Surabaya, NU Online Jatim
Istilah scabies atau gudik pasti sudah tidak asing di telinga santri. Banyaknya orang yang hidup bersama di satu tempat dengan higienitas yang buruk menjadikan seringkali santri terkena penyakit tersebut. Bahkan sering disebutkan jika belum pernah gudikan, maka seseorang belum merasakan mondok yang sebenar-benarnya.
“Penyakit ini disebabkan oleh hewan parasit, sarcoptes scabies,” terang dr Zain Kholishotul Ma’rufah seperti yang dilansir pada kanal youtube NU Online, ditonton pada Kamis (13/07/2023).
Penderita penyakit gudik akan merasakan gatal di tubuhnya, terutama di bagian lipatan tubuh. Rasa gatal itu umumnya semakin menjadi-jadi pada malam hari dan memicu terjadinya infeksi sekunder karena sering digaruk.
“Yang awalnya sebenarnya gatal biasa jadi timbul nanah karena digaruk-garuk tadi,” jelas dokter yang juga ibu dari satu anak ini.
Penularan gudik terjadi melalui pemakaian barang-barang yang telah terkontaminasi parasit secara bersamaan. Tidak hanya di pondok, orang yang hidup di tempat lain pun bisa terjangkit penyakit ini. Gudik menyerang ekosistem di mana sekelompok orang hidup bersama dengan higienitas yang buruk.
Dr Zain menyebutkan bahwa penyakit ini bisa dicegah penularannya dengan terus menjaga higienitas diri dan kebersihan lingkungan, terutama kebersihan air. Kamar mandi dengan bak air harus sering dikuras. “Kalau di pesantren bisa dibentuk kamar mandi itu tidak memakai bak air, tapi langsung pancuran pakai keran,” sarannya.
Penyakit gudik bukan merupakan penyakit yang tidak bisa disembuhkan. Penderita gudik bisa sembuh dengan meminum obat dan memakai salep yang didapat saat berobat ke dokter. Dr Zain juga menambahkan agar menjemur kasur yang dipakai dan sering mengganti seprainya. Selain itu juga sering mengganti dan mencuci pakaian yang telah dipakai.
“Kemudian tetap mandi ya, jangan tidak mandi. Tetap mandi sehari dua kali,” ucapnya.
Dr Zain berpendapat bahwa cara menghindari penyakit scabies atau gudik sangatlah mudah. “Kita tinggal menjaga higienitas kita dan kebersihan kita,” tuturnya.
Penulis: Bening Nuha Nirmala
