Jurnalis Jatim Tekankan Pentingnya Kolaborasi Literasi Hadapi Era Digital
Sabtu, 1 Februari 2025 | 14:00 WIB

Dialog dalam rangka Harlah ke-15 TV9 Nusantara di Surabaya, Jumat (31/01/2025) malam. (Foto: NOJ/ Istimewa)
Yulia Novita Hanum
Kontributor
Surabaya, NU Online Jatim
Kalangan jurnalis dari sejumlah media dan relawan antihoaks di Jawa Timur mendorong adanya kolaborasi dalam literasi untuk menyikapi tantangan era digital. Hal itu timbul dalam Dialog Khusus bertajuk "Pers Indonesia dan Tantangan Jurnalisme Digital" dalam rangka Hari Lahir ke-15 TV9 Nusantara di Kantor TV9 Surabaya, Jumat (31/01/2025) malam.
Narasumber dalam dialog tersebut meliputi, Ketua IJTI Jatim Ahmad Wiliyanto, Dirut Harian Disway Tomy Gutomo, Direktur NU Online Jatim Gus Yusuf Adnan, LKBN Antara Jatim sekaligus Penulis Buku ‘Kesalehan Digital’ Edy M Yakub, dan perwakilan Mafindo Jatim Dheni Ines Tan.
"Awalnya, munculnya platform digital menimbulkan kegelisahan kalangan pers karena masyarakat mulai melirik media digital sebagai sarana informasi, sehingga terjadi pergeseran dari media ke gadget, atau ada pemirsa TV yang hilang," kata Ketua IJTI Jatim Ahmad Wiliyanto.
Jurnalis senior televisi itu menjelaskan, kegelisahan itu muncul akibat dampak era digital dari sisi bisnis, sehingga memaksa media elektronik untuk turut melebur secara teknis dan konten dalam dunia media digital.
"Itulah yang disebut konvergensi media. Secara teknis, TV pun harus menjadi platform TV di gadget, lalu secara konten harus masuk ke jalur sebaran lewat YouTube, sekaligus memperhatikan informasi yang viral tapi produksi tetap melalui kaidah jurnalistik," katanya, dalam perbincangan yang dipandu host TV9 Nusantara, Ely Prabowo.
Hal yang sama juga dialami media cetak yang juga terjun ke media online. "Ya, sekarang memang terjadi banjir informasi, sehingga masyarakat tidak bisa membedakan media yang benar dan salah, mana berita dan mana informasi," kata Dirut Harian Disway, Tomy Gutomo.
Namun, katanya, dalam 3-4 tahun terakhir ada "kabar baik" dengan banyaknya masyarakat yang mulai mencari informasi yang benar, sehingga media online pun mulai berkembang, meski ada masalah dalam bisnis, karena pengunduh media online umumnya gratis dan menghindari iklan, apalagi ada kompetisi 1.500 dari 17.000-an media online terverifikasi.
"Secara bisnis pun ada masalah, karena 'kue' bisnis sekarang ada pada pemerintahan atau APBN/APBD serta algoritma Google, sehingga ada tantangan independensi, sehingga ada PR (pekerjaan rumah) dalam literasi untuk pemerintah dan Google. Alhamdulilah, Google mulai berbenah dan minta kualitas serta mencegah plagiasi," katanya.
Sementara itu, Direktur NU Online Jatim Gus Yusuf Adnan, menyatakan tantangan yang sama juga dihadapi media dengan publik yang segmented seperti NU Online. Sebab, tantangan terbesar era digital adalah literasi pemirsa, kecepatan delivery konten, dan gempuran algoritma dari Google sebagai platform digital yang "mengatur" narasi global.
"Untuk itu, kita tidak harus terus mengekor atau menjadi follower, namun melakukan siasat dan kontrol. Karena itu, selain perlu kolaborasi dalam literasi untuk masyarakat, juga perlu ada regulasi media online dari kalangan eksekutif dan legislatif, sehingga ada penertiban 'media instan' itu," katanya.
Perlunya edukasi atau literasi digital untuk masyarakat dan regulasi untuk mengatur "media instan" itu pun didukung Dheni Ines Tan dari Mafindo Jatim. "Banjir informasi itu nggak bisa dihindari, kami ada di garda edukasi, mulai anak-anak hingga akademi digital lansia," katanya.
"Saat ini, masyarakat sudah mulai teredukasi untuk membedah informasi melalui cek fakta, karena hoaks pun beragam. Tinggal, pemerintah membuat regulasi media online yang bersifat penertiban, bukan menunggu pelaporan saja," imbuh Dheni Ines Tan.
Soal pentingnya kolaborasi dalam literasi digital yang masif untuk menyikapi era digital juga menjadi catatan penting dari Edy M Yakub selaku penulis buku "Kesalehan Digital". "Persoalan berat tapi penting adalah literasi digital, karena kemajuan teknologi digital masih bersifat kemajuan teknologi, bukan kemajuan manusia-nya," katanya.
Jurnalis senior dari LKBN Antara Jatim itu menambahkan ada dua persoalan di era digital yakni teknologi dan literasi. Namun persoalan penting dan berat adalah literasi yang dalam "bahasa agama" bisa disebut Kesalehan Digital, karena penghuni dunia digital masih didominasi generasi non-digital, sehingga ada kegaduhan.
"Literasi itulah kesalehan digital, karena faktor penting era digital adalah manusia. Untuk saleh secara digital itu perlu kembali pada tiga keunggulan media massa yakni akurasi, etika, dan dokumentasi,” tegasnya.
“Untuk akurasi itu perlu sanad atau narasumber, untuk etika itu perlu mantan atau konten berbasis kode etik (bukan sepihak/imbang), untuk dokumentasi itu perlu rawi atau rujukan yang kredibel (legal)," tandasnya.
Terpopuler
1
Konflik Iran-Israel, Gus Nadir Serukan Kembali Memanusiakan Kemanusiaan
2
PCNU Nganjuk Apresiasi 7 Kader Lolos Beasiswa Keagamaan PWNU Jatim
3
GP Ansor Jatim Dukung Kegiatan Namen Ben Molong untuk Ketahanan Pangan
4
GP Ansor di Bangkalan Gerakkan Pertanian Mandiri Lewat Namen Semangka ben Molong Cabe
5
Unisma Gelar Wisuda ke-76, Dorong Alumni Ciptakan Lapangan Kerja
6
Resmi Dilantik, Fatayat NU Magetan Miliki Program Unggulan Mahabah
Terkini
Lihat Semua