abah Jamal sebagai tasawwuf berjalan. 

 

"Perlu diambil pelajaran, bahwa Kiai Jamal itu dari latar belakang keluarga yang biasa-biasa saja, dan yang membuat seperti ini adalah himmah atau cita-citanya yang tinggi," ungkap pria yang biasa disapa Gus Idris itu.

 

"Maka dari itu, jika kamu yang bukan dari latar belakang keluarga kiai, bukan latar belakang keluarga intelektual atau hanya latar belakang masyarakat kebanyakan, jangan mempersempit rahmat Allah. Lihat Mbah Kiai Jamal itu siapa orang tuanya, kemudian menjadi kiai besar seperti sekarang, itu semua karena himmah atau cita-cita luhur dari beliau," pungkasnya

 

Diketahui, bahwa acara ini tidak hanya diperingati oleh para santri yang ada di pondok saja, akan tetapi juga dilakukan serentak di berbagai daerah di Indonesia oleh para alumni yang terkumpul dalam jaringan Himpunan Ikatan Keluarga Alumni Muhibbin (Hikam).